Liputan6.com, Surabaya - Dewan pimpinan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Jawa Timur (Jatim) mengeluarkan imbauan mengenai pejabat untuk tidak perlu mengucapkan salam lintas agama dalam agenda resmi.
Ketua Umum MUI Jatim, KH Abdusshomad Buchori menyampaikan, sesuai dengan pertemuan atau Rakernas MUI di NTB, merekomendasikan tidak boleh salam sederet semua agama yang dibacakan oleh pejabat.
MUI Jatim telah menandatangani atau membuat seruan itu karena doa itu adalah ibadah. Misalnya salam, Assalamualaikum itu doa, salam itu termasuk doa dan doa itu ibadah.
"Menyebut assalamualaikum itu doa, semoga Allah SWT memberi keselamatan kepada kamu sekalian dan itu salam umat Islam. Jadi ketika umat muslim bertemu itu diawali dengan itu, semoga mendapat keselamatan yang diberikan oleh Allah," tutur dia, Senin, 11 November 2019.
Baca Juga
Advertisement
Dia menuturkan, agama lain juga punya salam. Agama lain atau kelompok aliran juga seperti apa. Misalnya pejabat, seorang gubernur, seorang presiden, wakil presiden, para menteri, kalau dia agamanya muslim ya pakai salam assalamualaikum.
"Tapi mungkin kalau Gubernur Bali ya dia pakai salam Hindu. Karena salam itu adalah doa dan doa itu ibadah, ini menyangkut Tuhan dan agamanya masing-masing," kata dia.
Dia mengatakan, menggunakan salam campuran itu mencampuradukkan agama. "Saya terangkan di dalam tausyiah agama itu tidak boleh. Karena agama itu eksklusif, karena keyakinan itu adalah sistem, agama itu sistem keyakinan dan agama punya sistem ibadah sendiri - sendiri," ucapnya.
Sedangkan kaitan dengan toleransi, pihaknya setuju dalam perbedaan, saling menghormati dan menghargai. "Bukan berarti kalau orang salam nyebut semua itu wujud kerukunan. Itu perusak kepada ajaran agama tertentu," ujarnya.