Bocoran Dokumen Sebut Pemerintah China Mendirikan Kamp Penahanan Uighur

Melalui bocoran dokumen yang tersebar, pemerintah China diduga ikut terlibat dalam adanya kamp penahanan masyarakat Uighur di negara tersebut.

oleh Liputan6.com diperbarui 18 Nov 2019, 16:00 WIB
Presiden Cina Xi Jinping seusai berbicara kepada awak media di Bandara Internasional Hong Kong, Kamis (29/6). Selama sepekan terakhir, Kepolisian Hong Kong sudah melakukan berbagai antisipasi terkait kunjungan Presiden Xi Jinping. (AP Photo/Kin Cheung)

Liputan6.com, Beijing - Sebuah dokumen setebal 400 halaman yang bocor dan dirilis oleh Harian New York Times mengungkapkan rincian baru tentang bagaimana pemerintah China mengatur penahanan massal lebih dari 1 juta orang dari minoritas Muslim di negara mereka, termasuk warga Uighur dan Kazakh.

Laporan eksklusif digambarkan oleh New York (NY) Times sebagai salah satu kebocoran paling signifikan dari dokumen pemerintah yang bersumber dari kalangan internal di China.

Dokumen itu memperlihatkan peran kunci yang dimainkan oleh para pejabat tinggi China serta Presiden Xi Jinping dalam pendirian kamp-kamp indoktrinasi.

Menurut New York Times, pengungkap fakta ini adalah seorang anggota anonim dari organisasi politik China, yang ingin memastikan para pemimpin Partai Komunis terkemuka itu tidak dapat menghindar sebagai pelaku dari tindakan keras tersebut.

PBB mengatakan ada laporan yang dapat dipercaya menyebutkan bahwa setidaknya 1 juta warga Muslim Uighur telah ditahan di kamp-kamp "re-edukasi" di Xinjiang.

Sementara China sendiri tetap mempertahankan klaim bahwa perlakuannya terhadap warga Uighur itu merupakan tindakan yang diperlukan untuk melawan terorisme dan ekstremisme.

Dokumen yang bocor itu juga mengungkapkan bahwa Presiden Xi Jinping telah menetapkan dasar dari tindakan keras terhadap warga Uighur itu pada tahun 2014 dalam sejumlah pidato pribadinya kepada para pejabat, setelah serangan penusukan mematikan di sebuah stasiun kereta api oleh gerilyawan Uighur di mana lebih dari 130 orang terluka dan setidaknya 33 orang tewas.

Namun, dalam pidato-pidato itu Presiden Xi Jinping tidak secara langsung memerintahkan penciptaan kamp-kamp penahanan.

Dalam pidatonya, Xi menyerukan dilakukannya perjuangan melawan terorisme, infiltrasi dan separatisme habis-habisan dengan menggunakan organ kediktatoran dan menunjukkan kebijakan yang tidak memberi ampun sama sekali.

Dokumen-dokumen tersebut menunjukkan perbedaan tajam antara Presiden Xi Jinping dengan keyakinan pendahulunya Hu Jintao tentang cara yang tepat untuk mengendalikan terorisme di wilayah sensitif, yang berbatasan dengan Pakistan dan Afghanistan.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Separatisme Etnis dan Kekerasan Teroris

Pusat pelatihan vokasional Hotan di Hotan County, Prefektur Hotan, Wilayah Otonomi Xinjiang-Uighur (XUAR) (Rizki Akbar Hasan / Liputan6.com)

Sementara Hu Jintai menanggapi kerusuhan mematikan pada 2009 di ibukota Xinjiang, Urumqi dengan sebuah tindakan keras, dia juga mendorong reformasi ekonomi.

Namun, Presiden Xi mengatakan meskipun telah terjadi pertumbuhan ekonomi, namun separatisme etnis dan kekerasan teroris masih meningkat.

"Dampak psikologis dari pemikiran keagamaan ekstremis terhadap orang-orang tidak boleh diremehkan," kata Presiden Xi kepada sejumlah pejabat dalam perjalanannya ke Xinjiang pada 2014.

"Orang-orang yang ditangkap karena kasus ekstremisme agama - pria atau wanita, tua atau muda - hati nurani mereka telah dihancurkan, mereka kehilangan rasa kemanusiaan, dan dapat melakukan pembunuhan dalam sekejap."

Menurut laporan New York Times, dokumen itu menunjukkan kamp-kamp penahanan warga Uighur mulai didirikan pada Agustus 2016 setelah ketua Partai Komunis China baru, Chen Quanguo, diangkat ke wilayah tersebut.

Dia menggunakan pidato Xi untuk membenarkan kampanye itu dan memerintahkan para pejabatnya untuk mengumpulkan semua orang yang harus ditangkap.

Dalam laporannya NY Times juga menyebut pemerintah China juga telah mengantisipasi kekacauan yang dipicu tindakan mereka memisahkan keluarga warga muslim Uighur.

Dokumen tersebut memuat instruksi rinci kepada otoritas lokal tentang bagaimana menangani mahasiswa yang mungkin kembali ke rumah dan menemukan orang tua, kerabat dan tetangga mereka telah ditahan di kamp penahanan.

Para mahasiswa diberitahu meski anggota keluarga mereka tidak melakukan kejahatan, mereka tidak dapat dibebaskan.

Namun, perilaku mahasiswa dapat memperpendek atau memperpanjang penahanan kerabat mereka.

Dokumen-dokumen itu juga dilaporkan menunjukkan adanya perlawanan terhadap tindakan keras tersebut dari dalam partai itu, beberapa dari anggota partai mengkhawatirkan penahanan itu akan semakin mengobarkan separatisme.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya