Liputan6.com, Jakarta - Masih ingat momen pernikahan Dimas Anggara dan Nadine Chandrawinata yang dihelat tahun lalu?
Salah satu momen paling dikenang publik kala itu, saat Dimas Anggara dan Nadine Chandrawinata mengenakan busana pernikahan serupa kimono yang terbuat dari kain tenun Sumba.
Baca Juga
Advertisement
Baju yang mengombinasikan warna merah dan biru tua itu menuai pujian warganet. Perancangnya, Dian Oerip, pendiri Oerip Indonesia.
Dian Oerip mengakui baju pernikahan Dimas Anggara dan Nadine Chandrawinata memang viral. Itu salah satu momen yang meneguhkan komitmennya untuk mengawal kain tenun dari berbagai daerah di Tanah Air.
Bukan Cuma Batik
“Baju pernikahan Dimas Anggara dan Nadine Chandrawinata sempat viral di medsos. Selama ini orang selalu memperhatikan batik, batik, dan batik," ujar Dian Oerip kepada Showbiz Liputan6.com di Jakarta.
Sementara kain tenun kebanyakan buat oleh-oleh, hiasan dinding, taplak meja, dan lain-lain. Tidak untuk dikenakan. Dulu akses untuk menggelar pameran juga belum banyak. Seiring perkembangan teknologi, tenun mulai dikenal publik.
Advertisement
Pembuatan Lama
Sejumlah seleb lain yang pernah mengenakan rancangannya antara lain Dian Sastrowardoyo dan Najwa Shihab. Oerip mengingatkan, proses membuat tenun tak kalah lama dibandingkan dengan kain batik.
“Penenun harus berperilaku baik, bersembahyang dengan baik, menggunakan warna yang tidak merusak alam. Selendang yang saya kenakan ini misalnya butuh waktu empat bulan untuk membuat. Warna hitamnya dari lumpur, birunya dari rumput, merah dari mengkugu, dan putihnya dari kemiri,” beber Dian Oerip.
Cinta Kain Tradisional
Selama sebelas tahun berkarya, ada sekitar 70 penenun dari seluruh Indonesia yang dirangkul Dian Oerip. Tahun ini, Dian Oerip diajak komunitas Perempuan Pelestari Budaya Indonesia (PPBI) meluncurkan gerakan cinta mengenakan kain tradisional.
Salah satu pendiri PPBI, Diah Kusumawardani Wijayanti menyebut, “Wastra atau kain tradisional Indonesia tidak hanya cocok digunakan untuk menghadiri acara resmi. Wastra juga bisa digunakan untuk acara kasual atau keseharian, termasuk ngantor.”
Advertisement
28 Orang
Perempuan Pelestari Budaya Indonesia sendiri berdiri sejak 2017. Komunitas ini dibentuk Diah Kusumawardani Wijayanti bersama Susan Puspa Dewi. Hingga artikel ini disusun, PPBI diperkuat 28 orang dengan profesi beragam dari wartawan, konsultan, hingga karyawan perhotelan.