Investor yang Ingin Berusaha di Pulau Kecil Harus Seizin KKP

Aktivitas bisnis di pulau-pulau kecil dengan luas di bawah 100 kilometer persegi berada di bawah wewenang KKP.

oleh Liputan6.com diperbarui 11 Nov 2019, 18:10 WIB
Gili Labak pulau kecil di Madura (Liputan6.com / Musthofa Aldo)

Liputan6.com, Jakarta - Kepala Sub-Bidang (Kasubdit) Pulau-Pulau Kecil dan Terluar Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Ahmad Aris menegaskan komitmen pemerintah, terutama KKP dalam memastikan keberlangsungan ekosistem kawasan pulau-pulau kecil. Salah satunya dari aktivitas pertambangan.

Sebab, aktivitas pertambangan di pulau-pulau kecil akan berdampak masif pada keberlangsungan ekosistem pulau-pulau kecil tersebut.

Langkah tersebut, jelas dia, dilakukan dengan penerbitan Permen KKP No 8 tahun 2019 tentang Penatausahaan Izin Pemanfaatan Pulau-pulau Kecil dan Perairan Sekitarnya Dalam Rangka Penanaman Modal Asing Dan Rekomendasi Pemanfaatan Pulau-pulau Kecil Dengan Luas Di Bawah 100 Km2.

Menurut dia, ke depan, aktivitas bisnis di pulau-pulau kecil dengan luas di bawah 100 kilometer persegi berada di bawah wewenang KKP. Investor baru bisa menjalankan usaha bila sudah mendapatkan izin KKP.

"Bahwa kalau pulau-pulau kecil itu mau dimanfaatkan, pulau sangat kecil, tiny island tadi kalau asing harus mendapatkan izin dari Menteri (KKP)," ujar dia, saat ditemui, di Jakarta, Senin (11/11/2019).

 


Rekomendasi

Wisatawan kembali dari selam scuba di lokasi penyelaman di dekat Iboih, pantai populer dan taman wisata di seberang teluk dari Sabang di pulau Weh, provinsi Aceh (6/10/2019). Pulau Weh (atau We) adalah pulau vulkanik kecil yang terletak di barat laut Pulau Sumatra. (AFP Photo/Chaideer Mahyuddin)

Sedangkan bagi investor asal Indonesia, harus mendapatkan rekomendasi dari Menteri KKP jika hendak berusaha di pulau-pulau tersebut. Aturan tersebut, lanjut dia, sudah mulai berlaku sejak September tahun ini.

"Jadi saya rasa ke depan, artinya keberlanjutan pulau-pulau kecil semakin terjaga karena keterlibatan KKP sudah semakin besar," ungkapnya.

Sedangkan untuk aktivitas usaha, seperti tambang, yang sudah berjalan, kata dia, memang tidak dapat dibatalkan dengan aturan tersebut. Namun, masyarakat dapat mengajukan peninjauan atau evaluasi melalui jalur lain, misalnya melalui Ombudsman.

"Begini, aturan kan tidak bisa berlaku mundur. Bisa dari sisi lain ke ombudsman dan sebagainya. Ada cara-cara lain," tandasnya.

 

Reporter: Wilfridus Setu Embu

Sumber: Merdeka.com

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya