Liputan6.com, Jakarta - Selama ini kita menyantap makanan dengan tenang dan nikmat. Bagi yang suka memasak, semua bahan sudah tersaji dan tinggal dimasak sesuai selera. Kalau ditelusuri, dari setiap komponen makanan yang tersaji di piring berasal dari orang-orang yang bekerja keras, salah satunya adalah petani.
Meski memiliki peran vital dalam kehidupan, masyarakat kadang lupa untuk peduli dan ikut mendukung kehidupan para petani yang lebih layak dan baik.
Begitu banyak masalah seputar kehidupan petani, salah satunya kurangnya regenerasi petani. Padahal, kita butuh regenerasi petani guna memenuhi ketersediaan bahan pangan sekaligus melanjutkan upaya pelestarian aneka kuliner Indonesia.
Baca Juga
Advertisement
Data dari Badan Pusat Statistik menunjukkan bahwa dalam jangka waktu dua tahun (2016 – 2018), penurunan jumlah petani cukup signifikan, yaitu sebanyak 4 juta petani. Tanpa intervensi, jumlah petani di Indonesia akan menurun drastis dalam waktu singkat dan hal itu mengancam ketahanan pangan.
Untuk itu, Bango berkolaborasi dengan The Learning Farm, sebuah organisasi nirlaba yang memberdayakan generasi muda di seluruh Indonesia untuk menjadi anggota masyarakat yang independen, berkontribusi, dan bertanggung jawab, dengan menggagas sebuah program bernama 'Program Petani Muda'.
Program yang berjalan selama 100 hari itu diperuntukkan bagi 30 hingga 40 petani muda potensial berusia 20-45 tahun secara bertahap. Mereka mendapatkan 60 persen materi pertanian yang terbagi dalam empat kelompok besar yaitu tanah, budidaya tanaman, perikanan dan ternak, pemupukan dan pengendalian hama, serta analisa usaha tanam.
"Sedangkan, 40 persen materi lainnya, berfokus pada pengembangan soft skills seperti manajemen waktu dan keuangan, entrepreneurship, healthy lifestyle, Bahasa Inggris, komputer, dan komunikasi," terang Nona Pooroe Utomo selaku Executive Director The Learning Farm Indonesia di Cianjur, Puncak, Jawa Barat, Rabu, 13 November 2019.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Menginspirasi Anak Muda
Nona berharap, program pelatihan tersebut membangkitkan semangat lebih banyak pemuda untuk terjun ke dunia pertanian. Pola pikir profesi petani yang diasosiasikan dengan kemiskinan dan masa depan suram ingin diubah agar lebih positif.
"Petani sekarang harus bisa menguasai berbagai bidang yang berhubungan dengan pertanian, seperti cara menjual, cara pemasaran, menguasai komputer dan bahasa Inggris bahkan kemampuan untuk public speaking," sambung Nona pada Liputan6.com.
Mereka ingin menepis anggapan kalau profesi petani itu tidak menarik dan tidak ‘seksi’, karena menjadi petani di masa kini menjanjikan banyak penghasilan.
"Prioritas Bango adalah menjaga kelezatan untuk terus ada. Untuk merasakan makanan, termasuk kecap yang lezat erat hubungannya dengan petani. Bahan baku harus terus ada, untuk itu penting adanya regenerasi petani supaya tidak hilang dan menghasilkan bahan terbaik untuk makanan Indonesia lezat," terang Senior Brand Manager Bango, Nando Kusmanto dalam kesempatan yang sama.
Harapannya adalah membentuk petani muda yang paham dan dapat beradaptasi dengan kondisi lingkungan global. Dalam hal ini tidak sekadar teknis penanaman saja, tapi mengetahui bagaimana iklim, isu perubahan iklim, bahkan tahu akan teknologi.
"Kami berharap, nantinya para peserta akan mampu menyebarluaskan ilmunya dan menginspirasi lebih banyak generasi muda di kampung halaman mereka untuk menjadikan bertani sebagai pilihan profesi yang menjanjikan," tutur Nona.
Advertisement