Kadin Khawatir Investor Cabut ke Luar Negeri Akibat UMP Naik Terus

Kemnaker menetapkan kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) dan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) 2020 sebesar 8,51 persen.

oleh Athika Rahma diperbarui 05 Nov 2019, 17:08 WIB
Ribuan buruh dari berbagai elemen melakukan longmarch menuju depan Istana Negara, Jakarta, Kamis (29/9). Dalam aksinya mereka menolak Tax Amnesty serta menaikan upah minumum provinsi (UMP) sebesar Rp650 ribu per bulan. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Rosan P Roeslani mengkhawatirkan perusahaan-perusahaan yang ada di Indonesia merelokasi bisnis ke negara lain. Hal tersebut merupakan imbas dari kenaikan upah minimum provinsi (UMP) 8,51 persen pada 2020.

Rosan menjelaskan, kenaikan UMP bakal memancing perusahaan merelokasi pabriknya dari provinsi yang upahnya tinggi ke provinsi yang upahnya masih cenderung rendah.

"Ini kalau dilihat dari pertumbuhannya yang sangat tinggi, industri makin lama akan makin pindah. Kemana? Salah satunya ke Jawa Tengah," kata dia, di Jakarta, Selasa (5/11/2019).

Hal tersebut tentu belum terlalu menjadi persoalan. Namun, perlu dikhawatirkan jika pelaku usaha kemudian memutuskan angkat kaki dari Indonesia.

"Tapi kalau pindahnya ke luar? Kan akan jadi non-produktif UMR ini. Kalau naiknya tinggi, tapi tidak ada investasi masuk, kemudian yang ada malah relokasi, kan jadi rugi," imbuhnya.

Menurut dia memang mesti dicari keselarasan. Misalnya kenaikan UMP untuk setiap daerah tidak sama persentasenya.

"Kalau kenaikan makin tinggi, selalu sama di semua daerah, kan gap-nya makin lama makn tinggi. Sedangkan dari segi produktivitas tidak terkejar. Itu juga yang kita berikan masukan ke pemerintah," ungkapnya.

Pihaknya sudah memberikan masukan ke pemerintah agar kenaikan UMP dilihat dulu per daerah. Kemudian perlu juga dilihat industri apa yang sudah berkembang di daerah itu apa, dan bagaimana segi penyerapan tenaga kerjanya.

"Jadi jangan disamaratakan dulu. Karena yang 1 daerah sudah Rp 4 juta terus satu lagi masih Rp 1,7 juta, naiknya sama kan akan terus ada gap. Akibatnya pasti pindah ke yang (upahnya) lebih rendah. Yang kita khawatirkan pindahnya enggak ke sesama provinsi, tapi ke negara lain," ucap Rosan.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


UMP 2020 Naik 8,51 Persen

Sejumlah wanita membawa bendera saat aksi Hari Buruh di Jakarta, Senin (1/5). Dalam aksinya para buruh meminta sistem kerja kontrak dan upah rendah dihapus. (Liputan6.com/Helmi Afandi)

Sebelumnya, Pemerintah melalui Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) menetapkan kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) dan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) 2020 sebesar 8,51 persen.

Hal tersebut tertuang dalam Surat Edaran (SE) Menteri Ketenagakerjaan Nomor B-m/308/HI.01.00/X/2019 tanggal 15 Oktober 2019 tentang Penyampaian Data Tingkat Inflasi Nasional dan Pertumbuhan Produk Domestik Bruto Tahun 2019.

Dikutip dari Surat Edaran tersebut, kenaikan UMP ini berdasarkan pada data inflasi nasional dan pertumbuhan ekonomi nasional. 

"Data inflasi nasional dan pertumbuhan ekonomi (pertumbuhan produk domestik bruto) yang akan digunakan untuk menghitung upah minimum tahun 2020 bersumber dari Badan Pusar Statistik Republik IndonesIa (BPS RI)," bunyi SE tersebut seperti yang diterima Liputan6.com di Jakarta, Kamis (17/10/2019).

Berdasarkan Surat Kepala BPS RI Nomor B-246/BPS/1000/10/2019 Tanggal 2 Oktober 2019. lnflasi nasional dan pertumbuhan ekonomi nasional sebagai berikut:

a. Inflasi Nasional sebesar 3,39 persen‎

b. Pertumbuhan Ekonomi Nasional (Pertumbuhan PDB) sebesar 5,12 persen‎

"Dengan demikian, kenalkan UMP dan/atau UMK Tahun 2020 berdasarkan data Inflasi Nasional dan Pertumbuhan Ekonomi Nasional yaitu 8,51 persen," demikian tertulis dalam SE tersebut.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya