80 Persen Ekonomi Indonesia Telah Sesuai Syariah

Ekonomi Indonesia sebesar Rp 11.200 triliun sejalan dengan konsep ekonomi Islam.

oleh Liputan6.com diperbarui 12 Nov 2019, 14:11 WIB
Pemandangan deretan gedung-gedung pencakar langit di Jakarta, Jumat (29/9). Pemerintah melalui Menteri Keuangan Sri Mulyani meyakinkan target pertumbuhan ekonomi tahun 2018 sebesar 5,4 persen tetap realistis. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Bank Indonesia (BI) mengatakan 80 persen Produk Domestik Bruto (PDB) telah memenuhi prinsip-prinsip ekonomi syariah (eksyar). Saat ini, PDB Indonesia tercatat sekitar USD 1 triliun atau setara dengan Rp 14 ribu triliun (kurs 14.000).

Itu artinya, ekonomi Indonesia sebesar Rp 11.200 triliun sejalan dengan konsep ekonomi Islam.

"Terkait Indonesia, dengan PDB USD 1 triliun, ukuran ekonomi Islam adalah 80 persen," kata dia, di JCC Senayan, Jakarta, Selasa (12/11).

Meskipun besar, Dody tidak menyangkal bahwa Indonesia masih menjadi konsumen produk halal di pasar global. Karena itu, pemerintah bersama BI meluncurkan berbagai inisiatif untuk mengembangkan pasar halal. Sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar, Indonesia mempunyai modal yang besar untuk mengembangkan ekonomi syariah.

"Tidak hanya peningkatan pembiayaan usaha syariah tapi juga bagaimana mengembangkan ekonomi syariah bagi Indonesia, karena pasar dan permintaan produk halal tinggi. Oleh karena ini menjadi waktunya bagi kita untuk produksi apa yang dibutuhkan pasar," ujarnya.\

Sementara itu, Kepala BI Institute Solikin M. Juhro mengungkapkan bahwa Indonesia memiliki beragam sumber daya ekonomi syariah yang masih dapat dikembangkan, salah satunya adalah pariwisata halal.

Indonesia telah dinobatkan sebagai tujuan wisata halal paling populer di dunia tahun ini. Ini dinyatakan dalam studi Global Muslim Travel Index (GMTI) yang dirilis oleh Mastercard-CrescentRating. Selain Indonesia, Malaysia juga dinobatkan sebagai tujuan wisata halal yang populer di dunia.

"Kami ingin mengembangkan peluang syariah di Indonesia sehingga kami tidak hanya menjadi konsumen tetapi juga produsen, sehingga keuangan syariah akan menjadi sumber ekonomi baru,"tutupnya.Yayu Agustini Rahayu

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Tantangan Perkembangan Ekonomi Syariah di Indonesia

Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI), Dody Budi Waluyo, dalam acara pembukaan Festival Ekonomi Syariah (FESyar) Indonesia di Surabaya. (Foto: BI)

Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk Muslim terbanyak di dunia. Namun perkembangan ekonomi syariah di Indonesia belum terlalu mulus.

Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI), Dody Budi Waluyo mengungkapkan bahwa Indonesia masih menghadapi berbagai tantangan dalam mengembangkan ekonomi dan keuangan Islam. Salah satunya adalah peran Indonesia yang lebih banyak menjadi konsumen daripada produsen. 

"Memburuknya posisi Indonesia di arena industri halal global. Indonesia lebih merupakan konsumen daripada produsen," kata dia dalam pembukaan forum 5th International Islamic Monetary Economics and Finance Conference (IIMEFC) 2019, sebagai rangkaian Indonesia Sharia Economic Festival (ISEF) 2019, di JCC Senayan, Jakarta, Selasa (12/11/2019).

Selain itu, optimalisasi sektor sosial yaitu Zakat' Infaq, Sadaqah dan Waqaf (ZISWAF) masih rendah untuk mendukung pembangunan.

"Terbatasnya peran sektor keuangan syariah dalam pembiayaan pembangunan, termasuk rendahnya kapasitas perbankan syariah," ujar dia.

Berkenaan dengan semua tantangan tersebut, Dody berharap konferensi ini dapat menjadi platform bagi para peneliti dari kalangan akademisi dan kebijakan, untuk menyediakan dan melakukan implementasi kebijakan yang lebih baik dengan mengumpulkan ide dan pemikiran dari semua peserta.

"Sejalan dengan itu, melalui Jurnal Ekonomi Moneter dan Keuangan Islam (JIMF), Bank Indonesia mengundang para sarjana dari seluruh dunia dengan pikiran luar biasa mereka untuk berkontribusi dalam Konferensi jurnal ini dan dalam pengembangan ekonomi nasional melalui ekonomi dan keuangan Islam sektor juga," ujarnya.

Diharapkan juga bahwa jurnal ini dapat berperan sebagai salah satu penyedia utama akses cepat ke makalah berkualitas tinggi dan platform berkelanjutan untuk berbagi studi akademisi, peneliti, dan praktisi; menyebarluaskan pengetahuan dan penelitian di berbagai bidang ekonomi Islam, moneter, dan keuangan.

Kemudian mendorong dan menumbuhkan penelitian di bidang ekonomi, moneter, dan keuangan Islam; dan menjembatani kesenjangan antara teori dan praktik di bidang ekonomi Islam, moneter dan keuangan.

"Saya juga sangat yakin bahwa semua ide dan pemikiran yang disusun dalam Jurnal Ekonomi Moneter dan Keuangan Islam (JIMF) akan meningkatkan kontribusi kami dalam merumuskan kebijakan yang dapat membawa kita lebih dekat ke manfaat penuh ekonomi syariah sebagai mesin baru untuk berkelanjutan dan pertumbuhan yang inklusif," tutupnya.

Reporter: Yayu Agustini Rahayu

Sumber: Merdeka.com

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya