Liputan6.com, Jakarta - Tren perlambatan ekonomi dunia yang semakin nyata mengancam sejumlah negara-negara besar di dunia terjerembab ke lubang resesi.
Di tengah perlambatan ekonomi global, Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Rosmaya Hadi menuturkan, ada 2 hal yang harus menjadi fokus Pemerintah guna menghadapi situasi ekonomi saat ini.
"Pertama tentang kondisi ketidakpastian global. Ini akan panjang dan kita harus waspadai itu," tuturnya di Jakarta, Kamis (7/11/2019).
Selain itu, dia bilang, Pemerintah juga harus mengoptimalkan kemajuan teknologi saat ini dengan meningkatkan daya saing terhadap produk-produk ekspor dalam negeri.
Baca Juga
Advertisement
"Kedua tentang adanya kemajuan teknologi. Kemajuan industri 4.0 yang harus disikapi oleh kita untuk pertahankan daya saing produk-produk kita. Jadi ada dua hal itu harus kita segera bergandengan tangan di negeri ini untuk menyikapi dua hal tersebut," kata dia.
Pihaknya menjelaskan, peningkatan daya saing produk Indonesia menjadi krusial sebagai upaya mengurangi defisit transaksi berjalan yang dialami Indonesia.
"Persoalan negeri kita ini karena CAD. Kita sama-sama tahu ekspor kita perlu digenjot supaya lebih tinggi ekspornya daripada impor. Kita sadari, menggenjot ekspor itu perlu waktu. Karena barang-barang yang kita produksi harus memiliki daya saing yang tinggi kualitasnya," pungkasnya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
BI Optimistis Ekonomian Indonesia Stabil hingga Akhir Tahun
Bank Indonesia (BI) mengaku optimistis kondisi perekonomian Indonesia akan tetap terjaga hingga akhir 2019. Apalagi sejumlah kebijakan sudah dikeluarkan Bank Sentral untuk menjaga stabilitas dalam negeri.
Gubernur BI, Perry Warjiyo mengungkapkan, sejauh ini pihaknya sudah memangkas suku bunga acuan sebesar 100 basis poin (bps) selama empat bulan berturut-turut hingga di level 5 persen. Pelonggaran likuiditas juga diberikan dengan menurunkan giro wajib minimum (GWM) sebesar 50 bps pada Juni 2019.
"Sejak tahun ini, semua instrumen kami keluarkan untuk menjaga stabilitas dan mendorong pertumbuhan ekonomi," ujar Perry di Jakarta, Kamis (31/10).
BI memperkirakan hingga akhir tahun inflasi diprediksi akan terkendali di 3,3 persen. Angka ini masih terjaga dari sasaran pemerintah yang sebesar 3,5 persen dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2019.
"Inflasi sampai akhir tahun 3,3 persen. Tahun depan 3 persen, rendah dan stabil, sehingga mendorong daya beli," ucao dia.
Kemudian, nilai tukar Rupiah juga diperkirakan akan stabil di level Rp14.000 per USD hingga akhir tahun. "Bahkan tadi pagi sempat di bawah Rp14.000 per USD," imbuhnya.
Tak hanya itu, defisit neraca berjalan (current account deficit/CAD) sepanjang tahun 2019 diperkirakan berada di kisaran 2,5 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Di sisi lain, cadangan devisa (cadev) juga dinilai akan tetap terjaga, tercermin hingga akhir September 2019 tercatat sebesar USD 124,3 miliar.
Posisi cadev tersebut setara dengan pembiayaan 7,2 bulan impor atau 7,0 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri Pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor.
"Arus modal asing lebih dari cukup dan posisi cadev juga lebih dari cukup," kata Perry.
Oleh sebab itu, berdasarkan seluruh proyeksi tersebut Perry memastikan kondisi perekonomian nasional masih cukup baik di tengah kondisi gejolak ekonomi global. "Kami kerja keras, kami yakini stabilitas keuangan kuat. Kita harus pastikan itu," tutupnya.
Reporter: Dwi Aditya Putra
Sumber: Merdeka.com
Advertisement