Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 2019 Hanya 5 Persen, Ini Sebabnya

Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2019 diprediksi hanya akan berada di 5 persen

oleh Liputan6.com diperbarui 04 Nov 2019, 16:36 WIB
Pekerja tengah mengerjakan proyek pembangunan gedung bertingkat di Jakarta, Sabtu (15/12). Bank Indonesia (BI) memprediksi pertumbuhan ekonomi pada tahun 2019 mendatang tidak jauh berbeda dari tahun ini. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Universitas Indonesia (LPEM UI) memprediksi angka pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun ini hanya mentok di 5 persen.

Bahkan ada kemungkinan bisa di bawah 5 persen. Hal ini karena adanya risiko pelambatan ekonomi global yang tidak diperkirakan di awal tahun ini.

Kepala Kajian Makro LPEM UI, Febrio Kacaribu mengatakan, semula pihaknya memperkirakan pertumbuhan ekonomi masih di kisaran 5-5,2 persen. Namun, pihaknya melihat risiko pelambatan membuat pertumbuhan ekonomi Kuartal III 2019 hanya di 4,9 persen.

"Di 2019 kami melihat risiko pelambatan dibandingkan dengan yang kami expected di awal tahun. Di Awal tahun kami 5-5,2 persen. Kemungkinan besar data yg kita lihat sejauh ini memang menunjukkan ke arah 5,0 persen, itu sudah kita revisi kedua kalinya," kata dia, dalam acara Indonesia Economic Outlook 2020, di UI Salemba, Jakarta, Senin (4/11).

Trade war atau perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China yang tak kunjung mereda turut memperparah kondisi tersebut. Hal ini tidak hanya berdampak pada Indonesia tetapi juga pada perdagangan seluruh negara termasuk negara maju.

Dampak lainnya adalah melemahnya iklim investasi di Indonesia. Dimana ini juga bisa berlangsung hingga tahun depan. Investasi diharapkan bisa mencapai 6 persen terhadap pertumbuhan ekonomi namun hingga kini hanya menetap di 5 persen saja.

"Reformasi yang signifikan untuk meningkatkan iklim investasi dapat menolong aktivitas ekonomi pada tahun 2020," ucapnya.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Sektor Manufaktur

Pemandangan gedung-gedung bertingkat di Ibukota Jakarta, Sabtu (14/1). Hal tersebut tercermin dari perbaikan harga komoditas di pasar global. (Liputan6.com/Immanuel Antonius)

Selain itu, kinerja sektor manufaktur Indonesia masih tetap rendah karena berkurangnya permintaan global dan masih terbatasnya peningkatan daya saing industri. Namun, ini juga terjadi pada negara maju seperti China, AS, Eropa dan Jepang.

PDB domestik dilaporkan tumbuh sebesar 5,05 persen (yoy) pada Q2 2019, sedangkan sektor manufaktur, sebagai sektor yang paling dominan, tumbuh sebesar 3,59 persen (yoy). Selain pengeluaran konsumsi domestik dan inflasi yang terkendali, data ekonomi makro tidak menunjukkan gambaran yang baik mengenai kondisi ekonomi Indonesia saat ini dan hingga akhirtahun 2019 nanti.

Kinerja ekspor yang relatif lemah karena ketergantungan yang berlebihan pada ekspor komoditas mentah, khususnya minyak kelapa sawit dan batu bara, serta masih lemahnya sektor manufaktur yang juga masih bergantung pada bahan baku dan barang modal dari luar negeri membuat defisit neraca perdagangan terus terjadi hingga Semester I 2019.

 

Reporter: Yayu Agustini Rahayu

Sumber: Merdeka.com


Sri Mulyani Ramal Pertumbuhan Ekonomi Kuartal III di Angka 5,05 Persen

Menteri Keuangan Sri Mulyani (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Badan Pusat Statistik (BPS) akan mengumumkan pertumbuhan ekonomi kuartal III 2019 pada 5 November mendatang. Pertumbuhan ekonomi sepanjang semester I tahun ini hanya mencapai 5,06 persen.

Menteri Keuangan Sri Mulyani memprediksi pertumbuhan ekonomi pada kuartal III tahun ini sebesar 5,05 persen. Proyeksi tersebut dengan mempertimbangan seluruh komponen ekonomi makro.

"Meskipun kemarin sudah menunjukkan ada perbaikan jadi kami tetap optimis jadi kuartal III bisa di atas 5 persen. Mungkin seperti BKF sampaikan di 5,05 persen. Jadi mungkin kami tetap di situ," ujarnya di Gedung Kemenkeu, Jakarta, Jumat (1/11/2019).

Dalam menopang pertumbuhan ekonomi, Sri Mulyani berharap konsumsi bertahan di atas 5 persen. Meski demikian, investasi masih sedikit melambat dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

"Kita tetap berharap konsumsi bertahan di atas 5 persen. Meskipun investasi kita lihat mengalami sedikit perlambatan kita juga berharap terjaga di atas 5 persen utk investasi. Mungkin yang berat adalah eksternalnya, ekspor," jelasnya.

Terkait inflasi, Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia tersebut memproyeksi, masih akan berada pada target yang telah ditetapkan pada awal tahun. Adapun inflasi tahun kalender dari Januari-Oktober 2019 sebesar 2,22 persen, sedangkan inflasi tahun ke tahun sebesar 3,13 persen.

"Masih ada dalam range. Saya rasa, baik dari BPS BI dan dari indikator semua cukup comfortable, semua kontributor terhadap inflasi sangat sesuai yang diperkirakan. Sehingga tidak surprise mengenai inflasi," tandasnya.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya