Kiprah Bung Tomo di Lingkaran Pemerintahan

Sebelumnya telah dijelaskan, Bung Tomo memiliki catatan sejarah di dunia politik. Tak hanya di dunia politik, Bung Tomo juga mengukir karier di dunia pemerintahan yaitu sebagai menteri dan anggota DPR.

oleh Liputan Enam diperbarui 07 Nov 2019, 04:00 WIB
Gedung MPR saat dalam tahap pembangunan. (Buku Gedung MPR/DPR RI: Sejarah dan Perkembangannya)

Liputan6.com, Jakarta - Sebelumnya telah dijelaskan, Bung Tomo memiliki catatan sejarah di dunia politik. Ia sempat tergabung dalam Parindra, juga membuat partai politik Partai Rakyat Indonesia (PRI).

Tak hanya di dunia politik, Bung Tomo juga mengukir karier di dunia pemerintahan. Beberapa kali Bung Tomo ditempatkan dalam jajaran pemerintahan.

Kariernya dalam pemerintahan tak hanya sekadar sebagai pelengkap. Bung Tomo ditempatkan dalam posisi penting yang memiliki banyak pengaruh yakni sebagai menteri. Dibutuhkan kecakapan dan keahlian yang tinggi untuk terpilih menjadi menteri.

Selain itu, Bung Tomo juga pernah menjadi anggota DPR periode 1956 – 1959. Dalam trias politica, Bung Tomo hanya tidak memiliki jabatan di lembaga yudikatif. 

Berikut kisah karier Bung Tomo dalam dunia pemerintahan Indonesia yang Liputan6.com rangkum dari "Bung Tomo, Hidup dan Mati Pengobar Semangat Tempur 10 November" karya Abdul Waid:

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini


Bung Tomo Sebagai Menteri

Pada masa Kabinet Perdana Menteri Burhanuddin Harahap, Bung Tomo dipilih untuk menjabat Menteri Negara Urusan Bekas Pejuang Bersenjata/Veteran sekaligus Menteri Sosial Ad Interim pada 1955-1956. Masa jabatannya ini dimulai sejak 12 Agustus 1955 sampai 24 Maret 1956.

Terpilihnya Bung Tomo sebagai menteri tak lepas dari pengalaman dan prestasinya di dunia politik. Ia dianggap pantas menjadi menteri karna mengetahui dan menguasai banyak hal tentang perjuangan bersenjata atau veteran yang Ia dapat selama menjadi pejuang. Tak hanya itu, kelebihan lain dari Bung Tomo juga adalah memiliki koneksi atau kedekatan hubungan dengan orang-orang dari kalangan militer.

Saat itu, 20 tokoh yang terpilih menjadi menteri memiliki prestasi luar biasa khususnya dalam hal perjuangan. Bung Tomo merupakan salah satu tokoh yang diperhitungkan pengalaman dan prestasinya oleh Presiden Soekarno. 

Menjabat sebagai menteri, banyak tanggung jawab yang harus diemban Bung Tomo.  Sebagai Menteri Negara Urusan Bekas Pejuang Bersenjata/Veteran sekaligus Menteri Sosial Ad Interim, Bung Tomo bertanggung jawab mengembalikan kewibawaan moral pemerintah, dalam hal ini adalah di kalangan Angkatan Darat. 

Tanggung jawab tersebut merupakan salah satu program Kabinet Perdana Menteri Burhanuddin Harahap. Saat itu memang ada kegaduhan politik dan tekanan dari berbagai pihak yang membuat kewibawaan pemerintah menurun. Terlebih lagi pada kabinet sebelumnya yang dipimpin oleh Ali Sastromijoyo, sempat terjadi inflasi yang tinggi. 

Bung Tomo bersama jajaran lainnya berhasil menuntaskan tanggung jawab tersebut. Keberhasilan itu terlihat dari diaktifkannya kembali panglima-panglima dan pimpinan Angkatan Darat dan Angkatan Udara yang pernah dinon-aktifkan oleh pemerintah sebelumnya karna gejolak politik. 

Duduk sebagai menteri tidak menghilangkan sifatnya sebagai pejuang. Bung Tomo adalah salah satu tokoh yang lantang untuk memeberantas korupsi dalam segala aspek pemerintahan. Upaya pemberantasan korupsi ini pun akhirnya membuahkan hasil yang memuaskan dan dapat disebut sebagai terobosan yang luar biasa di era itu. 

Pencapaian lain saat Bung Tomo menjadi menteri adalah terlaksananya Pemilihan Umum (Pemilu). Pemilu yang dilaksanakan pada 29 September 1955 itu adalah pemilu pertama pasca Indonesia merdeka.

Bung Tomo memiliki peran aktif dalam pemilu tersebut. Ia menyuarakan pentingnya kejujuran, transparansi, kebebasan dan keadilan sesuai dengan asas pemilu yakni jujur, adil, bersih, bebas dan rahasia.

Apa yang disuarakan Bung Tomo dengan teman-temannya tersebut membuahkan hasil. Pemilu 1955 yang diselanggarakan berdasarkan UU No. 7/1953 dan merujuk pada sistem parlementer UUDS 1950 ini dikatakan sebagai pemilu terbaik. Bukan hanya menunjukkan lima asas pemilu, melainkan peserta pemilu dapat menunjukkan sikap dan kedewasaan dalam berpolitik.

Capaian lain yang Bung Tomo lakukan selama menjadi menteri adalah berhasil dilakukannya diplomasi perjuangan Irian Barat dengan pembubaran Uni Indonesia-Belanda. Sejak peristiwa tersebut, Indonesia mulai dipandang oleh mata dunia. Hal ini juga berpengaruh pada ekonomi mikro saat itu.

Namun sayang, panasnya gejola politik mulai muncul kembali setelah pemilu selesai digelar. Pemilu tersebut tidak menghasilkan dukungan yang cukup pada Kabinet Perdana Menteri Burhanuddin Harahap dan akibatnya membuat kabinet ini jatuh.


Bung Tomo Sebagai Anggota DPR

Selain menjadi menteri, Bung Tomo juga tercatat pernah menjadi anggota DPR periode 1956 – 1959 melalui partai yang didirikannya, Partai Rakyat Indonesia (PRI). Dalam pemilu 1956, partainya berhasil memperoleh 134.011 suara yang berarti 0,35 persen atau memiliki dua kursi.

Masuknya Bung Tomo sebagai anggota DPR,  sering dianggap sebagai sosok yang ambisi dengan kekuasaan.  Namun, sikapnya selama menjadi anggota DPR tidak menunjukkan Bung Tomo adalah seseorang yang ambisi kekuasaan.

Sebagai anggota DPR, Bung Tomo dikenal sebagai sosok yang berani dengan siapa pun, termasuk pada penguasa. Bung Tomo bersikap kritis dengan segala kebijakan penguasa, khususnya kebijakan yang dianggap tidak pro rakyat miskin. Bung Tomo tetap berani menyampaikan kebenaran, dan tidak mementingkan risiko yang harus ditanggung.

Bung Tomo memperjuangkan aspirasi rakyat di DPR dengan 271 anggota lainnya. Bung Tomo bersama dengan anggota lainnya, mengajukan 145 Rancangan Undang-Undang (RUU).

18 fraksi di DPR kala itu bisa dibilang sangat banyak. Walau begitu, tidak ada suatu partai yang mendominasi paling kuat atau paling memegang peran di DPR. Demikan pula dengan Bung Tomo yang diusung oleh partai kecil, peran dan kekuatannya tidak bisa diremehkan.

Dalam posisinya sebagai anggota DPR, Bung Tomo dengan temannya mencerminkan demokrasi yang sesungguhnya. Ia terus berjuang untuk menggunakan hak yang dimilikinya sebagai DPR, salah satunya merancang UU.

Selain itu, walau sempat terjadi suhu politik yang tidak stabil, Bung Tomo tetap bersikap lantang untuk mendesak pemerintah. Desakan itu terkait dengan pengajuan pemerintah RUU pada DPR yang dianggap tidak pro rakyat. 

Bung Tomo dan seluruh anggota DPR lainnya juga mampu menggunakan hak budget secara penuh. Hak budget adfalah hak menetapkan anggaran keungan negara yang biasa disebut Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN). Dengan ada hak ini, pemerintah tidak bisa menggunakan uang negara dengan sewenang-wenang. 

Banyaknya kritik dan penolakan anggota DPR pada pemerintah (Presiden Soekarno) membuat DPR dianggap tidak dapat bekerja sama dengan pemerintah. DPR dianggap tidak bisa menjadi mitra kerja sama dan selalu berseberangan dengan kebijakan pemerintah. Akhirnya Soekarno membubarkan DPR hasil pemilu 1955 itu pada 5 Maret 1960. 

Kemudian Soekarno membentuk DPR Gotong Royong (DPR-GR) sebagai pengganti. Tak seperti DPR sebelumnya, DPR-GR ini bukanlah lembaga yang mengawasi, namun lebih menjadi pembantu presiden. Selain itu, dibentuk pula MPR Sementara (MPRS) yang semua anggotanya dipilih oleh Soekarno.

Bung Tomo dan beberapa tokoh lainnya memprotes kebijakan Soekarno tersebut. Kebijakan tersebut dianggap menghilangkan salah satu fungsi DPR yakni fungsi pengawasan. 

Kebijakan Soekarno dianggap tidak sah dan tidak berlandaskan hukum. Sejak peristiwa itu, nama Bung Tomo terkenal di mata publik yang berani menentang kebijakan Soekarno. Bahkan banyak yang menduga  Bung Tomo dan Soekarno memang berseberangan.

 

Bersambung

 

(Kezia Priscilla - Mahasiswa UMN)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya