Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah provinsi DKI Jakarta sedang menyusun aturan soal pengguna skuter listrik atau e-scooter yang ditargetkan selesai pada Desember nanti. Jalur e-scooter dan biaya tilang pun turut dibahas.
Menurut Dirjen Perhubungan Darat Budi Setiyadi, e-scooter seharusnya tidak masuk ke jalur trotoar, pedestrian, dan jembatan penyeberangan orang (JPO) karena berbahaya. Jalur yang dianggap ideal untuk skuter listrik adalah jalur sepeda.
Budi pun sudah mendapat bocoran dari Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Syafrin Liputo bahwa akan denda jika e-scooter melanggar jalur. Denda bisa mencapai Rp 250 ribu.
Baca Juga
Advertisement
"Kalau kemudian e-scooter ini dipakai masyarakat yang tak pada jalur yang diizinkan, itu akan dendanya nanti diambil dengan menggunakan peraturan daerah. Itu sekitar Rp 250 ribu," ujar Budi di Kementerian Perhubungan, Kamis (14/11/2019).
Budi juga berkata sejak awal pemakaian skuter listrik tidak cocok di jalan raya tempat bercampur mobil dan motor. Ia pun memberi masukan agar skuter listrik digunakan di tempat edukatif saja seperti Monas atau GBK.
Pemakaian jalur sepeda untuk skuter listrik juga telah disetujui oleh pihak Grab Indonesia yang mengelola layanan GrabWheels.
Presiden Grab Indonesia Ridzki Kramadibrata berharap jalur manapun yang bisa digunakan sepeda juga bisa dilalui GrabWheels.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Menengok Aturan Penggunaan Skuter Listrik di AS dan Eropa
Dua orang pengguna skuter listrikGrabwheels tewas akibat ditabrak mobil toyota camry di kawasan FX Sudirman. Kakak kandung korban yakni Alan Darmasaputra dalam akun twitternya @alandarma_s bahkan meminta Grab untuk melakukan kajian keamanan layanan atas insiden yang menyebabkan hilangnya nyawa adiknya (Ammar) pada 10 November 2019 malam kala itu.
Lantas, bagaimana sebenarnya penerapan skuter listrik atau e-scooter di sejumlah negara maju di luar sana?
Minat pada e-scooter yang tercatat terus tumbuh membuat masalah peredaran skuter listrik tak hanya terjadi di Indonesia semata, namun juga di luar negeri.
Mengutip BBC, Kamis (14/11/2019) tercatat sejak Januari 2018 setidaknya ada 11 orang meninggal dunia yang tersebar di Paris, Barcelona, Stockholm, dan London. Belum lagi ratusan orang yang mengalami luka-luka imbas kecelakaan menaiki e-scooter di jalan.
Atas dasar hal ini, beberapa negara di kawasan Eropa mulai mengambil langkah nyata dengan mulai meregulasi penggunaan e-scooter di jalan raya.
BACA JUGA
Ambil contoh Jerman, mulai Juni 2019 Pemerintahnya mulai tegas memberlakukan regulasi e-scooter dimana mereka tak boleh beroperasi di public area atau tempat umum.
Jerman belajar dari Amerika Serikat (AS) dimana 45 persen kasus kecelakaan skuter listrikdi AS ialah kecelakaan di kepala. Penggunaan helm pada skuter listrik kemudian dianggap penting untuk mencegah 'head injuries'.
Kemudian beberapa negara Eropa lain yang ikut meregulasi peredaran skuter listrik ialah Belgia, Finlandia, Austria, Norwegia, dan Portugal. Salah satu contoh aturannya ialah mengendarai e-scooter dengan maksimal kecepatan 20km/jam atau berumur minimal 14 tahun.
Sebab itu, skuter listrik yang kian digandrungi masyarakat saat ini tak hanya terjadi di Jakarta atau Indonesia saja, melainkan juga menjadi fenomena perkembangan gaya hidup baru di dunia.
Satu insiden yang paling menggemparkan juga ialah kasus Youtuber dan Presenter TV Emily Hartridge yang tewas tertabrak truk saat mengendarai e-scooter di London. Insiden ini menambah daftar panjang kasus kematian dari skuter listrik di seluruh dunia.
Jika sudah demikian, bagaimana menurut Anda? Apakah Pemerintah melalui Kementerian Perhubungan (Kemenhub) perlu ikut meregulasi peredaraan skuter listrik di dalam negeri?
Advertisement