Liputan6.com, Jakarta - Bung Tomo adalah salah satu sosok yang terus terukir dalam kisah sejarah Tanah Air. Saat Indonesia masih dalam masa penjajahan, Ia berani melakukan apa pun untuk membela bangsa.
Melansir informasi dari buku "Bung Tomo, Hidup dan Mati Pengobar Semangat Tempur 10 November” karya Abdul Waid, semua gerakan perjuangan Bung Tomo dalam membela bangsa dan negara diniatkan untuk berjihad. Hal tersebut terlihat dari kata-kata yang dituturkan Bung Tomo dalam orasi pada orang pribumi untuk melawan penjajah.
Tindakannya ini mendapat dukungan dari para ulama di nusantara. Kalangan ulama NU, salah satunya KH. Hasyim Asy’ari, yang saat itu sangat berpengaruh pada masyarakat pun memberi dukungan.
Baca Juga
Advertisement
Menurut mereka, gerakan Bung Tomo ini pantas disebut sebagai perang jihad fi sabilillah melawan penjajah. Untuk itu, bagi siapa saja yang tergabung di dalamnya, lalu terbunuh, maka mereka akan mati syahid dan mendapat pahala surga di sisi Allah.
Selama masa perjuangannya, gerakan berdimensi jihad ini muncul dalam berbagai bentuk. Berikut Liputan6.com uraikan, masih dari buku karya Abdul Waid.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini
Gerakan Jihad Melalui BPRI di Masa Revolusi Fisik (1945 – 1949)
Sebutan “Revolusi Fisik” merujuk pada masa-masa sulit Bangsa Indonesia pada 1945 – 1949. Kala itu, Indonesia banyak mengalami pertempuran-pertempuran yang memakan banyak korban jiwa.
Menurut Soekarno, hal tersebut wajar terjadi. Soekarno memberi tiga sifat “dinamika, romantika, dan dialektika”, revolusi sedang berjalan dan akhirnya akan memperoleh kemenangan. Tindakan yang paling mungkin dilakukan adalah mengikuti geraknya.
Saat itu, Bung Tomo masih dianggap “anak kemarin sore” bila dibandingkan dengan tokoh senior lain seperti Soekarno dan Mohammad Hatta. Walau begitu, Bung Tomo tetap teguh dalam keberaniannya.
Tekad tersebut dibuktikan dengan didirikannya organisasi Barisan Pemberontakan Rakyat Indonesia (BPRI) pada 12 Oktober 1945. Bung Tomo sendiri yang menjadi ketua umum dalam organisasi tersebut untuk mengatur strategi.
BPRI adalah organisasi yang dibentuk untuk mengusir penjajah dari Indonesia. Organisasi ini semata-mata Bung Tomo buat untuk jihad fi sabilillah.
Ia ingin BPRI dapat menegakkan kemerdekaan Indonesia serta mengangkat harkat masyarakat yang selama ini dibawah derita penjajahan. Melalui BPRI, Bung Tomo mengajak rakyat untuk bersatu dan memperkokoh semangat untuk melakukan pemberontakan.
Melihat kiprah Bung Tomo bersama BPRI yang sangat fundamental dalam memperjuangkan Indonesia, banyak masyarakat yang menggabungkan diri. Mulai dari masyarakat biasa, ulama, tokoh nasional, dan anggota organisasi lain seperti APIK yang akhirnya memilih untuk menggabungkan diri ke BPRI.
Dalam masa revolusi fisik 1945 – 1949, melalui BPRI, Bung Tomo ingin melakukan jihad yang bersifat politis dan menyentuh aspek fundamental dalam ketahanan negara Indonesia. Misalnya saat Bung Tomo melalui BPRI memberikan kejutan politis pada pihak Serikat agar memperlancar perundingan yang dilakukan oleh para pemimpin RI.
BPRI terus berkembang menjadi organisasi benteng pertahanan Indonesia yang sangat kuat. Bahkan BPRI telah memiliki pesawat pemancar gelombang pendeknya sendiri.
Dengan pesawat pemacar tersebut, Bung Tomo dapat lebih mudah untuk menyuarakan orasi untuk memobilisasi massa. Oleh karena tindakannya tersebut pesawat pemancar milik BPRI ini dianggap sebagai radio pemberontak.
Advertisement
Kelompok “Barisan Berani Mati”
Bung Tomo juga membentuk “Barisan Berani Mati”. Kelompok ini dimaksudkan untuk melahirkan pejuang-pejuang yang tidak gentar melawan musuh, siap mati, dan siap menjadi syuhada.
Untuk memperoleh pasukan atau anggotanya, Bung Tomo tidak melakukan secara paksaan. Melalui pemancar radio yang telah dimiliki, Bung Tomo memanggil siapa saja untuk tergabung dalam kelompok ini secara ikhlas. Melalui siaran tersebut terkumpul 40 orang untuk menjadi anggota.
Dalam kelompok ini, para anggota akan diajarkan cara-cara berperang dan melawan tentara musuh. Antara lain mereka akan diajarkan menggunakan senjata, bela diri, dan lain-lain. Mereka juga didoktrin agar memiliki mental baja dan semangat jihad yang tidak mengenal takut. Doktrin yang diberikan adalah “merdeka atau mati”.
Kegigihan Bung Tomo dalam mempersiapkan pasukan membuat kelompok Barisan Berani Mati mejadi sangat terkenal. Bahkan kelompok ini seringkali disebut dalam sejarah revolusi karya orang Barat.
Terdapat beberapa faktor yang membuat kelompok ini menjadi sangat dikenal. Hal pertama karena kelompok Barisan Berani Mati memiliki kedekatan khusus dengan Panglima Jenderal Sudirman. Saat itu, Panglima Jenderal Sudirman memiliki pengaruh yang cukup besar dan disegani oleh tokoh-tokoh lainnya.
Hal lainnya datang dari anggota Barisan Berani Mati itu sendiri. Anggota pasukan kelompok ini memilki hati yang bersih dan suci. Hal ini membuat mereka terhindar dari segala nafsu duniawi.
Kesucian hati ini misalnya terlihat dari tak pernahnya anggota kelompok Barisan Berani Mati menjarah saat melakukan gerakan. Berbeda denga npasukan lain yang melakukan penjarahan harta, kelompok ini hanya memiliki fokus untuk menghancurkan musuh dan taruhan nyawa.
Kelompok yang dibentuk oleh Bung Tomo ini juga mendapat dukungan dari banyak pihak, salah satunya para kiai yang memiliki pengaruh besar di Jawa. Contohnya adalah Kiai Abdul Hamid dari Banjarsari, Madiun yang memiliki pasukan “pimpinan kiai”. Mereka pun mendukung Barisan Berani Mati.
Barisan Berani Mati aktif dalam agresi Belanda 1947 – 1948. Bung Tomo juga sempat mengirimkan unit pasukan ke Madiun saat ada pertempuran, Yogyakarta saat ada pendudukan Belanda dan lain lain. Tak hanya di Jawa, kelompok ini juga bekerja ke luar Jawa.
Kelompok ini pula yang bergerak untuk melindungi Bung Tomo dari intaian Belanda. Setelah memindahkan Bung Tomo dan istri ke Malang, kelompok tersebut memutuskan untuk mengungsikan Bung Tomo ke Australia agar Ia selamat dari pengejaran tentara Sekutu dan Belanda.
Dipilih untuk Mengemban Tugas Khusus
Melalui semua yang telah Bung Tomo lakukan dalam membela negara membuat eksistensinya semakin dikenal orang banyak. BPRI dan Barisan Berani Mati yang dibentuknya benar-benar menyita perhatian dan apresiasi semua kalangan di Indonesia.
Atas kiprah dan pengaruhnya yang besar dalam memperjuangkan kemerdekaan, Bung Tomo dipercaya untuk mengemban beberapa tugas dan pengalaman khusus. Bung Tomo dianggap sebagai satu-satunya sosok yang pantas untuk mengembannya.
Terdapat empat tugas yang diterima Bung Tomo. Pertama, Ia diminta untuk mempersiapkan wilayah Gunung Lawu bersama Laksamana Nazi. Tugas ini diberikan dalam rangka persiapan Pusat Komandao Republik Indonesia Tertinggi dalam situasi perang.
Tugas ini Ia terima langsung dari Panglima Besar TNI Jenderal Sudirman. Dari tugas inilah hubungan keduanya menjadi dekat. Mereka adalah sosok yang sepaham dan seideologi. Oleh karena itu, Jenderal Sudirman merasa cocok dengan Bung Tomo.
Tugas selanjutnya adalah Ia diminta untuk berunding dan penyusunan strategi bersama Presiden Soekarno dan seluruh anggota kabinetnya pada Oktober 1945. Perundingan ini bertempat di Gedung Proklamasi.
Dalam perundingan itu, Soekarno meminta pendapat Bung Tomo terkait bagaimaan caranya agar dapat mendesak tentara pendudukan Jepang untuk menyerahkan senjatanya pada Indonesia. Soekarno memilih Bung Tomo karena Ia dianggap memiliki pengalaman dan peran penting saat Jepang menyerahkan senjata di Surabaya.
Setelah berbincang dengan Bung Tomo, akhirnya Soekarno mengeluarkan instruksi yang ditandatangai oleh pimpinan KNI (Komite Nasional Indonesia) dan kepala polisi Republik Indonesia. Sedangkan untuk instruksi daerah Jawa Timur dibawa oleh Bung Tomo.
Ketiga, Bung Tomo dipercayai tugas yang berhubungan dengan kemiliteran. Ia dipilih sebagai anggota Staf Gabungan Angkatan Peran RI, Ketua Panitia Angkatan Darat. Melalui posisi ini, Bung Tomo mengoordinasikan semua alat angkatan darat yang ada di RI.
Melalui tugas ini, kiprah Bung Tomo meluas. Bung Tomo yang sebelumnya berkiprah sebagai aktivis dan pejuang dari kalangan sipil, sekarang jadi bersinggungan dengan dunia militer.
Bila melihat sejarah pendidikan Bung Tomo sendiri, Ia tidak memiliki latar pendidikan pendidikan militer. Dari hal ini dapat terlihat Bung Tomo penuh talenta.
Tugas terakhir yang diberikan pada Bung Tomo adalah mengurusi produksi senajta api yang ada di Pulau Jawa. Ia diangkat pula menjadi Ketua Badan Koordinasi Produksi Senjata seluruh Jawad an Madura. Bung Tomo sangat senang dengan tugasnya ini, karena Ia memiliki kebebasan untuk mempersenjatai kelompok yang dianggapnya pantas untuk menerima.
Bersambung
(Kezia Priscilla - Mahasiswa UMN)
Advertisement