Liputan6.com, Garut - Dalam sepekan terakhir, para pengusaha angkutan di Garut, Jawa Barat, dibuat resah. Pasokan solar bersubsisi yang diberikan pertamina menipis. Dampaknya, antrean dan pembatasan pembelian akibat kelangkaan solar tak terhindarkan.
"Setiap satu truk hanya diperbolehkan mengisi solar Rp 100 ribu, Ini jelas sangat memberatkan sebab tidak cukup," ujar Sigit Zulmunir (35), salah seorang pengusaha angkutan barang di Kecamatan Tarogong Kaler, Jumat (15/11/2019).
Menurutnya, kesulitan mendapatkan pembelian solar bersubsidi untuk kendaraan angkutan, mulai dirasakan dalam sepekan terakhir.
"Selain dibatasi juga sulit mendapatkannya," ujarnya geram.
Sebelum pembatasan berlangsung, rata-rata per hari ia mampu menghabiskan Rp 200-250 ribu untuk satu jenis angkutan truk, namun kini hanya diberikan jatah Rp 100 ribu per hari. “Itu pun tiak semua SPBU di Garut menjualnya,” kata dia.
Untuk mensiasati minimnya pasokan, ia akhirnya beralih menggunakan solar jenis dexlite seharga Rp 10.220 per liter, atau dua kali lipat dibanding solar bersubsidi Rp 5.150 per liter.
"Sangat memberatkan terutama bagi pengusaha kecil seperti kami, Kalau pakai dexlite bisa tidak dapat untung," ungkap dia.
Baca Juga
Advertisement
Akibat kelangkaan solar itu ujar dia, beban operasional kendaraan naik dua kali lipat dan menggerus keuntungan usaha, sementara konsumen menolak menaikan tarif jasa angkutan.
"Ini jelas ancaman, sebab pembeli tetap ingin harga biasa (sebelum pembatas solar)," kata dia.
Kemudian ancaman naiknya beban pembelian suku cadang kendaraan, tidak terhindarkan seiring naiknya harga bahan bakar. “Pendapatan kami semakin berkurang,” kata dia.
Nanan Suryawan, Pemilik SPBU 34.441.15 Ciateul Garut mengaku, pengetatan jatah solar sudah berlangsung dalam sepekan terakhir.
"Biasanya bebas (kuota), sekarang paling 8.000 liter sehari," kata dia.
Kondisi ini tidak hanya berlaku di Garut, namun juga di wilayah Priangan Timur. Akibatnya di beberapa SPBU, stok solar bersubsidi kosong.
"Biasanya kalau satu SPBU kosong konsumen nyari ke SPBU yang ada sehingga antrian tak terhindarkan," kata dia.
Untuk menghindari antrian yang cukup panjang, lembaganya ujar dia terpaksa mengurangi jatah pembelian melalui jeriken. "Mau tidak mau kami prioritaskan kendaraan yang masuk SPBU dulu," kata dia.
Simak juga video pilihan berikut ini:
Tanggapan Pertamina
Unit Manager Communication & Relations Pertamina MOR III, Dewi Sri Utami, mengatakan, hingga Oktober 2019 pendistribusian solar untuk Priangan Timur telah melebihi kuota.
"Bagi masyarakat pengguna bahan bakar diesel, Pertamina juga menyediakan varian BBM alternatif utk kendaraan bermesin diesel yakni Dexlite dan Pertamina Dex," kata dia.
Ia menambahkan sesuai Peraturan Presiden (Perpres) nomor 191 tahun 2014, Peruntukan bio solar hanya ditujukan bagi rumah tangga, usaha mikro, usaha pertanian, usaha perikanan, transportasi, dan pelayanan umum.
Ketua Organda Garut, Yudi Nurcahyadi mengaku, sejak kelangkaan solar meluas, lembaganya terus mendapatkan keluhan pengusaha angkutan. Bahkan untuk mendapatkan solar, tak jarang mereka mencari hingga wilayah Bandung.
"Kelangkaan solar itu cuma terjadi di Priangan Timur, untuk daerah lain ternyata masih tersedia," kata dia.
Dengan semakin meluasnya keluhan pengusaha angkutan, lembaganya berharap pemerintah segera memberikan solusi untuk mereka.
"Mohon segera diatasi agar tak merugikan masyarakat," kata dia.
Dari informasi yang ia kumpulan, sejak pengetatan berlangsung kuota solar di Garut dan wilayah Priangan timur mengalami pemangkasan hingga separohnya dari semula 16 ribu liter per hari menjadi 8 ribu liter.
Advertisement