Liputan6.com, Jakarta Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun ini terus melambat sejak kuartal I . Data terbaru Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, ekonomi Indonesia hanya di posisi 5,02 persen pada kuartal III-2019.
Dalam kondisi seperti ini, banyak pihak mengatakan akan sulit bagi Indonesia mencapai target pertumbuhan ekonomi. Namun, ada beberapa hal yang bisa dipertahankan.
Baca Juga
Advertisement
"Konsumsi rumah tangga kita kan masih besar, itu bisa dijaga dari sisi pemerintah agar tidak membuat kebijakan yang mengganggu daya beli masyarakat. Setidaknya ekonomi akan bertahan di kisaran 5 persen lah," ungkap peneliti Indef Abdul Manap Pulungan di Jakarta, Kamis (07/11/2019).
Opsi ini disarankan karena jika mengandalkan investasi dan perkembangan industri akan butuh waktu lebih lama.
Founder lembaga riset dan kebijakan ekonomi Sigma Phi Indonesia, Arif Budimanta turut menilai, meskipun ekonomi masih tumbuh positif, tetapi realisasi data pertumbuhan terbaru ini menjadi peringatan bahwa perekonomian nasional tengah menghadapi masalah struktural.
Ini yang membuat ekonomi belum mampu tumbuh cepat seperti yang diinginkan oleh Presiden Joko Widodo, yakni di atas 7 persen.
Selain itu, ekonomi nasional diperburuk dengan kondisi ekonomi global yang melambat dan risiko ketidakpastian yang meningkat.
"Komponen ekspor bersih maupun investasi yang diharapkan tumbuh tinggi dan mengubah struktur PDB justru mengalami perlambatan yang cukup signifikan sehingga belum berhasil mentransformasi struktur PDB Indonesia yang hingga saat ini masih sangat didominasi oleh sektor konsumsi," ujar dia beberapa waktu lalu.
Pemerintah Harus Bergerak Cepat Atasi Perlambatan Pertumbuhan Ekonomi
Badan Pusat Statistik (BPS) merilis data pertumbuhan ekonomi triwulan III 2019 dimana produk domestik bruto Indonesia tumbuh sebesar 5,02 persen (yoy). Pertumbuhan ini melambat dibandingkan kuartal sebelumnya yang tumbuh 5,05 persen, juga melambat dibandingkan kuartal yang sama pada tahun lalu yang tumbuh 5,17 persen.
Founder lembaga riset dan kebijakan ekonomi Sigma Phi Indonesia, Arif Budimanta menilai, meskipun ekonomi masih tumbuh positif, tetapi realisasi data pertumbuhan terbaru ini menjadi peringatan bahwa perekonomian nasional tengah menghadapi problem struktural sehingga belum mampu tumbuh cepat seperti yang diinginkan oleh Pak Presiden Jokowi yakni diatas 7 persen.
Selain itu, ekonomi nasional diperburuk dengan kondisi ekonomi global yang melambat dan risiko ketidakpastian yang meningkat.
"Komponen Ekspor Bersih maupun Investasi yang diharapkan tumbuh tinggi dan mengubah struktur PDB justru mengalami perlambatan yang cukup signifikan sehingga belum berhasil mentransformasi struktur PDB Indonesia yang hingga saat ini masih sangat didominasi oleh sektor konsumsi," ujar dia dalam keterangan tertulis di Jakarta, Selasa (5/11/2019).
BACA JUGA
Jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2018 lalu, andil investasi dan ekspor bersih terhadap pertumbuhan telah menurun. Pada tahun lalu pembentukan modal tetap bruto (PMTB) memiliki andil 2,24 persen terhadap pertumbuhan ekonomi, sedangkan pada tahun ini hanya sebesar 1,38 persen.
Meskipun andil ekspor bersih membaik yakni dari -1,1 persen pada triwulan III 2018 menjadi positif 1,81 persen pada triwulan III 2019, tetapi lebih disebabkan karena impor yang terkontraksi 8,61 persen (yoy) sedangkan ekspor hanya tumbuh 0,02 persen.
Angka lain yang menjadi sorotan Arif adalah pertumbuhan pengeluaran konsumsi pemerintah yang hanya tumbuh 0,98 persen sehingga daya dorongnya terhadap perekonomian nasional hanya sebesar 0,08 persen pada triwulan III 2019 ini. Kecilnya dorongan konsumsi pemerintah ini cukup mengejutkan karena biasanya pada kuartal III dan IV konsumsi pemerintah menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi yang signifikan.
Arif menegaskan, selain mempercepat belanja pemerintah pada kuartal berikutnya, banyak potensi ekonomi nasional yang masih bisa dimanfaatkan untuk mendorong pertumbuhan sekaligus mengubah struktur ekonomi menjadi lebih berkualitas dan berkeadilan.
Pertama, memanfaatkan tren penurunan suku bunga di tingkat global yang diiringi dengan banjir likuiditas di pasar keuangan global untuk mendorong kemajuan UMKM di Indonesia.
“Hasil simulasi yang kami lakukan jika kita mampu mendorong 10 persen dari pelaku UMKM untuk naik kelas (mikro menjadi kecil, kecil menjadi menengah, dst) maka ekonomi kita dapat tumbuh 7,3 persen per tahun” ujar arif.
Tonton Video Ini:
Advertisement