Bank di ASEAN Terancam Kehilangan Pendapatan USD 5 Miliar di 2025

Kehilangan pendapatan bank ini disebabkan semakin berkembangkan teknologi finansial

oleh Bawono Yadika diperbarui 07 Nov 2019, 20:15 WIB
Petugas melakukan pengepakan lembaran uang rupiah di Bank Mandiri, Jakarta, Kamis (21/12). Bank Indonesia (BI) mempersiapkan Rp 193,9 triliun untuk memenuhi permintaan uang masyarakat jelang periode Natal dan Tahun Baru. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Riset teranyar Accenture yang dipublikasikan pada 7 November 2019 bertajuk Survei Pembayaran Perbankan: Dua Cara untuk Menang menyebutkan bisnis pembayaran perbankan di Asia Tenggara akan terancam imbas perkembangan teknologi finansial (tekfin) atau pembayaran digital di masa mendatang.

Sebanyak 14,3 persen dari pendapatan pembayaran perbankan di Asia Tenggara atau setara USD 5 miliar akan tergeser oleh pertumbuhan pembayaran digital dan persaingan dari non-bank. Ini disebabkan pembayaran digital menjadi jauh lebih instan, tidak terlihat dan gratis.

Laporan ini menemukan bahwa pendapatan pembayaran di wilayah tersebut kemungkinan akan tumbuh 6,1 persen secara tahunan, dari semula USD 26 miliar di 2019 menjadi USD 37 miliar pada tahun 2025.

Bank yang mengubah model bisnis mereka dengan mengadopsi teknologi terbaru dan fokus pada penyediaan layanan bernilai tambah akan memperoleh untung, yaitu mendapatkan bagian dari pertumbuhan pendapatan tambahan sebesar USD 11 miliar.

Laporan ini didasarkan pada model analisis risiko pendapatan yang dikembangkan Accenture untuk mengukur tren dalam cara konsumen membayar dan memproyeksikan perubahan dalam perilaku pedagang, teknologi, dan regulasi.

Penelitian ini dilengkapi dengan survei terhadap 240 eksekutif pembayaran di bank-bank di 22 negara untuk menentukan bagaimana mereka berencana untuk memitigasi dan memanfaatkan gangguan pembayaran untuk menumbuhkan loyalitas pelanggan, pendapatan, dan profitabilitas.

"Dunia pembayaran instan, tak terlihat dan gratis ada di sini untuk tetap merapatkan margin lebih jauh pada bisnis yang sudah merasakan banyak tekanan dari persaingan baru, khususnya di Asia Tenggara dengan proliferasi dompet elektronik," kata Divyesh Vithlani yang memimpin praktik Jasa Keuangan Accenture di ASEAN.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Tekanan Lebih Lanjut

Kantor PT Bank Central Asia Tbk (BCA). saat ini transpormasi digital BCA melalui internet dan mobile banking, dan berbagai aplikasi, fitur, alat pembayaran nontunai.

Survey ini juga menjelaskan, dalam enam tahun ke depan, bank akan menghadapi tekanan lebih lanjut pada pendapatan dari transaksi kartu dan biaya, dengan pembayaran gratis menempatkan 9,6 persen dari pendapatan pembayaran dalam risiko di wilayah tersebut.

Selain itu, persaingan dari non-bank dalam pembayaran tidak terlihat - di mana pembayaran diselesaikan dalam 'dompet virtual' pada aplikasi atau perangkat seluler - akan menempatkan 3,1 persen dari pendapatan bank dalam risiko.

Perpindahan kartu dengan pembayaran instan, di mana dana diselesaikan dan ditransfer secara real-time dan bank tidak menghasilkan bunga, diproyeksikan akan menempatkan tambahan 1,7 persen dari pendapatan pembayaran dalam risiko.

“Pasar pembayaran sedang booming dan ada peluang bernilai miliaran dolar bagi mereka yang mau berinvestasi dalam teknologi dan model bisnis baru berdasarkan lanskap digital baru di masa depan. Bank-bank yang tertinggal di belakang risiko terdegradasi ke saluran pembayaran," pungkas dia.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya