Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati merilis kondisi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) hingga 31 Oktober 2019.
Secara keseluruhan APBN mengalami defisit sebesar Rp 289,1 triliun atau sekitar 1,80 persen terhadap PDB.
"Posisi bulan Oktober defisit kita adalah pada angka Rp 289,1 trilun atau sebesar 1,80 terhadap GDP," ujar Sri Mulyani di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Senin (18/11).
Sri Mulyani merinci pendapatan Indonesia sampai dengan akhir Oktober mencapai Rp 1.508,9 triliun. Angka tersebut sekitar 69 persen dari total target tahun ini sebesar Rp 2.165,1 triliun.
Baca Juga
Advertisement
"Pendapatan negara terkumpul Rp 1508,9 triliun. Ini adalah 69 persen dari target tahun ini," jelasnya.
Adapun pendapatan negara terkoreksi oleh pendapatan perpajakan dari sektor migas yang mengalami perlambatan akibat pengaruh ekonomi global. Pendapatan perpajakan tercatat hanya sekitar Rp 1.173,9 triliun dan PNBP sebesar Rp 333,3 triliun.
Sementara itu dari sisi belanja, Kementerian Keuangan mencatat per 31 Oktober telah terealisasi sebesar Rp 1.798 triliun. Angka tersebut sekitar Rp 73,1 persen terhadap APBN tahun ini yang dianggarkan sebesar Rp 2.461, triliun.
Reporter: Anggun P. Situmorang
Sumber: Merdeka.com
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Defisit APBN Diprediksi Capai 2,2 Persen Hingga Akhir 2019
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memproyeksi defisit Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN) mencapai 2 hingga 2,2 persen hingga akhir tahun. Perkiraan defisit tersebut dengan mempertimbangkan potensi penerimaan dan belanja pada tahun berjalan.
Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan Luky Alfirman mengatakan, pelebaran defisit tersebut dengan mempertimbangkan kondisi ekonomi global yang memunculkan ketidakpastian yang cukup tinggi.
"Bicara pelebaran defisit, sampai akhir tahun diproyeksi sebesar 2 sampai 2,2 persen PDB karena ketidakpastian tinggi," ujarnya saat ditemui di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Jumat (25/10/2019).
Adapun realisasi defisit APBN hingga akhir Agustus 2019 lalu mencapai Rp 199,06 triliun atau sekitar 1,24 persen PDB. Posisi keseimbangan primer pada periode yang sama berada pada posisi negatif Rp 26,64 triliun.
Luky melanjutkan, APBN merupakan alat untuk menghadapi perubahan ekonomi yang terjadi sewaktu-waktu. Dalam tekanan ekonomi global yang fluktuatif perlu dilakukan penyesuaian supaya ekonomi tidak terpuruk semakin dalam.
"Ketika ekonomi dalam tekanan, itu butuh stimulus supaya ekonomi tadi tidak terpuruk dalam, salah satunya pelebaran defisit. Karena APBN itu tools atau alat menghadapi perekonomian kita," jelasnya.
Pemerintah akan terus berupaya menjaga agar defisit APBN sesusi dengan perundang-undangan.
"Jadi kita tidak perlu khawatir akan lebih 3 persen, pemerintah tetap konsisten sesuai undang-undang keuangan negara, terus ada fleksibilitas tapi tetap hati-hati dan prudent," tandasnya.
Advertisement