Jejak Raden Mattaher, Singo Kumpeh yang Bikin Penjajah Belanda Ciut

Punya segudang taktik gerilya, Raden Mattaher dijuluki para prajuritnya sebagai Singo Kumpeh.

oleh Gresi Plasmanto diperbarui 08 Nov 2019, 19:00 WIB
Makam Jari Kelingking Raden Mattaher di Desa Muarajambi, Kecamatan Maro Sebo, Kabupaten Muarojambi. (Liputan6.com/Gresi Plasmanto)

Liputan6.com, Jambi - Nama Raden Mattaher sampai sekarang sudah tidak asing ditelinga masyarakat Jambi. Sebagai panglima perang, ia mempunyai peran yang sentral dalam menumpas penjajah Belanda pada masa kolonial di wilayah Jambi. 

Meski sudah dikenal sebagai sosok pejuang, nama Raden Mattaher belum diakui sebagai pahlawan nasional. Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah setempat dengan mengabadikan Raden Mattaher menjadi nama rumah sakit umum, termasuk juga mengusulkan supaya ditetapkan pahlawan nasional bersanding dengan nama Sultan Thaha Saifuddin.

Terlepas belum ditetapkan menjadi pahlawan nasional. Peran perjuangan Raden Mattaher yang bahu-membahu bersama warga dalam mengusir penjajah perlu terus dikenang nilai-nilai dan tanda jasanya.

Sosoknya dengan segudang taktik gerilya, Raden Mattaher mampu menggempur serdadu Belanda. Oleh prajurit dan masyarakatnya dimasa itu, ia mendapat gelar Singo Kumpeh. Julukan itu diberikan karena keberingasannya layaknya singa dalam menumpas penjajah.

Dosen Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Jambi, Irhas Fansuri menjelaskan, saat melawan penjajahan Belanda, Raden Mattaher bertugas sebagai panglima perang. Ia membentuk kantong-kantong dan barisan pertahanan serta barisan perlawanan yang bergerak di terotirial dari Muaro Tembesi sampai ke Muaro Kumpeh.

"Pola serangan yang difokuskan Raden Mattaher adalah dengan menyerang kapal-kapal perang Belanda yang masuk ke Jambi lewat jalur sungai. Kapal-kapal perang Belanda itu membawa personil, obat medis dan amunisinya," kata Irhas kepada Liputan6.com, Kamis (7/11/2019).

Berkat taktik perangnya yang memfokuskan pada pola menyerang kapal yang bermuatan personil tentara dan amunisinya itu, Raden Mattaher paling ditakuti oleh tentara Belanda. Pada tahun 1858 Sultan Thaha dan Raden Mattaher berhasil menenggelamkan kapal perang Belanda di perairan Sungai Kumpeh Muaro Jambi.

"Peristiwa (penenggalaman kapal) itulah menjadi tonggak sejarah dan membuatnya digelari sebagai Singo Kumpeh," ujar Irhas.

Sementara itu, Indonesiana sebuah platform kebudayaan milik Kemendikbud menulis, dalam silsilah Raden Mattaher bin Raden Kusen gelar Pangeran Jayoninggrat bin Pangeran Adi bin Raden Mochamad gelar Sultan Mochammad Fachruddin lahir di dusun Sekamis, Kasau Melintang Pauh, Air Hitam, Batin VI, Jambi. Ia lahir tahun 1871 dari pasangan Pangeran Kusin dan Ratumas Esa (Ratumas Tija).

Ibu Raden Mattaher kelahiran Mentawak, Air Hitam Pauh yang dahulunya adalah daerah tempat berkuasanya Temenggung Merah Mato. Dia merupakan cucu Sultan Taha Syaifuddin, pahlawan nasional dari Jambi. Hubungannya adalah ayah Raden Mattaher bernama Pangeran Kusin adalah anak Pangeran Adi, saudara kandung Sultan Taha Syaifudin.

Dalam litearur lisan secara turun temurun di masyarakat, Irhas menyebut, perjuangan Raden Mattaher berakhir pada 10 September 1907. Ia  ditembak mati di rumahnya sendiri dalam sebuah operasi militer Belanda.

Kemudian jasad Raden Mattaher dimakamkan di komplek pemakaman raja-raja Jambi di tepi Danau Sipin Kota Jambi. Selain itu jari kelingking Raden Mattaher juga dimakamkan di sebuah desa di Muaro Jambi.

"Setelah Raden Mattaher gugur, perjuangannya diteruskan oleh siapa?. Sampai saat ini belum ada jawaban yang pasti. Tapi yang jelas ada nilai-nilai dan teladan uang terkandung dalam jiwa kepahlawanan dari seorang Raden Mattaher," kata Irhas.

 


Makam Kelingking Raden Mattaher

Tepatnya di Desa Muaro Jambi, Kecamatan Maro Sebo, Kabupaten Muaro Jambi, jejak perjuangan dan peninggalan dari Raden Mattaher saat ini masih ditemukan. Rumah panggung milik Raden Mattaher yang terbuat dari papan dan menjadi tempat gugurnya sang pahlawan itu masih berdiri kokoh.

Di rumah tersebut terdapat lubang bekas tembakan peluru tentara Belanda. Tak jauh dari rumahnya, jejak dari sang pejuang itu ada makam jari kelingking. Di lokasi itu menjadi tempat ditemukannya jari kelingking Raden Mattaher setelah gugur melawan penjajah.

Masyarakat di Desa Muarajambi yakin bahwa makam jari kelingking itu milik Raden Mattaher. Jari tersebut, menurut cerita sejarah yang berkembang di masyarakat saat itu jari sang pejuang putus dan tertinggal dalam sebuah pertempuran hebat melawan Belanda di desa tersebut sekitar tahun 1907.

Sewaktu perang melawan Belanda, Raden Mattaher gugur dan jari kelingkingnya tercecer. Beruntung kata Irhas, masyarakat dapat mengidentifikasi jari itu adalah milik sang pejuang Singo Kumpeh karena di jarinya itu terdapat tanda inai atau semacam pemerah kuku.

"Masyarakat bisa mengenali itu jari kelingking Raden Mattaher karena sebelum terjadi perang, ia sempat dipakaikan inai pada jarinya," kata Irhas.

 


Gelar Pahlawan Nasional

Menurut Irhas, pengajuan nama Raden Mattaher supaya menjadi pahlawan nasional harus melalui mekanisme dan prosedur.  Berdasarkan UUD No 20 Tahun 2009 tentang gelar, jasa dan tanda kehormatan. Dalam UUD tersebut, menyebutkan bahwa seseorang dapat disebut sebagai seorang pahlawan nasional adalah warga Indonesia yang telah berjuang melawan penjajah di wilayah NKRI. Di Jambi saat ini baru ada nama Sultan Thaha yang lebih dulu mendapat gelar pahlawan nasional.

"Jadi intinya pengajuan sebagai gelar pahlawan nasional harus melalui prosedur yang panjang, perlu kajian dan sumber-sumber yang otentik, saat ini yang ada baru literatur lisan turun temurun di masyarakat," ucap Irhas.

Pemerintah Provinsi Jambi telah beberapa kali menggelar seminar tentang kiprah Raden Mattaher dalam bentuk kajian ilmiah untuk pengajuan gelar pahlawan nasional. Akan tetapi hasil kajian tersebut, belum maksimal.

Irhas menjelaskan, sewaktu menghadiri undangan seminar Tim Penelitian dan Pengkaji Gelar Daerah (TP2GD) menyatakan bahwa secara substansi Raden Mattaher telah menginspirasi rakyat Jambi karena perjuangannya melawan penjajah.

Sehingga pada akhirnya, nama Raden Mattaher telah diabadikan dalam berbagai monumen penting di wilayah Provinsi Jambi yang memiliki slogan "sepucuk jambi sembilan lurah". Seperti untuk nama Rumah Sakit, Jalan, Yayasan, Sekolah dan nama Lapangan Tembak Raden Mattaher.

"Terkait kesepakatan bersama ahli waris sekaligus surat pengesahan silsilah itu masih ada data yang perlu diverifikasi sesuai dengan metode dan metodologi penulisan sejarah," pungkas Irhas.

 

Simak juga video pilihan berikut ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya