Liputan6.com, Milan - AC Milan dan Inter Milan berniat membangun stadion baru sebagai pengganti San Siro Stadium. Dua konsep telah ditawarkan oleh kontraktor ternama Papulous dan Manica-CMR.
Sama-sama megah. Manica hadir dengan konsep modern lengkap dengan berbagai fasilitas pendukung dan bisa digunakan untuk berbagai acara termasuk konser. Sementara Populous hadir dengan konsep The Cathedral yang terinspirasi dari bangunan bersejarah Duomo.
Advertisement
Selain untuk menambah kapasitas stadion, pembangunan stadion baru ini dianggap sebagai salah satu solusi untuk menambah pemasukan dua tim asal kota Milan itu. Pimpinan Rossoneri, Paolo Scaroni, bahkan optimistis mampu menyaingi klub-klub Eropa lainnya.
"Semua klub Eropa meraup pemasukan hingga 100 juta euro dari stadion. Sementara AC Milan dan Inter Milan hanya sekitar 34 juta euro," katanya beberapa waktu lalu.
Namun San Siro, bukan hanya 'milik' dua klub asal Milan, AC Milan dan Inter Milan saja. Stadion yang berdiri sejak 1926 itu punya nilai historis bagi warga di kota mode itu. Merubuhkan San Siro bakal mengapus sebagian kenangan masa kecil warga Milan.
Setidaknya inilah yang dirasakan oleh Emelio Cremonesi, pemandu wisata yang menemani Liputan6.com saat berada di kota Milan bersama Astra Honda Motor (AHM) 5-6 November 2019. Cremonesi sudah berusia 55 tahun. Bagi generasinya, San Siro adalah kepingan masa lalu yang tidak akan tergantikan lewat kehadiran stadion baru yang supermegah sekalipun.
"Bagi saya, San Siro kenangan mana masa kecil saya," kata Cremonesi dalam perbincangan santai di Hotel NYX, Milan, Italia. "Saya sering ke sana saat masih kecil dulu," bebernya.
San Siro dibangun pada tahun 1925 dan baru beroperasi setahun kemudian. Sebelum dijual kepada pemerintah Milan, stadion ini awalnya adalah lokasi pacuan kuda milik Presiden AC Milan, Piero Pirelli. Dia lalu mengubah tempat itu menjadi stadion untuk skuat Rossonerri.
Hingga saat ini, San Siro telah berulang kali mengalami renovasi untuk menambah daya tampung penonton. Saat ini, San Siro merupakan stadion terbesar di Italia dan Eropa.
Stadion ini dirancang oleh dua atsitek andal, Alberto Cugini dan Ulisse Stacchini. Terinspirasi dari stadion di Inggris, bangunan ini menghabiskan dana 5 juta lire dan baru selesai selama 13 bulan. Awalnya, bangunan hanya mampu menampung 35 ribu penonton saja.
Peresmian San Siro ditandai dengan derby AC Milan vs Inter Milan pada 19 September 1926. Pemerintah kota Milan kemudian membeli stadion ini dan merenovasinya pada tahun 1935. Sejak musim 1947/48, stadion ini resmi menjadi markas AC Milan dan Inter Milan. Dan pada tahun 1980, namanya diganti menjadi Giuseppe Meazza untuk menghormati pemain legendaris dari Milan yang pernah bermain untuk kedua klub, AC Milan dan Inter Milan.
Renovasi besar-besaran kembali dilakukan jelang Piala Dunia 1990 yang digelar di Italia. Saat ini, San Siro sudah termasuk stadion dengan kategori empat UEFA.
"Saya ke sana saat Stadion San Siro masih dua ring, jadi sebelum direnovasi untuk Piala Dunia," kata Cremonesi mengenang perkenalannya dengan San Siro saat masih kecil dulu.
Sejak kecil, Cremonesi merupakan pendukung Inter Milan mengikuti jejak ayahnya. Di Italia, pilihan seperti ini lazim di mana sang ayah mewariskan klub favoritnya kepada sang anak.
Ikatan keluarga Cremonesi dengan Inter Milan semakin emosional berkat kehadiran Giacinto Facchetti. Sebab pemain legendaris Nerrazurri itu berasal dari desa tempat lahir Cremonesi.
"Saya masih sempat menyaksikan pertandingan terakhir Facchetti di San Siro," katanya.
San Siro seperti halaman belakang tempat bermain Cremonesi. Sebagai pemilik tiket semusim, hampir setiap pekan dia menyambangi San Siro untuk menyaksikan Inter Milan bertanding bersama ayahnya.
"Saat ayah sudah tidak bisa lagi ke stadion, saya pergi bersama teman-teman yang berusia lebih tua karena saat itu saya baru 13 tahun," katanya.
Inter Milan vs Palermo menjadi laga terakhir yang disaksikan Cremonesi sekitar 20 tahun lalu. Sejak saat itu, dia sudah jarang ke San Siro untuk menyaksikan sepak bola. Terakhir kali dia menyambangi stadion legendaris itu untuk menghadiri acara keagamaan saja.
Tidak Melulu Bisnis
Beberapa bulan lalu, Cremonesi, terusik. Berita di surat kabar dan internet menyampaikan kalau AC Milan dan Inter Milan berniat menggantikan San Siro. Bahkan, di awal-awal pemberitaan, sempat muncul wacana untuk menghancurkan stadion bersejarah tersebut.
"Mereka katanya ingin membangun stadion yang lebih megah. Menambah kapasitas dengan tempat belanja, sport center, dan restoran di sekelilingnya. Stadion baru ini mungkin bakal megah, tapi bagi saya tetap saja itu bukanlah Stadion San Siro," kata Cremonesi.
"Walikota juga mengatakan kalau San Siro bisa digunakan untuk konser dan sepak bola wanita. Mengundang 20 ribu orang ke sana, stadion tetap akan terlihat kosong. Jadi bagi saya ini tidak masuk akal. Generasi mendatang mungkin akan menyukai stadion baru yang megah, tapi bagi generasiku tidak. Sebab kami punya banyak kenangan di San Siro."
Tradisi sebagai suporter Inter Milan sampai sekarang masih terjaga di keluarga Cremonesi. Anaknya yang saat ini berusia 22 tahun juga fans Inter Milan dan bekerja di San Siro sebagai steward. Meski beda generasi, Cremonesi mengaku anaknya juga satu suara dengannya.
"Membangun stadion baru yang megah lengkap dengan berbagai fasilitas mungkin baik dari sisi bisnis, tapi mereka juga harus mempertimbangkan hal yang lain seperti historisnya. Saya berhenti menyaksikan sepak boal, karena belakangan ini sepak bola sudah lebih banyak soal uang. Tidak ada lagi emosional yang terbangun seperti ketika saat pemain-pemain seperti Facchetti yang sejak awal hingga akhir memperkuat satu tim saja."
Advertisement
Pro dan Kontra
Warga Milan lainnya, Gracia, juga sependapat dengan Cremonesi. Gracia bukanlah penggemar sepak bola. Wanita paruh baya tersebut lebih menyukai fesyen. Meski demikian, Gracia tetap menolak bila San Siro harus dirubuhkan demi stadion baru.
"Stadion San Siro adalah kebanggaan kota Milan. Bukan hanya untuk penggemar sepak bola, San Siro punya nilai historis bagi seluruh warga Milan. Jadi merubuhkan San Siro seharusnya jangan sampai dilakukan karena bangunan itu kebanggaan warga Milan," kata Gracia.
Sementara itu, Emilio Righi, pegawai jasa rental segway di Milan, menilai upaya AC Milan dan Inter Milan membangun stadion baru masuk akal. Sebab San Siro yang berada di lokasi pemukiman warga tidak lagi punya lahan yang cukup luas untuk pengengambangan.
"Lokasi San Siro saat ini sudah terlalu sempit. Masuk akal bila klub ingin membanung stadion dengan fasilitas yang lebih mewah di tempat lain," kata pendukung Inter Milan tersebut.
"Namun keputusan belum ada sampai saat ini. Kita lihat saja," katanya.
Liputan6.com sempat menyambangi San Siro di kota Milan, Italia, 7 November 2019. Stadion berkapasitas 80 ribu penonton ini berada di kawasan Via Piccolomini 5, Milan.
San Siro bisa dijangkau lewat berbagai moda transportasi umum seperti trem dan metro. Stadion ini tampak megah dengan empat pilar penopang utama di setiap sudutnya dan tujuh pilar lainnya sebagai penyangga tribune penonton yang saat ini sudah empat lantai.
Tidak ada pintu utama di San Siro Stadium. Masing-masing pintu hanya ditandai angka penanda gate saja. Di dalam San Siro terdapat toko merchandise resmi yang menjual berbagai pernak-pernik, kedua klub yang bermarkas di sana, yakni AC Milan dan Inter Milan.
Dari dalam toko ini, pengunjung juga bisa melihat lapangan pertandingan. Saat tidak ada jadwal pertandingan, pengelola stadion menyediakan paket tur kepada para pengunjung.