MRT Jakarta Wujud Transportasi Beradab dan Ramah Disabillitas

Keberadaan MRT Jakarta ternyata mampu mengubah kultur masyarakat Ibu Kota. Berikut ulasannya....

oleh Devira Prastiwi diperbarui 18 Nov 2019, 16:29 WIB
Stasiun MRT Bundaran HI, Jakarta Pusat. (Liputan6.com/Devira Prastiwi)

Liputan6.com, Jakarta - Transportasi beradab dan ramah disabilitas merupakan impian warga Ibu Kota Jakarta. Tak heran, Moda Raya Terpadu atau MRT Jakarta yang disebut-sebut menggunakan standar Jepang, dinanti-nanti.

Minggu 24 Maret 2019, MRT Jakarta diresmikan.

Sekarang, Indonesia tak kalah dengan negara-negara tetangga, seperti Thailand, Jepang, Malaysia, dan Singapura. 

MRT Jakarta merupakan kereta bawah tanah yang memiliki kecepatan tinggi. Pada fase pertama, rute MRT Jakarta mencakup Bundaran Hotel Indonesia-Lebak Bulus. Waktu tempuh kedua lokasi itu, hanya 30 menit dengan harga tiket Rp 14.000. Padahal, jika memakai mobil, waktu tempuh bisa mencapai 1 jam.

MRT Jakarta berani menjamin ketepatan waktu. Para penggunanya tak perlu khawatir soal jam karet yang menjadi hal biasa bagi sebagian warga Ibu Kota. 

Untuk menciptakan transportasi beradab, PT MRT Jakarta membuat aturan dan tata tertib saat naik ke MRT. Seluruhnya, menganut standar Jepang. Misalnya saja tentang aturan penggunaan eskalator. Bagi calon penumpang yang tidak terburu-buru, bisa naik eskalator dengan mengambil sisi sebelah kiri.

"MRT Jakarta mengubah Jakarta. Kita mengubah orang dari kultur yang lama ke kultur yang baru," ujar Direktur Operasional dan Pemeliharaan PT MRT Jakarta Muhammad Effendi di Depo MRT Lebak Bulus, Jakarta Selatan.

Mau tidak mau, masyarakat harus tertib saat naik MRT Jakarta. Termasuk soal penggunaan lift.

Tak semua orang bisa menggunakan lift ini. Pasalnya, MRT Jakarta menyediakan lift khusus untuk penyandang disabilitas, ibu hamil, anak-anak, dan orang tua. Hal tersebut juga untuk menciptakan iklim ramah disabilitas.

"Budaya antre mulai. Kemudian respect to disable mulai. Karena kalau naik MRT yang kursi priority, saya sudah mulai lihat kalau anak-anak lebih muda, terus lihat ada yang lebih tua, dia kasih kursinya," ucap Effendi.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Berhasil Ubah Kultur

Suasana di dalam kereta MRT Jakarta. (Liputan6.com)

Delapan bulan sudah, MRT Jakarta beroperasi. Penerapan kultur budaya baru pun mulai memperlihatkan hasilnya. 

Sebut saja soal kebersihan. Pada uji coba MRT Jakarta, sampah berserakan di sejumlah stasiun karena masyarakat tak melek budaya buang sampah pada tempatnya. PT MRT Jakarta memang tidak menyediakan tempat sampah, lantaran ingin mengedukasi masyarakat.

Selain itu, pengangkutan sampah di stasiun, khususnya di bawah tanah, akan mengganggu aktivitas dalam stasiun. 

Kebijakan seperti ini tak hanya berlaku di Indonesia. Di Jepang dan Singapura, lazim sulit menemukan tempat sampah.

"Awalnya kita dikomplain ini MRT tidak ada tempat sampah, kita memang tidak ada tempat sampah biar anda tidak buang sampah. Awalnya kan memang dibilang enggak bener, tapi lama-lama terbiasa. Malah sekarang ada penumpang yang lihat sampah, dia bersihin ambil sendiri," papar Effendi.

Perubahan kultur juga terlihat di antrean calon penumpang yang menunggu giliran masuk ke kereta. Ada tanda jelas yang menunjukkan di mana kita harus menunggu, mendahulukan penumpang yang akan turun.

Dulu, calon penumpang susah untuk taat. Petugas harus sering mengingatkan. Kini, calon penumpang patuh dan malu apabila tidak tertib. 

Tak hanya itu, justru merek saling mengingatkan jika ada yang tidak tertib.

 


Ramah Disabilitas

Bus TransJakarta melewati kawasan Bundaran HI, Jakarta, Senin (9/3/2015). PT Transjakarta menghentikan operasional 30 bus merek Zhongtong pasca insiden terbakarnya bus buatan Tiongkok itu pada Minggu (8/3) kemarin. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Rodhi, salah seorang penyandang disabilitas yang telah menjajal MRT Jakarta merasakan moda transportasi tersebut sangat mudah dijangkau.

"Untuk disabilitas paling akses MRT, kedua LRT, ketiga KRL, ketiga TransJakarta," ujar Rodhi kepada Liputan6.com.

Rodhi yang menggunakan kursi roda itupun mengaku tidak kesulitan ketika menaiki MRT Jakarta.

Salah satu fasilitas di stasiun MRT yang menurut dia ramah disabilitas adalah toilet. Dia mengatakan, ukuran toilet cukup besar, sehingga kursi rodanya bisa masuk.

"Toilet besar. Terus biasanya kalau toilet lain tuh kadang agak berat, nah kalau di MRT geser samping. Jadi kita gampang baget gesernya," kata Rodhi.

Ia juga memuji lift prioritas. Celah peron dengan kereta juga dirasa sejajar sehingga dia tak membutuhkan bantuan ketika masuk ke kereta.

Petugas MRT Jakarta pun sangat ramah ketika melayani disabilitas sepertinya dan profesional. Bahkan, ketika dia sakit, petugas dengan sigap membantunya.

"Aku pernah sakit mau pingsan, terus dapat tempat tidur, ditaruh kayak semacam di kliniknya karena waktu itu aku bilang aku mau pingsan. Ya sudah, akhirnya aku tidur di situ. Satu jam aku tidur, lelahnya hilang. Aku kembali naik kursi roda," kata Rodhi.

Oleh karena itu, dia mengaku tak takut jika menggunakan MRT Jakarta tanpa teman. Dia beberapa kali naik dari MRT dari Stasiun MRT Bundaran HI hingga Lebak Bulus.

PT MRT Jakarta memang berkomitmen untuk menyediakan kenyamanan, keamanan, dan kebersihan untuk seluruh penumpangnya. Tak terkecuali penyandang disabilitas.


Akan Setara Jepang

Aktivitas penumpang di kawasan integrasi transportasi Dukuh Atas, Selasa (30/4/2019). Kawasan Terintegrasi Dukuh Atas menghubungkan empat transportasi umum di DKI Jakarta, yaitu Transjakarta, MRT, KRL, LRT, dan Kereta Bandara. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Pengamat Transportasi Djoko Setijowarno mengungkapkan, rencana Kawasan Berorientasi Transit (TOD) yang dibuat MRT Jakarta akan menyempurnakan wujud transportasi beradab dan ramah disabilitas. 

Dia menyebut, TOD akan semakin memudahkan mobilitas masyarakat, terutama pengguna MRT Jakarta.

"Karena TOD-nya di daerah-daerah sekitar itu yang memudahkan orang, memudahkan berpindah moda, jadi enggak jauh dari tempat tinggal. Kan di beberapa stasiun seperti itu. KRL di stasiun Tanjung Barat kan sudah mulai dibuatkan, ada lagi di Cisauk," kata Djoko kepada Liputan6.com.

Djoko pun menunggu proses TOD yang saat ini sedang dilakukan oleh MRT.

"MRT mana yang ada TOD nya, kan belum muncul, lagi proses. Ya yang sudah kelihatan ya Blok M itu, cukup keliatan, naik turunnya tinggi. Malam hari orang mau makan. Nanti malam minggu wah rame itu," ucap Djoko.

Dia optimistis MRT Jakarta akan setara dengan Jepang yang sudah melakukan TOD di sekitar stasiunnya. Terlebih, MRT Jakarta memiliki ambisi untuk mencapai World Class Operator pada 2023.

Pengamat Kebijakan Publik Agus Pambagio menyarankan, MRT Jakarta fokus pada pengintegrasian kendaraan untuk mencapai mimpinya.

"Yang penting sambungin dulu dan koneksikan, baru yang lainnya. Karena kalau enggak gitu, enggak dikoneksi (dengan transportasi yang lain), yang beli juga terbatas. Diselesaikan dulu North-West East-Southnya, diselesaikan. Lalu Transjkarta 15 koridor selesaikan," ucap Agus kepada Liputan6.com.

Agus menegaskan, TOD itu hal mudah, apabila semua transportasi publik sudah terintegrasi, MRT dengan Transjakarta dan commuterline.

"Selesaikan dan atur konektivitasnya. TOD itu gampang. Selesaikan dulu, sehingga orang terkoneksi dengan baik, orang jalan dari point to point maksimum pindah 3 kali. Kemudian kalau jalan tidak boleh lebih dari 500 meter, baru itu transportasi kota yang ciamik. Kalau sekarang masih putus-putus. Pokoknya selesaikan, angkutan umum perkotaan di seluruh dunia yang beradab itu silang dan melingkar, tidak usah macam-macam," papar Agus.

Meski begitu, Agus merasa sangat terbantu dengan adanya MRT fase 1 dari Lebak Bulus-Bundaran Hotel Indonesia. Karena saat ini, ia merupakan salah satu penggunanya.

"Ada MRT ya baguslah, saya juga jarang bawa mobil, keluar rumah jalan kaki naik MRT sampai kantor jalan. Anak-anak muda sekarang pakai. Anak-anak saya enggak ada lagi yang pakai mobil," kata Agus.

Oleh karena itu, dia meminta agar pembangunan MRT Jakarta ini diteruskan dan dikoneksikan satu sama lain agar tidak terbatas.

"Yang ada dikonektivitaskan saja, MRT dengan KRL, dengan Transjakarta cukup," ujar Agus.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya