Liputan6.com, Jakarta - Polri diingatkan tak menciptakan budaya politik jabatan atas dasar kedekatan dengan penguasa karena dapat memunculkan resistensi dalam institusi Korps Bhayangkara. Elite politik diminta juga tak mengintervensi sosok Kabareskrim yang akan dipilih dan memahami merit system (sistem promosi berdasarkan prestasi) di institusi Polri.
Pengamat pertahanan dan keamanan Mufti Makarim menyampaikan tanpa adanya merit system, personel Polri tak akan lagi memikirkan karir melalui pendidikan dan pengabdian yang profesional.
Advertisement
“Tapi dia akan mencari akses kepada penguasa untuk bisa menempati jabatan. Itu tidak sehat. Di sisi lain, pemerintah ataupun dari kalangan elite juga harus memahami bahwa tugas kita bersama untuk menjaga merit system di internal kepolisian ini,” ucap Mufti saat diskusi bertajuk “Menata Organisasi Polri di Bawah Kapolri Baru” di Jakarta, Kamis (7/8/2019).
“Jangan hanya karena kita mencari siapa yang disukai kita merusak apa yang sudah baik di dalam sistem ini,” lanjut Mufti.
Ia menambahkan, faktor lain yang tak kalah penting adalah mengedepankan senioritas yang berpengalaman sesuai jenjang karir. Hal itu menurutnya sangat vital untuk mengukur kemampuan beradaptasi dengan persoalan yang ada serta pengalaman membangun komunikasi di masyarakat.
“Karena bagaimanapun juga persoalan itu kan ada di masyarakat, kalau polisi tidak punya koneksi yang positif dengan masyarakat tentunya akan ada hambatan dalam pelaksanaan tugas sebagai Kabareskrim ke depan. Ketiga, yang juga menjadi PR adalah kalau telah diterima (sebagai Kabareskrim) dia bisa menjadi pemimpin yang menjadi inisiator dan penggerak bagi kebijakan yang akan dijalankan,” jelas Mufti.
Perihal kemungkinan resistensi jika pemilihan Kabareskrim diintervensi muatan politik, Mufti memaparkan bahwa seorang anggota Polri sampai pada pangkat dan jabatan tertentu telah menempuh proses-proses syarat dasar yang harus dipenuhi.
“Nah tiba-tiba kemudian ada orang yang mereka anggap prosesnya tidak berdarah seperti mereka, tidak seketat yang mereka alami tapi hanya karena dia bisa dikatakan campur tangan atau intervensi kekuasaan akhirnya terpilih. Bisa dibayangkan misalnya kenyamanan dalam bekerja, kepatuhan dan ketaatan, apalagi kalau sampai menyangkut angkatan,” kata Mufti berkomentar.
“Kalau tidak solid di internal, ada fraksi-fraksi, konflik kerugiannya adalah terhadap institusi dan pelayanan masyarakat secara umum,” imbuhnya.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Harus Terapkan Merit System
Di lokasi yang sama, Wakil Direktur Imparsial, Gufron Mabruri mengingatkan, kepolisian saat ini harus betul-betul menjaga dan menerapkan merit system dan menghindari intervensi politik yang bisa merusak kinerja kepolisian.
"Yang dipertaruhkan adalah masalah trust jika intervensi politik masuk terlalu jauh. Misalnya saja dalam pemilihan Kabareskrim, jangan mengutamakan faktor kedekatan dan perkawanan. Harus dengan merit system," kata Gufron Mabruri.
Dijelaskannya, dalam agenda reformasi kepolisian banyak catatan yang memerlukan pertimbangan. Apalagi selama ini kepolisian sebagai institusi yang citranya banyak mendapat sorotan.
"Terkait dengan peristiwa politik belakangan ini polisi banyak catatan negatif, misalnya penanganan soal keamanan dan ketertiban publik seperti unjuk rasa. Itu tantangan bagi kepolisian bagaimana mendorong kembali reformasi kepolisian terhadap perubahan dinamika perubahan sosial, hukum, ekonomi yang demikian cepat. Polisi ke depan harus betul-betul diharapkan publik," ucapnya.
Sementara Wakil Koordinator KontraS, Feri Kusuma menjelaskan, merit system di tubuh kepolisian memang penting untuk dilakukan. Terutama di jabatan-jabatan strategis kepolisian, mulai dari Kabareskrim, Kapolda, ataupun Kapolres.
"Merit system penting untuk penempatan jabatan strategis di kepolisian. Tidak hanya kabareskrim, tapi juga hingga penunjukan Kapolda dan Kapolres-Kapolres," kata Feri Kusuma.
Menurutnya, penempatan jabatan strategis melalui merit system penting dilakukan karena pekerjaan kepolisian bersentuhan langsung dengan masyarakat. Jika mengabaikan hal ini, maka dikhawatirkan bisa mengganggu kinerja kepolisian.
"Semua ini berhubungan dengan kinerja kepolisian terkait dengan penegakan hukum. Tugas mereka sangat dekat dengan rakyat. Bareskrim ujung tombak penegakan hukum, harus orang yang tepat dan punya kemampuan dan mau menggunakan pendekatan preventif. Orang yang sudah teruji dan jangan diisi orang-orang yang tidak tepat," kata Feri.
Advertisement