KPK Panggil Mantan Pejabat PT Pelindo II untuk Tersangka RJ Lino

Meski telah berstatus tersangka sejak 2015, KPK belum menahan RJ Lino.

oleh Muhammad Radityo Priyasmoro diperbarui 05 Nov 2019, 11:29 WIB
Mantan Direktur Utama PT Pelindo II, Richard Joost Lino bersiap meninggalkan tempat usai menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (22/3). Kasus tersebut merugikan keuangan negara sebesar Rp36,97 miliar. (Liputan6.com/Helmi Afandi)

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil dua pensiunan pejabat PT Pelindo II. Mereka adalah Edi Winoto (mantan direktur teknik PT Pelindo II) dan Sjaulfasdi (senior manager akuntansi manajemen PT Pelindo II).

"Mereka kami panggil untuk menjadi saksi tindak pidana korupsi pengadan quay container crane (QCC) dengan tersangka RJL (RJ Lino)," tulis Juru Bicara KPK Febri Diansyah dalam jadwal pemeriksaan, Selasa (5/11/2019).

Sehari sebelumnya, KPK juga memanggil pegawai PT Pelindo II atau Deputi Manajer Operasi Terminal 3 PT Pelabuhan Tanjung Priok (perusahaan afiliasi PT Pelindo II) Wahyu Hardiyanto dan mantan Direktur Teknik dan Operasional PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II Ferialdy Noerlan.

"Mereka juga diminta keterangannya sebagai saksi untuk tersangka RJL," tutur Febri.

Sementara itu, meski telah berstatus tersangka sejak 2015, KPK belum menahan RJ Lino. KPK beralasan, ada bukti yang belum dimiliki KPK untuk menahan yang bersangkutan.

"Tergantung bukti sebenarnya, kalau buktinya sudah lengkap untuk kebutuhan proses penahanan tentu akan dilakukan. Kalau sudah penahanan itu artinya sudah ada batas waktu yang diatur oleh undang-undang," kata Febri Diansyah, 4 Desember 2018 saat ditemui di Hotel Bidakara Jakarta.

RJ Lino ditetapkan KPK sebagai tersangka karena diduga memerintahkan pengadaan tiga QCC dengan menunjuk langsung perusahaan HDHM (PT Wuxi Hua Dong Heavy Machinery. Co.Ltd.) dari China sebagai penyedia barang.

Menurut KPK, pengadaan tiga unit QCC tersebut tidak disesuaikan dengan persiapan infrastruktur yang memadai (pembangunan powerhouse), sehingga menimbulkan in-efisiensi atau dengan kata lain pengadaan tiga unit QCC tersebut sangat dipaksakan dan suatu bentuk penyalahgunaan wewenang dari RJ Lino selaku Dirut PT Pelindo II demi menguntungkan dirinya atau orang lain.

Berdasarkan analisis perhitungan ahli teknik dari Institut Teknologi Bandung (ITB) yang menyatakan bahwa analisa estimasi biaya dengan memperhitungkan peningkatan kapasitas QCC dari 40 ton menjadi 61 ton.

Serta eskalasi biaya akibat dari perbedaan waktu terdapat potensi kerugian keuangan negara sekurang-kurangnya 3.625.922 dolar AS (sekitar Rp 50,03 miliar) berdasarkan Laporan Audit Investigatif BPKP atas Dugaan Penyimpangan Dalam Pengadaan 3 Unit QCC Di Lingkungan PT Pelindo II (Persero) Tahun 2010 Nomor: LHAI-244/D6.02/2011 Tanggal 18 Maret 2011.

Saksikan video pilihan di bawah ini:


KPK Kembali Panggil Direktur Angkasa Pura Propertindo

Juru Bicara KPK Febri Diansyah. (Merdeka.com/Yunita Amalia)

Sementara itu, Penyidik KPK kembali menjadwalkan pemeriksaan terhadap Direktur Angkasa Pura Propertindo, Agung Sedayu. Namun kali ini, Agung diperiksa sebagai saksi untuk tersangka DMP (Darman Mapanggara).

"Yang bersangkutan akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka DMP (Darman Mapanggara)," kata Febri dalam keterangan jadwal pemeriksaan, Selasa (5/11/2019).

KPK menduga, Agung memiliki keterkaitan dengan kasus tindak pidana korupsi pengadaan pekerjaan Baggage Handling System (BHS) pada PT Angkasa Pura Propertindo yang dilaksanakan PT Industri Telekomunikasi Indonesia (persero) tahun 2019.

Agung sendiri diketahui, pada September 2019, sudah dipanggil terkait kasus tindak pidana korupsi yang sama untuk tersangka AYA (Direktur Keuangan AP II, Andra Agussalam).

KPK pada Kamis (1/8/2019) telah menetapkan dua tersangka, yakni mantan Direktur Keuangan PT Angkasa Pura II Andra Agussalam (AYA) dan Taswin Nur (TSW) dari pihak swasta atau teman dekat dari Darman Mappangara (DMP). Selanjutnya, dalam pengembangan kasus itu, KPK menetapkan Darman sebagai tersangka baru pada Rabu (2/10/2019).

Untuk Taswin, saat ini dalam proses persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta. Dia didakwa menjadi perantara suap kepada Andra sebesar 71 ribu dolar AS dan 96.700 dolar Singapura.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya