BPKP Siap Audit Utang-Piutang Sriwijaya dan Garuda

BPKP belum menerima permintaan audit Sriwijaya Air dan Garuda Indonesia dari pemerintah.

oleh Liputan6.com diperbarui 10 Nov 2019, 16:00 WIB
Pelaksana tugas (plt) Kepala BPKP, Iswan Elmi.

Liputan6.com, Jakarta - Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) siap melakukan audit perkara utang piutang antara Garuda Indonesia Group dan Sriwijaya Air Group. Seperti diketahui kedua maskapai nasional tersebut tengah terbelit masalah terkait utang piutang.

Pelaksana tugas (plt) Kepala BPKP, Iswan Elmi mengatakan, pihaknya siap melakukan audit tersebut. Namun dia mengaku hingga saat ini pihaknya belum menerima permintaan audit.

“Iya (belum menerima permintaan audit). Saya baru dengar dari media. Ya namanya pelayan masyarakat ya harus siap,” kata dia saat ditemui di STAN Bintaro, Tangerang Selatan, Minggu (10/11/2019).

Iswan menjelaskan proses audit itu nantinya harus melibatkan perwakilan dari kedua belah pihak setelah permintaan audit digulirkan.

“Kecuali masalah pidana tindak pidana korupsi yaitu enggak perlu persetujuan itu, inisiatif dari penegak hukum biasanya,” ujarnya.

Baru setelah itu, lanjutnya, BPKPdapat memberikan klarifikasi dan menerapkan langkah-langkah yang bisa ditempuh.

“Ya satu hari juga cukup kalau ngumpulin datanya asal ceplak-ceplok aja kan bisa,” ujarnya.

Reporter: Yayu Agustini Rahayu

Sumber: Merdeka.com

 


Garuda dan Sriwijaya Air Kembali Memanas, Menko Luhut Turun Tangan

Rencananya, 188 turis Malaysia akan didaratkan di Bandara International Hanandjoedin, Belitung dengan maskapai Sriwijaya Air.

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Panjaitan menggelar pertemuan dengan sejumlah stakeholder di sektor penerbangan udara di Kantornya, Jakarta. Adapun pertemua ini dilakukan terkait dengan konflik yang ada di tubuh Sriwijaya Air dan Garuda Indonesia.

Adapun beberapa yang hadir diantaranya adalah Menteri Perhubungan, Budi Karya Sumadi, Lawyer dan Shareholder Sriwijaya, Yusril Mahendra Lawyer, dan Direktur Utama Garuda Indonesia I Gusti Ngurah Askhara Danadiputra. 

Menteri Perhubungan, Budi Karya Sumadi mengatakan dalam rapat yang dipimpin oleh Menko Luhut diputuskan agar oprasional Sriwijaya dan Garuda dapat dijalankan dengan kondisi sebelumnya tanpa ada yang perlu dirubah. Pemerintah juga menginginkan kerjasama dilakukan keduanya bisa berlangsung kembali.

"Ya tadi rapat dipimpin oleh pak Luhut dan kita harapkan bisa berlangsung beberapa saat sambil kita melakukan pembicaraan apabila ada perbedaan pendapat," kata Menhub Budi saat ditemui usai rapat, di Jakarta, Kamis (7/11).

Menhub Budi menyebut keretakan hubungan Sriwijaya Air dan Garuda Indonesia berawal dari perjanjian kerjasama keduanya yang akan berakhir pada 30 Oktober 2019 kemarin tidak diperpanjang. Pemerintah pun menginginkan agar hubungan kerjasama itu dilanjutkan kembali.

"Ya perjanjian itu berakhirnya 30 Oktober, jadi tidak diperpanjang. Nah kita sarankan diterusin dulu,"

Atas kejadian ini, pemerintah juga telah mengambil jalan tengah untuk melihat valuasi atas kerjasama yang dilakukan dengan menggandeng Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

Pihaknya memberikan batas watu seminggu untuk BPKP melakukan investasi. Sehingga, dapat diketahui apakah perjanjian tersebut memang merugikan salah satu pihak atau lainnya.

"Oleh karenanya BPKP akan melakukan evaluasi terhadap kondisi kondisi itu, dan dengan dasar itu kita akan mengambil keputusan dan mengambil seluruh, menetapkan ketentuan-ketentuan yang akan diberlakukan," tandas dia.

Sementara itu, Lawyer dan Shareholder Sriwijaya, Yusril Mahendra Lawyer mengakui pemanggilan dirinya ini memang terkait konflik yang tengah bergulir bersama Garuda Idonesia. Sejauh ini memang dirinya merasa ada kendala dan kerisuhan dalam perjanjian kerjasama yang dilakukan selama setahun lalu.

"Menurut hemat saya akibat ketidakjelasan perjanjian awal yang dibuat lebih setahun yang lalu, sehingga terjadi slaah menyalahkan, pihak Sriwijaya merasa dominasi Garuda terlalu jauh intervensinya kepada Sriwijaya sehingga menurut persepsi Sriwijaya, maksud kerjasama ini sebenarnya untuk meningkatkan kapabilitas Sriwijaya untuk bisa membayar utangnya kepada beberapa BUMN dan di sini jadi dispute sebenarnya. Menurut kalangan Sriwijaya ini malah tidak efisien," jelasnya.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya