Liputan6.com, Jakarta - Dirjen Pendidikan Islam Kementerian Agama Kamarudin Amir, mengatakan pihaknya siap mendistribusikan 155 buku agama baru berkonten antiradikalisme. Buku ini rencananya akan dibagikan di seluruh jenjang pendidikan, mulai dari sekolah dasar hingga menengah atas.
"Ada Undang-Undang perbukuan yang baru, memberikan amanah kepada Kemenag melakukan penulisan buku. Jadi Kemenag harus tulis semua ulang ada 155 buku kita siapkan, Insya Allah akhir tahun ini launching oleh menteri agama," kata Komaruddin usai diskusi Forum Merdeka Barat (FMB) di Kantor Menkominfo, Jakarta Pusat, Senin (11/11/2019).
Advertisement
Komaruddin menjelaskan, penulisan ulang buku tersebut juga mengacu aturan baru dengan mewajibkan penafsihan atau pengesahan yang diotentifikasi sepenuhnya oleh Kementerian Agama. Sebab diketahui sebelumnya, otoritas tersbeut dipegang penuh oleh Kementerian Pendidikan.
"Misal buku pengayaan yang ditulis masyarakat, boleh saja. tapi harus ditafsih dulu, disahkan (Kemenag) untuk mengantisipasi munculnya buku-buku yang di luar kemenag, yang tidak sesuai ajaran agama yang benar," jelas Komaruddin.
Dengan demikian, lanjut Komaruddin, bila nantinya ada ditemukan buku agama yang beredar dan belum mendapat sertifkikasi Kementerian Agama, secara langsung buku tersebut dapat ditarik dari peredaran untuk ditafsihkan atau diverifikasi sesuai standar Kementerian Agama terlebih dulu.
"Jadi ya harus ditafsih dulu, kalo tidak ya belum sah, bisa ditarik dari peredaran," Komaruddin menandasi.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Manipulator Agama
Terkait kata manipulator agama, Kamaruddin Amir menilai istilah itu sudah tepat. Ia berpandangan, kata radikal kadang berbeda penangkapannya antara yang mengucapkan dan diucapkan.
"Radikalismen sering salah dipahami istilahnya tidak tepat yang mengucap dan diucapkan bisa saja berbeda, sehingga dengan penggunaan manipulator agama dapat dipahami mereka adalah yang memanipulasi agama dijadikan instrumen untuk menjustifikasi kekerasan," kata Amir dalam diskusi FMB9 di Kantor Kemenkominfo, Senin (11/11/2019).
Menurut Amir, mereka yang pantas disematkan sebagai pemanipulator agama adalah yang ingin menggunakan agama untuk tujuan berbeda. Baik sebagai bentuk kekerasan, atau penghasutan secara ideologi yang bertentangan dengan falsafah negara.
"Jadi itu yang disebut manipulator agama, dia gunakan agama untuk tujuan yang bertentangan dengan agama itu sendiri," jelas dia.
Amir berharap dengan diubahnya diksi tersebut, masyarakat lebih mampu mengartikan dan memahami bagaimana para oknum mencederai agama untuk tujuan menyimpang.
"Pancasila, NKRI, UUD45 adalah harga mati yang harus bersama kita perjuangkan, kita harus pahami benar apa pun agamanya untuk bersama membuat kita menjadi masyarakat yang taat beribadah dan menghargai kita sebagai warga negara baik," Amir menandasi.
Advertisement