Liputan6.com, Jakarta - Ketua Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT), Soerjanto Tjahjono menyebutkan 80 persen kecelakaan kendaraan di jalan raya diakibatkan oleh masalah yang terjadi pada ban. Sebagian besar penyebabnya adalah tekanan ban yang tidak sesuai.
Dia menjelaskan tekanan udara di bawah standar akan menyebabkan meningkatnya tekanan ban terhadap pelek yang berdampak pada peningkatan tekanan dan temperature udara di dalam ban.
Advertisement
"80 persen kecelakaan akibat tekanan bannya kurang. Kalau kita berjalan di jalan tol bahwa tekanan ban kurang itu akibatnya sangat fatal begitu kita ke jalan tol kendaraan kita cukup kencang," kata dia dia dalam sebuah acara bertajuk "Waspadai Kondisi Ban Saat Berkendara di Jalan Tol," di Gedung Kemenhub, Jakarta, Rabu (6/11/2019).
Secara umum, kecelakaan pecah ban di jalan tol disebabkan karena 3 hal utama, yaitu tekanan angin ban yang tidak sesuai ukurannya, ban benjol akibat kena lubang sehingga menurunkan kekuatan ban dan menggunakan ban gundul.
Jika kelebihan tekanan, KNKNT mencatat akan berisiko pada kondisi sulit terkendali jika kecepatan tinggi dan mudah selip. Sementara jika kekurangan tekanan akan berdampak pda pemborosan BBM dan yang terburuk adalah berpotensi pecah ban.
Ban dengan tekanan udara yang kurang berpotensi menimbulkan pecah ban dan timbul kecelakaan saat berkendara. "Kalau ban belakang pecah bahaya karena mobil gak bisa dikendalikan," ujarnya.
Oleh karena itu dia menegaskan masyarakat terutama penggunaan kendaraan harus memperhatikan dengan betul kondisi ban sebelum berkendara. Ban harus memiliki tekanan udara sesuai standar pabriknya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Kemenhub Tindaklanjuti Rekomendasi KNKT soal Investigasi Kecelakaan Lion Air
Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan (Kemenhub) menindaklanjuti rekomendasi hasil investigasi Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) terkait dengan kecelakaan pesawat Lion Air PK-LQP nomor penerbangan JT 610.
Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kemenhub, Polana B Pramesti menyampaikan bahwa Ditjen Hubud mengapresiasi dan akan menindaklanjuti hasil investigasi oleh KNKT yang sejalan dengan keselamatan dan keamanan penerbangan.
"Kami mengapresiasi KNKT yang telah melakukan investigasi mendalam dan menghormati hasil investigasi yang telah dikeluarkan terhadap kecelakaan pesawat JT-610 yang terjadi di Perairan Tanjung Karawang, tahun lalu. Selanjutnya, kami akan menindaklanjuti hasil rekomendasi yang dikeluarkan oleh KNKT," kata dia dikutip Antara.
Setelah kecelakaan berupa jatuhnya pesawat JT-610, Ditjen Hubud telah melakukan pemeriksaan khusus terhadap aspek kelaikudaraan seluruh pesawat Boeing B737 MAX-8.
Kemudian setelah kejadian Ethiopian Airlines, Ditjen Hubud memerintahkan agar semua pesawat dengan jenis B737 MAX-8 yang beroperasi di Indonesia dinyatakan dibekukan sementara atau “temporary grounded".
Advertisement
Grounded
Selanjutnya, memperhatikan CANIC (Continues Airworthinnes Notification to the International Community ) yang diterbitkan FAA pada 13 Maret 2019, dilakukan penghentian operasi atau grounded kepada semua pesawat Boeing jenis B737 MAX-8 yang beroperasi di Indonesia.
Polana menambahkan Ditjen Hubud tetap berkomitmen untuk memastikan keselamatan dan keamanan penerbangan.
Selain itu, akan terus melakukan koordinasi dengan komunitas dan organisasi internasional, khususnya Federal Aviation Administration (FAA) dan Organisasi Penerbangan Sipil Internasional /International Civil Aviation Organization (ICAO), untuk tetap memastikan terpenuhinya keselamatan dan keamanan penerbangan sipil di Indonesia.