Liputan6.com, Bali - Bukan tidak mungkin larangan iklan gula --sama halnya seperti iklan rokok-- dilakukan pemerintah supaya jumlah pasien diabetes di Indonesia tidak terus bertambah.
Namun, Ketua Umum Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI) Prof DR dr Ketut Suastika, SpPD - KEMD, mengatakan, persoalan diabetes ini tidak melulu soal konsumsi gula.
Advertisement
Bahkan, Suastika menyebut bahwa gula bukan biang kerok terjadinya salah satu penyakit mematikan di negara ini.
"Diabetes sendiri yang paling penting adalah obesitas, bukan gula," kata Suastika dalam Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) Indonesian Health Economic Association (InaHEA) ke-6 di Bali Nusa Dua Convention Center pada Rabu, 6 Oktober 2019.
Dalam diskusi bertemakan Economic of Diabetes Mellitus and Innovative Policy, pembahasan meliputi strategi yang bisa dilakukan guna mencegah komplikasi diabetes.
Saat ini, Indonesia menduduki rangking 6 dunia untuk jumlah pengidap diabetes yakni ada sekitar 10,4 juta diabetesi. Penyakit komplikasi tersebut telah menelan dana Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) paling besar.
Jika cara seperti itu dirasa berat, Suastika menganjurkan agar di lingkungan sekolah tidak boleh menjual makanan cepat saji atau junk food. Melainkan harus makanan-makanan yang ada sayurnya. "Harus ada policy (kebijakan) memang," ujarnya.
Suastika, menilai, dua langkah tersebut berat karena tidak semua sekolah menyediakan halaman untuk berolahraga. "Sekolah bermunculan, universitas bermunculan, tapi tidak siap menyediakan ruang untuk beraktivitas fisik di situ," katanya.
"Juga di lingkungan kita. Pemerintah lebih senang membangun mal-mal, gedung-gedung tapi tidak menyediakan fasilitas umum untuk joging, misalnya. Ini yang seharusnya ditekankan untuk mencegah diabetes," katanya.
Saksikan juga video menarik berikut:
Bicara Diabetes, Bicara Juga Soal Obesitas
Lebih lanjut, Suastika mengatakan bahwa berbicara soal obesitas, bicara pula mengenai pola makan dan dan olahraga.
Ini merupakan dua hal sederhana yang siapa saja bisa melakukannya, tetapi tidak semua mau melakukannya.
"Itu persoalannya," Suastika menekankan.
"Kalau terkait dengan, anggaplah, misalnya pelarangan seperti rokok, kita bisa saja melakukan hal tersebut," katanya.
Bila mau melakukan hal tersebut, bisa dimulai dari sekolah-sekolah dengan mulai mengajarkan seluruh murid tentang makanan sehat.
"Ini kan lifestyle sebenarnya. Hidup sehat, berolahraga dan bagaimana mengurangi makan supaya tidak gemuk," ujarnya.
Menurut Suastika, tidak perlu adanya pelarangan iklan gula. Sebab, kalau pemahaman masyarakat Indonesia tentang hidup yang sehat sudah bagus, prevalensi diabetes dapat dicegah.
"Misal, di sekolah-sekolah, SD atau paling tidak SMP, yang gemuk jangan disuruh pulang dulu. Seperti di Singapura, (murid yang gemuk) harus berolahraga dulu, dan diberi edukasi tentang makanan biar mereka tidak gemuk di kemudian hari," katanya.
Advertisement