Darurat Nazi dan Ekstremis Sayap Kanan Menghantui Kota Dresden di Jerman

Sebuah kota di Jerman timur telah mendeklarasikan "darurat Nazi", mengatakan kota itu memiliki masalah serius dengan organisasi sayap kanan dan kelompok fasis.

oleh Rizki Akbar Hasan diperbarui 05 Nov 2019, 09:00 WIB
Ilustrasi Bendera Jerman (pixabay.com)

Liputan6.com, Dresden - Sebuah kota di Jerman timur telah mendeklarasikan "darurat" Nazi, mengatakan kota itu memiliki masalah serius dengan organisasi sayap kanan, kelompok fasis, dan anti-Islam.

Dresden, ibu kota Saxony, telah lama dipandang sebagai benteng sayap kanan dan merupakan tempat kelahiran Pegida (Gerakan Eropa Patriotik melawan Islamisasi Barat) yang anti-Islam, demikian seperti dikutip dari BBC, Senin (4/11/2019).

Anggota Kota Dresden --yang dinominasikan sebagai Ibu Kota Kebudayaan Eropa 2025-- kini telah menyetujui resolusi yang mengatakan masih banyak yang harus dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut.

"'Nazinotstand' berarti (mirip dengan keadaan darurat iklim) bahwa kita memiliki masalah serius. Masyarakat demokratis terancam," kata anggota dewan lokal Max Aschenbach, yang memperlihatkan isi mosi darurat Nazi itu kepada BBC.

Aschenbach, dari partai politik satir berhaluan kiri, Die Partei, mengatakan dia yakin perlunya mengambil tindakan karena politikus tidak melakukan langkah yang cukup untuk "memposisikan diri mereka dengan jelas" terhadap sayap kanan.

"Permintaan itu merupakan upaya untuk mengubahnya. Saya juga ingin tahu orang seperti apa yang saya duduk di dewan kota Dresden," katanya.

Resolusi itu mengakui bahwa "sikap dan tindakan ekstremis sayap kanan ... semakin sering terjadi" dan menyerukan kota itu untuk membantu para korban kekerasan sayap kanan, melindungi kaum minoritas dan memperkuat demokrasi.

Aschenbach mengatakan mengadopsi mosi tersebut menunjukkan komitmen dewan kota untuk membina "masyarakat bebas, liberal, demokratis yang melindungi minoritas dan dengan tegas menentang." Nazi.

Simak video pilihan berikut:


Apa yang Dimaksud dengan Darurat Nazi?

Bendera Jerman (AFP PHOTO via capitalfm.co.ke)

"Resolusi Aschenbach" --mengutip nama pengusulnya, Max Aschenbach-- diajukan ke pemungutan suara oleh dewan kota Dresden pada Rabu 30 November 2019 malam dan disetujui dengan 39 suara melawan 29 yang menentang, menurut laporan media setempat.

Partai Demokrat Kristen (CDU) yang memerintah Jerman adalah di antara mereka yang menolak resolusi tersebut.

"Dari sudut pandang kami, ini merupakan provokasi," Jan Donhauser, ketua Kelompok Dewan Kota CDU, mengatakan kepada BBC.

"'Keadaan darurat' berarti keruntuhan atau ancaman serius terhadap ketertiban umum. Itu tidak berlaku sementara. Lebih jauh, fokus pada 'ekstremisme sayap kanan' tidak adil terhadap apa yang kita butuhkan. Kita adalah penyeimbang bagi sayap (kiri) liberal," lanjutnya.

"Tatanan dasar demokratis yang bersih dari kekerasan adalah yang terpenting, tidak peduli dari mana pihak ekstremis itu datang," katanya.

Donhauser menambahkan bahwa "mayoritas luas" warga Dresden adalah "bukan ekstremis sayap kanan atau anti-demokrasi".

Anggota Dewan Kota Max Aschenbach mengatakan, kota itu tidak diwajibkan untuk mengambil tindakan apa pun setelah adopsi resolusinya, tetapi bahwa "secara teoritis, tindakan yang ada harus diberikan prioritas yang lebih tinggi dan keputusan di masa depan harus mengikuti ini."

Sementara menentang resolusi tersebut, Partai CDU mengatakan pihaknya berharap untuk "memperkuat institusi yang paling cocok untuk memerangi kekerasan yang bermotif politik."

Kai Arzheimer, seorang profesor politik Jerman yang telah banyak menulis tentang ekstremisme sayap kanan, mengatakan dampak utama resolusi itu adalah simbolis, tetapi itu bisa berarti bahwa lebih banyak uang akan dialokasikan untuk program memerangi ekstremisme di masa depan.

"Saya tidak berpikir bahwa kota Jerman lainnya telah menyatakan 'darurat Nazi'. Resolusi terhadap ekstremisme sayap kanan tidak begitu biasa," katanya.


Benarkah Kota Dresden Sarang Ekstremis Sayap Kanan?

Ribuan orang menonton vespers Natal tradisional di luar gereja Frauenkirche, Church of Our Lady, di Dresden, Jerman (23/12). (Sebastian Kahnert / dpa via AP)

Kota Dresden telah lama dikenal karena kaitannya dengan sayap kanan.

Pada awal 1990-an, kelompok-kelompok neo-Nazi mulai menggelar aksi unjuk rasa di sana untuk mengingat apa yang mereka sebut "pemboman Holocaust", ketika kota itu dibom oleh pasukan Inggris dan Amerika pada tahun 1945, Kai Arzheimer, seorang profesor politik Jerman yang telah banyak menulis tentang ekstremisme sayap kanan. Kelompok-kelompok ini kemudian menjadi aktif di daerah sekitarnya dan di Saxony selatan.

Negara bagian Saxony juga telah lama menjadi kubu Partai Demokrat Nasional Jerman (NPD) sayap kanan dan kemudian menjadi partai sayap kanan Alternatif untuk Jerman (AfD).

Dalam pemilihan negara bagian pada September 2019, dukungan untuk AfD melonjak, naik 17,8% dari 2014 menjadi 27,5% pada 2019.

Dresden juga merupakan tempat gerakan anti-Islam Pegida (Eropa Patriotik melawan Islamisasi Barat) yang berdiri pada 2014, dan di mana ia terus mengadakan aksi unjuk rasa.

Pendukung Pegida mengatakan, orang perlu "sadar" terhadap ancaman ekstremis Islam. Mereka ingin Jerman mengekang imigrasi dan menuduh pihak berwenang gagal menegakkan hukum yang ada.

Gerakan ini telah memicu kontra-demonstrasi besar di kota.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya