Liputan6.com, Jakarta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan menelusuri penyebab melambatnya kucuran kredit pada tahun ini dibandingkan tahun lalu. Tahun lalu pertumbuhan kredit mencapai 12 persen.
Kondisi perekonomian global hingga dalam negeri diprediksi memberi pengaruh terhadap pertumbuhan kredit nasional.
Advertisement
"Memang pertumbuhan kredit agak sedikit melambat tidak seperti tahun lalu yang bisa 12 persen. Nanti kita lihat di akhir tahun seperti apa," ujar Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan yang juga Anggota Komisioner OJK Heru Kristiyana dalam FGD bersama media di Semarang, pekan ini.
Dia mengatakan jika sebenarnya secara garis besar, kondisi industri perbankan nasional masih baik. Seperti terlihat dari CAR perbankan sebesar 23,38 persen sampai September.
Data OJK melaporkan jika, risiko kredit dan pembiayaan terjaga dengan NPL gross 2,66 persen dan NPL nett 1,15 persen. NPF gross 2,66 persen dan NPF nett 0,55 persen.
Sementara Dana Pihak Ketiga perbankan mencapai Rp 5.891,92 triliun atau tumbuh 7,4 persen (yoy).
Hal yang melambat hanya pada kondisi pertumbuhan kredit. Penyaluran kredit perbankan tumbuh pada kisaran 7,89 persen secara year on year (yoy).
Dia memastikan OJK terus menelusuri penyebab dari pelambatan kredit tersebut. Meski dikatakan saat ini, dia lebih mementingkan kestabilan.
"Tapi tetap kami mendorong tumbuh (kredit) tapi pilih bank mana yang didorong, kemudian sektor mana yang tidak terdampak perang dagang dan lainnya," lanjut dia.
OJK juga akan terus memantau kondisi yang ada demi menciptakan kestabilan kondisi perbankan Tanah Air.
"OJK menaikkan stability sambil wait and see supaya tak ganggu keuangan," dia menandaskan.
Para Pejabat Ungkap Kondisi Ekonomi Indonesia di Tengah Ketidakpastian Global
Sejumlah pejabat pemerintah dan lembaga menyampaikan pandangannya tentang kondisi Indonesia di tengah ketidakpastian perekonomian global.
Pandangan ini antara lain disampaikan Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani dan Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo.
Ini mereka sampaikan dalam CEO Networking 2019 yang bertema “Embracing the Opportunities in Dynamic Global Economy” di Jakarta, Kamis (31/10/2019).
Baca Juga
Menkeu Sri Mulyani Indrawati menjelaskan, meski pelambatan ekonomi global akan mempengaruhi perekonomian nasional, Indonesia diyakini bisa menjaga pertumbuhan ekonomi di atas 5 persen.
“Indonesia memiliki pertumbuhan 5 persen selama 10 tahun ini. Meski di luar global environment (terjadi pelambatan) Indonesia bisa menjaga pertumbuhan di atas 5 persen. Indonesia memiliki kemampuan menjaga karena ekonomi cukup besar. Size market-nya mampu menjadi insurance untuk menopang ketidakpastian global environment. Ini merupakan potensi yang besar,” jelas dia.
Menurutnya, pemerintah akan menjaga ekonomi Indonesia yang harus dapat diimbangi optimisme dari CEO dan aktor ekonomi industri nasional. Pemerintah sadar dinamika kondisi tidak tidak terlalu positif, namun di dalam negeri punya optimisme tinggi.
Pemerintah akan menciptakan dampak kebijakan yang kongkrit dengan bekerja sama antarmenteri dan daerah. Optimisme dapat ditularkan ke dunia usaha. Pemerintah akan fokus kepada delivery seperti yang dikatakan oleh presiden.
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso, menyampaikan jika kondisi stabilitas sektor jasa keuangan hingga pekan keempat Oktober dalam kondisi terjaga di tengah perlambatan pertumbuhan perekonomian global.
Intermediasi sektor jasa keuangan tercatat membukukan perkembangan yang stabil dengan profil risiko yang terkendali.
Data September menunjukkan CAR perbankan sebesar 23,38 persen, Risk Based Capital (RBC) asuransi jiwa 667,47 persen, RBC asuransi umum 321,4 persen dengan gearing ratio perusahaan pembiayaan 2,72 kali.
Risiko kredit dan pembiayaan juga terjaga dengan NPL gross 2,66 persen dan NPL nett 1,15 persen. NPF gross 2,66 persen dan NPF nett 0,55 persen.
Sementara Dana Pihak Ketiga perbankan mencapai Rp 5.891,92 triliun atau tumbuh 7,4 persen (yoy). Penghimpunan dana di Pasar Modal mencapai Rp 140,3 triliun dengan jumlah IPO sebanyak 40 perusahaan.
“Dinamika perekonomian global pasti berdampak ke Indonesia termasuk sektor jasa keuangan dan sektor riil. Untuk itu diperlukan sinergi yang kuat dalam membangun sektor prioritas pemerintah. Sektor jasa keuangan juga masih memiliki ruang permodalan untuk mendorong perekonomian nasional,” kata Wimboh.
Menurutnya diperlukan strategi dalam menguatkan stabilitas sektor jasa keuangan di tengah pelemahan ekonomi global. Ini antara lain dengan meningkatkan permodalan, likuiditas, dan Cadangan Kerugian Penilaian Nilai (CKPN).
Kemudian membangun kepercayaan pasar, mendorong mesin baru penggerak sektor riil dan mengembangkan sektor berefek bergulir seperti pariwisata, industri ekspor dan subsititusi impor.
Reporter: Chrismonica
Advertisement