Ilmuwan Ungkap Perubahan Iklim Dunia Sudah dalam Tahap Darurat

Para ilmuwan dunia mengatakan bahwa perubahan iklim yang terjadi secara global sudah berada di tahap darurat.

oleh Benedikta Miranti T.V diperbarui 06 Nov 2019, 11:30 WIB
Ilustrasi Pemanasan Global

Liputan6.com, Jakarta - 11.000 ilmuwan dari seluruh dunia telah meluncurkan hasil penelitian yang mengatakan bahwa dunia ini sedang mengalami masa darurat terkait perubahan iklim atau pemanasan global.

Dilansir dari BBC, Rabu (6/11/2019), dalam studi yang berdasarkan data pengukuran selama 40 tahun terakhir juga menyampaikan bahwa pemerintah telah gagal menangani krisis lingkungan ini. 

Selain itu, studi tersebut juga menyatakan bahwa dunia ini sedang menghadapi penderitaan yang besar.

Para ilmuwan mengatakan bahwa mereka memiliki tanggung jawab untuk memberi peringatan perihal bahaya yang sedang mengancam.

Dirilis pada hari yang sama ketika data satelit menunjukkan bahwa bulan lalu tercatat sebagai Oktober dengan suhu terhangat, studi baru mengatakan bahwa hanya mengukur suhu permukaan global adalah cara yang tidak memadai untuk menangkap bahaya nyata dari dunia yang dilanda panas berlebih.

Maka dari itu, penulis dari studi tersebut memasukkan serangkaian data yang mereka yakini mewakili serangkaian tanda-tanda vital grafis dari perubahan iklim selama 40 tahun terakhir.

Indikator-indikator ini termasuk pertumbuhan populasi manusia dan hewan, produksi daging per kapita, kehilangan perlidungan dari pohon secara global, serta konsumsi bahan bakar fosil.

Beberapa kemajuan telah terlihat di beberapa bidang. Misalnya, energi terbarukan telah tumbuh secara signifikan, dengan konsumsi angin dan matahari meningkat 373% per dekade. Walaupun begitun angka tersebut masih 28 kali lebih kecil dari penggunaan bahan bakar fosil pada tahun 2018.

Secara keseluruhan, para peneliti mengatakan sebagian besar indikator tanda-tanda vital mereka berada di arah yang salah dan menambah keadaan iklim menjadi semakin darurat.

"Keadaan darurat berarti bahwa jika kita tidak bertindak atau menanggapi dampak perubahan iklim dengan mengurangi emisi karbon kita, mengurangi produksi ternak kita, mengurangi pembukaan lahan dan konsumsi bahan bakar fosil, dampaknya mungkin akan lebih parah daripada yang kita alami saat ini," ujar penulis utama studi, Dr Thomas Newsome, dari University of Sydney.

"Itu bisa berarti ada area di Bumi yang tidak dapat dihuni lagi oleh manusia." tambahnya.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Studi Ini Harapkan Aksi Nyata

Ilustrasi Kebakaran Hutan (iStock)

Studi ini menggemakan banyak peringatan yang telah dilaporkan oleh para ilmuwan termasuk IPCC.

Para penulis bermaksud untuk menyajikan gambaran grafis yang jelas dan sederhana tentang indikator yang lebih luas yang dapat diberikan ke publik dan kepada pemerintah bahwa ancamannya serius sementara responsnya masih buruk.

Perbedaannya adalah dalam menunjukkan bahwa walaupun keadaannya sangat memprihatinkan, tapi masih bisa diperbaiki.

Para peneliti menunjukkan enam bidang di mana langkah-langkah segera harus diambil yang dapat membuat perbedaan besar.

Beberapa saran yang diberikan oleh hasil studi tersebut di antaranya di bidang energi, dimana pemerintah diharapkan dapat meningkatkan harga karbon sehingga dapat mencegah penggunaan bahan bakar fosil yang terlalu banyak. Cara lain yang disarankan adalah menggantikan minyak dan gas dengan energi alternatif yaitu energi terbarukan.

Saran-saran di bidang lainnya juga dituliskan oleh para ilmuwan seperti polutan, alam, kebutuhan pangan hingga populasi.


Harapan Para Ilmuwan

Ilustrasi perubahan iklim (AFP)

Para peneliti merasa muak atas berbagai konferensi iklim dan majelis yang gagal menghasilkan tindakan yang berarti. Namun mereka percaya bahwa gerakan protes secara global yang berkembang akan memberi harapan.

"Kami didorong oleh gelombang kekhawatiran global baru-baru ini, pemerintah mengadopsi kebijakan baru, anak-anak mogok sekolah, proses hukum, dan gerakan masyarakat menuntut perubahan."

"Sebagai ilmuwan, kami mendesak penggunaan luas tanda-tanda vital dan berharap indikator grafis akan lebih memungkinkan pembuat kebijakan dan publik untuk memahami besarnya krisis, menyelaraskan prioritas dan melacak kemajuan," tambah mereka.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya