Liputan6.com, Jakarta - Duta Besar Australia untuk Indonesia, Gary Quinlan, menyatakan bahwa negaranya tetap konsisten mendukung integritas nasional dan teritorial Indonesia, termasuk soal Papua "dari dulu hingga sekarang", ketika kedua negara memasuki usia hubungan diplomatik yang ke-70 tahun pada 27 Desember mendatang.
Quinlan menyampaikan hal tersebut kepada sejumlah jurnalis usai membuka pameran sejarah hubungan RI-Australia bertajuk "Two Nations: a Friendship is Born" di Museum Nasional, Jakarta, Rabu (13/11/2019).
Baca Juga
Advertisement
"Ya," ucap Quinlan ketika ditanya perihal konsistensi dukungan Australia atas kedaulatan dan integritas teritorial Indonesia.
"Itu berlaku untuk seluruh wilayah archipelago Indonesia, termasuk Papua," ucap sang duta besar.
Dukungan itu, kata Quinlan, termasuk yang diutarakan terbaru oleh PM Australia Scott Morrison saat bertemu dengan Presiden RI Joko Widodo pada sela-sela KTT ASEAN+ di Bangkok awal November 2019 ini.
"Itu merupakan komitmen serius. Kami rasa, dukungan Australia merupakan hal penting bagi stabilitas di Indonesia dan kawasan di mana kita hidup bersama," kata Quinlan.
Komitmen itu datang ketika sejumlah anggota Parlemen Australia dikabarkan vokal menyuarakan keprihatinan atas dugaan pelanggaran hak asasi manusia di Papua selama periode ketegangan dan konflik terbaru pada pertengahan 2019 lalu.
Beberapa dari mereka juga menjamu aktivis dan pengacara HAM, Veronica Koman, yang keras menyuarakan kritik kepada Indonesia terhadap isu Papua. Perempuan itu tengah eksil di Australia setelah ditetapkan sebagai tersangka oleh Kepolisian Daerah Provinsi Jawa Timur atas rangkaian twit-nya yang disebut kepolisian ikut berkontribusi menyulut kerusuhan, menyusul insiden penyerangan Asrama Mahasiswa Papua di Surabaya beberapa bulan lalu.
"Itu hal biasa dalam kultur demokrasi, karena ada banyak orang di parlemen dengan pandangan yang berbeda-beda. Tapi yang bisa saya katakan, partai politik besar di parlemen mendukung integritas dan kedaulatan teritorial Indonesia," ucap Dubes Quinlan.
Simak video pilihan berikut:
Black Armada
Australia merupakan pendukung utama Indonesia saat masih berjuang meraih kemerdekaan pasca-1945, kata Dubes Gary Quinlan. Hal itu termasuk membantu dalam bernegosiasi dengan komunitas internasional dan PBB, hingga secara formal diakui dunia pada 1949.
"Kami selalu bersama Anda, mendukung hak menentukan nasib sendiri masyarakat Indonesia bagi masa depan mereka," kata Quinlan.
Dukungan Australia tidak hanya bergerak pada level politik saja, tapi juga menjangkau tataran komunitas lokal di Negeri Kanguru.
Quinlan mencontohkan gerakan protes Black Armada atau Armada Hitam 1945-1949, ketika para pelaut Indonesia di Australia, terutama di Sydney, menggelar aksi mogok. Mereka menolak mengantarkan kargo (termasuk persenjataan) milik Belanda yang hendak mensuplai pasukannya untuk kembali mengkolonisasi Indonesia pasca-proklamasi. Pemogokan itu dikenal dalam historiografi sebagai fenomena 'Black Ban(s)'.
"Serikat Buruh Australia kemudian ikut mendukung Black Ban yang dilakukan kapal-kapal tersebut," kata Quinlan, yang menambahkan bahwa sejak itu, mayoritas pelabuhan di Australia menerapkan Black Ban terhadap Belanda.
Ada 34 serikat buruh di Australia yang mendukung aksi boikot, termasuk empat yang merupakan serikat buruh asing di Australia, dan 12 negara yang mengikuti jejaknya kemudian --mengutip Rupert Lockwood, sejarawan penulis buku 'Black Armada: Australia and the Struggle for Indonesian Independence'.
Sejumlah foto dan artikel sejarah perihal Black Armada dan Black Ban dalam ukuran besar dipamerkan di Museum Nasional selama "Two Nations: a Friendship is Born."
Pameran juga menampilkan video dokumenter sejarah hubungan diplomatik RI - Australia, korespondensi antara Presiden RI Sukarno dengan perdana menteri Australia, hingga sejumlah dokumen visual historiografi lain.
Pameran "Two Nations: a Friendship is Born" terbuka untuk umum di Museum Nasional hingga 14 Desember 2019. Pameran serupa juga diadakan di Surabaya, Makassar dan Denpasar.
Advertisement