Imam Besar Istiqlal Sebut Larangan Salam Lintas Agama untuk Kerukunan Umat Beragama

Nasaruddin mengingatkan agar seluruh pihak menahan diri pernyataan-pernyataan yang dapat menimbulkan konflik antar masyarakat.

oleh Lizsa Egeham diperbarui 17 Nov 2019, 11:47 WIB
Imam besar Istiglal KH Nasaruddin Umar (Ahmad Romadoni/Liputan6.com)

Liputan6.com, Jakarta - Imam Besar Masjid Istiqlal Nasaruddin Umar menanggapi soal imbauan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur yang tidak merekomendasikan salam lintas agama. Menurut dia, imbauan MUI Jatim tersebut bertujuan untuk menciptakan kerukunan antara umat beragama.

"Ya fatwa majelis ulama itu kita harus ambil substansinya. Tujuan MUI membuat fatwa itu sebetulnya ingin menciptakan kerukunan internal umat beragama, dan antar beragama, dan antar umat beragama dengan pemerintah," kata Nasaruddin di Sarinah Jakarta Pusat, Minggu (17/11/2019).

Dia mengingatkan agar seluruh pihak menahan diri pernyataan-pernyataan yang dapat menimbulkan konflik antar masyarakat. Menurut Nasaruddin, alangkah baiknya apabila semua pihak menghindari narasi yang memicu konflik.

"Semua harus membatasi diri dalam memberikan suatu statemen, tanpa mengurangi kebebasan publik untuk berpendapat. Tapi kita perlu kearifan untuk membangun bangsa besar seperti ini," jelasnya.


Larangan MUI Jatim

Sebelumnya, Ketua Umum MUI Jatim KH Abdusshomad Buchori menyampaikan sesuai dengan pertemuan atau Rakernas MUI di NTB, merekomendasikan tidak boleh salam sederet semua agama yang dibacakan oleh pejabat.

Dan pihaknya telah menandatangani atau membuat seruan itu karena doa itu adalah ibadah. Misalnya salam, Assalamualaikum itu doa, salam itu termasuk doa dan doa itu ibadah.

"Menyebut Assalamualaikum itu doa, semoga Allah memberi keselamatan kepada kamu sekalian dan itu salam umat Islam. Jadi ketika umat muslim bertemu itu diawali dengan itu, semoga mendapat keselamatan yang diberikan oleh Allah," tuturnya, Senin, 11 November 2019.

Dia mengatakan, agama lain dan kelompok aliran juga punya salam. Misalnya pejabat, seorang gubernur, seorang presiden, wakil presiden, para menteri, kalau dia agamanya muslim ya pakai salam assalamualaikum.

Dia mengatakan, menggunakan salam campuran itu mencampuradukkan agama atau pluralisme agama itu tidak boleh.

"Saya terangkan di dalam tausyiah agama itu tidak boleh. Karena agama itu eksklusif, karena keyakinan itu adalah sistem, agama itu sistem keyakinan dan agama punya sistem ibadah sendiri - sendiri," ucapnya.

Sedangkan kaitannya dengan toleransi, pihaknya setuju dalam perbedaan, saling menghormati dan menghargai.

"Bukan berarti kalau orang salam nyebut semua itu wujud kerukunan. Itu perusak kepada ajaran agama tertentu," ujar dia.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya