Liputan6.com, Jakarta - Seumur hidupnya, Suzzanna yang berjuluk Ratu Horor Indonesia 2 kali meraih nominasi Piala Citra lewat Ratu Ilmu Hitam dan Pulau Cinta.
Ratu Ilmu Hitam (Sisworo Gautama Putra, 1981) mahakarya pada eranya. Ratu Ilmu Hitam meraih 5 nominasi Piala Citra untuk Tata Artistik, Editing, Fotografi, Pemeran Pendukung Pria, dan Pemeran Utama Wanita Terbaik.
Kritikus menyebut Ratu Ilmu Hitam warisan Suzzanna untuk film Indonesia pada umumnya dan penggila horor khususnya. Di tangan Kimo, apa jadinya Ratu Ilmu Hitam versi 2019?
Baca Juga
Advertisement
Yang sudah menonton versi klasik Ratu Ilmu Hitam tentu paham, film ini bicara soal fitnah, balas dendam, dan ilmu hitam dalam hal ini teluh. Versi 1981 dimulai dengan ambyarnya pesta pernikahan Kohar dan Baedah.
Pengantin kesurupan. Atraksi reog yang ditanggap mengamuk. Dari hasil penerawangan para sesepuh, ini akibat teluh yang datang dari arah Barat. Kohar menduga Murni, mantan pacar yang pernah dinodainya, sebagai dalang. Prasangka ini berbuntut tindakan anarkis. Rumah Murni dibakar massa. Murni sendiri dilempar ke jurang.
Panti Asuhan
Ratu Ilmu Hitam versi Kimo Stamboel dan Joko Anwar tak bicara soal prasangka terhadap mantan. Ratu Ilmu Hitam tak menempatkan diri sebagai prekuel (layaknya Pengabdi Setan tahun 2017), apalagi sekuel. Joko Anwar memformat Ratu Ilmu Hitam sebagai tribut kepada versi klasik yang dinilai menetapkan standar baru bagi genre memedi kala itu. Maka kita tak melihat Kohar atau Gendon, dukun yang kala itu memperalat Murni untuk menuntut balas. Dan sebagai ganti ingar bingar perkampungan, ada panti asuhan.
Panti Asuhan Tunas yang dikelola Bandi (Yayu) hari itu sepi. Anak-anak panti tengah berwisata menggunakan bus. Bandi jatuh sakit, sampai tak bisa bicara atau bangun dari ranjang. Tiga anak panti yang kini sukses, datang menjenguk. Hanif (Ario) datang bersama istrinya, Nadya (Hannah) serta tiga anak mereka yakni Sandi (Ari), Dina (Zara), dan Haqi (Muzakki). Anton (Tanta) dan Jefri (Miller) juga datang bareng istri masing-masing yakni Eva (Imelda) dan Lina (Salvita). Semula reuni mantan anak panti berlansung meriah.
Advertisement
Versi Klasik
Suasana menjadi kacau saat Hanif menyadari bagian depan mobilnya ada bercak darah dan rambut. Ia teringat menabrak sesuatu dalam perjalanan menuju panti. Kala itu Hanif berhenti, mengecek, lalu mendapati bangkai rusa terkapar di pinggir jalan. Penasaran, Hanif ditemani Anton kembali ke kilometer 81 tempat tabrakan terjadi. Alangkah syok, mereka mendapati seorang perempuan tergeletak di selokan yang mengering. Tak jauh dari situ, Hanif melihat bus berisi anak-anak yang tewas dengan kepala berlumur darah.
Di tangan Joko dan Kimo, Ratu Ilmu Hitam mengambil esensi dari versi klasiknya. Joko merentangkan tiga benang merah (yakni fitnah, dendam, dan teluh) yang melintasi kurun waktu 38 tahun. Ajaibnya tiga benang merah ini tetap terasa relevan dan sama mematikannya. Elemen fitnah didapat dari masa lalu. Unsur teluh diperoleh dari masa kini. Jembatan yang menghubungkan keduanya, dendam. Dalam Ratu Ilmu Hitam versi jadul, kita melihat Murni yang diperankan Suzzanna berproses dari terbuang menjadi diva perteluhan.
Tokoh Perempuan
Proses transformasi digambarkan cukup detail dan bermuara pada tumbangnya para korban. Joko bertutur dari sudut pandang sebaliknya. Yang digambarkan detail oleh Timo sejak awal yakni dampak teluh (dari pihak korban). Kemudian, kita dibimbing untuk mencari sumbernya. Yang bekerja memvisualkan teror adalah sinematografer, penata rias, artistik, dan efek visual. Kolaborasi empat divisi ini mendefinisikan satu kata: mengerikan. Teluh atau tenung adalah “seni hitam” untuk mencelakakan orang lain dari jauh dengan beragam teknik.
Kimo menjabarkannya dalam banyak metode dari mengendalikan pikiran korban, menggerakkan bagian tubuh korban, hingga mengirim sesuatu untuk korban. Ini dilakukan bertubi-tubi hingga penonton tak punya kesempatan untuk menghela napas barang sejenak. Yang juga membedakan dari versi klasiknya, Ratu Ilmu Hitam menampilkan lebih banyak tokoh perempuan. Salah satu atau salah duanya jahanam. Beberapa dari mereka mencurigakan. Dalam pencarian ratu sesungguhnya, prasangka kita diarahkan ke beberapa orang.
Advertisement
Parade Teror
Kimo menerjemahkan naskah Joko hingga kita terus menebak dan baru terjawab di 30 menit terakhir. Ratu Ilmu Hitam parade teror tanpa ampun. Film ini menyimpan momen-momen maut. Dua di antaranya benar-benar “menjengkelkan” buat kami. Pertama, saat rekaman video diputar lalu penonton mendengar suara-suara yang mendekat. Kedua, saat sang ratu akhirnya menampakkan diri dan melakukan atraksi yang bikin syok. Saking syoknya kami sampai menjerit seraya mencengkeram lengan penonton yang duduk di samping kiri.
Efek ngeri dari munculnya sang ratu sama seperti ketika kali pertama Bibi Darmina (diperankan Ruth Pelupessy, dalam film Pengabdi Setan, 1980) menampakkan jati dirinya yang asli. Bikin waswas. Kita tahu tujuan akhirnya namun tak tahu apa yang akan dilakukannya untuk sampai ke sana. Soal membuat selubung misteri, Joko Anwar jagonya. Meski demikian ada catatan yang patut diingat. Khususnya, adegan pencarian anak hilang di ruang tengah yang melibatkan Dina. Belum juga bergerak banyak Dina sudah melapor. Kurang meyakinkan.
Tampil Apik
Para aktor di film ini tampil apik, tidak luar biasa memang, tapi porsinya pas. Mereka menampilkan emosi beragam dari canggung, jaga jarak, menyimpan prasangka, panik, kalut, marah, dan tak tahu harus berbuat apa. Sebatas itu dan kita percaya akan kengerian yang mereka hadapi. Ratu Ilmu Hitam adalah brand besar di eranya. Saat dibuatkan tribut dengan esens yang sama, hampir dapat dipastikan penonton akan menyukainya. Ini calon film sejuta penonton berikutnya.
Bagi yang tak sempat menonton versi aslinya, jangan buru-buru meninggalkan bioskop saat Ratu Ilmu Hitam selesai. Ada sejumlah potongan adegan versi 1981 yang memperlihatkan kengerian sekaligus kecantikan Sang Ratu Ilmu Hitam, Suzzanna.
Pemain: Ario Bayu, Hannah Al Rashid, Ari Irham, Zara JKT48, Muzakki Ramdhan, Tanta Ginting, Imelda Therine, Miller Khan, Salvita Decorte, Yayu Unru
Produser: Gope T. Samtani
Sutradara: Kimo Stamboel
Penulis: Joko Anwar
Produksi: Rapi Film, Sky Media
Durasi: 1 jam, 40 menit
(Wayan Diananto)
Advertisement