Liputan6.com, Jakarta - Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI) menyatakan dukungannya terhadap program pengembangan dan percepatan energi baru dan terbarukan (EBT) menuju target 23 persen di 2025.
“Ini kan bagian dari target transisi, karena seluruh dunia sedang menuju pengalihan energi rendah karbon. Kalau target itu tidak segera dilaksanakan, kita bisa langsung kolaps,” ujar Ketua Umum METI Surya Darma dalam keterangan tertulis di Jakarta, Sabtu (16/11/2019).
Energi panas bumi, menurutnya sangat seksi sehingga sebenarnya banyak pengusaha, baik pemain besar maupun yang masih baru, tertarik untuk mengelola sumber energi ini.
Namun demikian, pengusaha juga tidak mau rugi. Dengan risiko begitu besar dalam proses produksinya, tentu mereka ingin mendapatkan return yang paling pas.
Indonesia memiliki potensi yang sangat besar untuk mengembangkan energi terbarukan. Potensi listrik sumber EBT Indonesia mencapai 400 GW,namun realisasinya baru sebesar 32GW.
Perihal angka ini, Surya berpendapat potensi EBT yang masih sangat besar semestinya bisa dilihat sebagai peluang bisnis baru.
“Sampai akhir2018, energi terbarukan hanya menyumbang 8,6 persen dalam bauranenergi nasional. Kami akan terus mendukung upaya pemerintah dalammeningkatkan penggunaan energi baru dan terbarukan menuju 23 persenpada tahun 2025 dan menjadi 30 persen pada tahun 2050,” ujar Surya.
Baca Juga
Advertisement
Menurut Surya, idealnya pada 2025 kita sudah bisa merealisasikanpenggunaan listrik sumber EBT sebesar 45 GW, baik dari PLN maupundari pihak swasta.
“Artinya dalam kurun 5 tahun ke depan, kitasemestinya bisa menambah listrik EBT sebesar 9,9GW,” ujarnya.
“Persoalannya, untuk pengembangan dan percepatan tersebut,kemampuan negara kan juga terbatas. Oleh karena itu perlu kolaborasidari berbagai pihak. Dan untuk mengajak swasta ikut berinvestasi, sudahtentu perlu daya tarik sendiri,” lanjutnya.
Indonesia memiliki potensi yang sangat besar untuk mengembangkan EBT. Sumber energi terbarukan di Indonesia bisa dikategorikan ke dalamenam kluster yaitu panas bumi, air, angin, bio energi, matahari, dan laut.
Perihal potensi energi panas bumi, saat inipotensi panas bumi Indonesia mencapai 25 ribu MW (25 GW), namun yang terpakai baru 2.000 MW (2 GW).
Meski sumbernya berlimpah seperti energi fosil, satu-satunya konsumen panas bumi di Indonesia hanyalah PLN, karena gas bumi tidak mungkin diekspor. Sumber energi panas bumi di Indonesia sendiri mencapai lebih dari 300 titik di seluruh Indonesia.
Cadangan panas bumi di Indonesia adalah salah satu yang terbesar di dunia. Oleh karena itu tidak heran kalau tahun 2025 nanti, pemerintah sudah memasang target pengembangan panas bumi sebesar 7,5 GW.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Pembelian Tenaga Listrik dari EBT
Selain itu, Surya juga mendukung peninjauan kembali (PK) pengaturan pembelian tenaga listrik dari EBT yang telah ditetapkanpemerintah paling tinggi 85 persen dari BPP Pembangkitan di sistemketenagalistrikan setempat. Selain itu, ia juga mendukung pemberlakukansistem tarif tetap, bukan negosiasi seperti yang selama ini berlaku dandinilai memberatkan PLN.
“Masalah harga merupakan salah satu tantangan pengembangan EBTyang harus kita pecahkan. Penetapan skema 85 persen dari BPP sangattidak fair, dan kedua, dengan pola negosiasi, kita tidak tahu kapan itu bisaterjadi. Jadi kami maklum kalau PLN tidak mau dengan kedua polatersebut,” paparnya.
Surya juga memberikan apresiasi atas dukungan DPR Komisi VII yangtelah menyatakan akan konsisten melakukan review terhadap regulasi-regulasi yang ditetapkan pemerintah, demi mendukung lahirnya RUUEnergi Terbarukan yang telah masuk Prolegnas tahun 2019.
“Hal itu merupakan dukungan terhadap pengembangan energi terbarukandan telah menyerap aspirasi dari berbagai pihak,” ucapnya.
Dalam hal ini, ia berharap pemerintah konsisten untuk tidak mengubah-ubah regulasi terus, karena akan menciptakan ketidakpastian di bidanghukum dan bisnis.
Advertisement