KPK Perpanjang Penahanan Eks Anggota DPR I Nyoman Dhamantra

Perpanjangan penahanan terhadap I Nyoman Dhamantra dilakukan selama 30 hari sejak 6 November hingga 5 Desember 2019.

oleh Liputan6.com diperbarui 05 Nov 2019, 01:00 WIB
Mantan Anggota DPR F-PDIP, I Nyoman Dhamantra bersiap menjalani pemeriksaan lanjutan oleh penyidik di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (02/10/2019). Nyoman Dhamantra diperiksa sebagai tersangka terkait suap izin impor produk hortikultura (PIH) dari Kementan dan SPI dari Kemendag. (merdeka.com/Dwi Narwoko)

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memperpanjang penahanan terhadap mantan anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi PDIP I Nyoman Dhamantra (INY), tersangka kasus suap pengurusan izin impor bawang putih Tahun 2019.

"Hari ini dilakukan perpanjangan penahanan terhadap tersangka INY selama 30 hari sejak 6 November hingga 5 Desember 2019," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di gedung KPK, Jakarta, Senin.

Nyoman Dhamantra merupakan tersangka penerima suap bersama Mirawati Basri (MBS) orang kepercayaannya dan Elviyanto (ELV) dari pihak swasta.

Sementara, tiga orang pemberi suap saat ini dalam proses persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, yakni Chandry Suanda alias Afung yang merupakan pemilik PT Cahaya Sakti Agro, Doddy Wahyudi dari pihak swasta, dan Zulfikar juga dari pihak swasta.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:


Suap Rp 3,5 Miliar

Mantan Anggota DPR F-PDIP, I Nyoman Dhamantra tiba akan menjalani pemeriksaan lanjutan di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (02/10/2019). Nyoman Dhamantra diperiksa sebagai tersangka terkait suap izin impor produk hortikultura (PIH) dari Kementan dan SPI dari Kemendag. (merdeka.com/Dwi Narwoko)

Ketiganya didakwa menyuap Nyoman Dhamantra sebesar Rp3,5 miliar untuk mendapatkan kuota impor bawang putih.

Atas perbuatannya, Chandry, Dody dan Zulfikar didakwan berdasarkan pasal 5 ayat 1 huruf a atau pasal 13 UU No. 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No. 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 jo pasal 64 ayat 1 KUHP.

Pasal itu yang mengatur mengenai orang yang memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya dengan ancaman hukuman minimal 1 tahun penjara dan maksimal 5 tahun penjara dan denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp250 juta.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya