Penyalahgunaan Antibiotik Rentan Sebabkan Bakteri Resisten, Ini Bahayanya

Penyalahgunaan antibiotik rentan menyebabkan bakteri yang resisten, ini bahayanya

oleh Giovani Dio Prasasti diperbarui 18 Nov 2019, 12:00 WIB
Antibitik / Sumber: iStock

Liputan6.com, Jakarta Penyalahgunaan antibiotik menyebabkan seseorang berisiko mengalami resistensi antibiotik. Dalam kondisi tersebut, bakteri penyebab penyakit bisa bertahan dari pengobatan.

"Prinsipnya, makin sering makan antibiotik makin banyak bakteri yang resisten, sederhanya seperti itu," kata dokter spesialis anak Purnamawati Sujud dalam temu media di Jakarta pada Kamis pekan lalu, ditulis Senin (18/11/2019).

Dokter yang juga pendiri dan Dewan Penasehat Yayasan Orang Tua Peduli (YOP) ini mengatakan, ketika semakin banyak bakteri jahat yang resisten terhadap pengobatan antibiotik, seseorang akan lebih mudah untuk sakit.

Wati mencontohkan ketika seseorang terkena bakteri E.coli yang resisten, akan lebih kebal ketika seseorang mengonsumsi antibiotik. Bahkan, penyakit lebih berisiko menyerang organ-organ tertentu.

"Jadi ketika bakteri resisten menyerang, di satu sisi penyakitnya lebih berat dan lebih sulit sembuh," kata Wati.

Simak juga Video Menarik Berikut Ini


Biaya Pengobatan yang Lebih Besar

Ilustrasi bakteri. (iStock)

Salah satu penyebab lebih sulitnya penyakit akibat bakteri yang lebih lama adalah karena tenaga kesehatan harus mencari antibiotik yang lebih kuat.

"Jadi dunia kedokteran itu seperti sedang berlari di atas treadmill, tapi yang dikejar itu tidak pernah tertangkap. Jadi mencari antibiotik baru bukan solusi, meskipun menemukan itu juga penting," kata Wati.

Selain itu, antibiotik yang lebih kuat juga memiliki risiko efek samping yang lebih besar.

"Artinya dari sisi medis risiko kematiannya tinggi, dari sisi non-medis uangnya juga lebih besar," ujarnya.

YOP memaparkan bahwa ketika seseorang terinfeksi bakteri yang resisten atau superbugs, menjadi lebih sulit untuk disembuhkan dan terapinya membutuhkan biaya yang sangat mahal. Beberapa kasus bahkan menyebabkan cacat permanen.

YOP menjelaskan bahwa setiap tahunnya, 25 ribu nyawa melayang akibat bakteri resisten di Eropa. Sementara 23 ribu meninggal di Amerika Serikat, 38 ribu meninggal di Thailand, dan 58 ribu bayi meninggal di India karena masalah tersebut.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya