Tidak Selalu Sehat, 4 Risiko Jika Makan Tahu Berlebihan

4 risiko yang mungkin dihadapi oleh kita bila terlalu banyak mengonsumsi tahu.

oleh Afra Augesti diperbarui 18 Nov 2019, 19:40 WIB
ilustrasi/copyright pixabay.com/focusonpc

Liputan6.com, Jakarta - Tahu umumnya ditemukan dalam masakan Asia, terutama di Asia Timur dan Asia Tenggara. Rasanya yang netral memungkinkan makanan ini dengan mudah dimasukkan ke dalam resep apa pun.

Tahu, yang terbuat dari kedelai, biasanya dikonsumsi sebagai pengganti daging merah, diet vegetarian, dan kebutuhan lemak nabati.

Satu blok tahu dengan berat 122 gram, menurut situs medicalnewstoday.com, mengandung:

177 kalori

5,36 gram karbohidrat

12,19 gram lemak

15,57 gram protein

421 mg kalsium

65 mg magnesium

3,35 mg zat besi

282 mg fosfor

178 mg kalium

2 mg seng

27 mikrogram (mcg) folat, DFE

Tahu juga menyediakan sejumlah kecil tiamin, riboflavin, niasin, vitamin B-6, kolin, mangan, dan selenium.

Kedelai adalah komponen utama pembuat tahu. Bahan makanan ini adalah sumber protein diet lengkap yang menyediakan semua asam amino esensial yang dibutuhkan dalam seporsi makanan.

Kalsium dan magnesium dalam kedelai dapat membantu memperkuat tulang, mengurangi gejala pra menstruasi (PMS), mengatur gula darah, dan mencegah sakit kepala migrain.

Kedelai juga kaya lemak tak jenuh ganda yang sehat, terutama asam omega-3 alfa-linolenat. Isoflavon dalam makanan berbahan kedelai telah dikaitkan dengan berbagai manfaat kesehatan, tetapi juga beberapa risiko.

Berikut 4 risiko kesehatan yang mungkin kita dapatkan dengan mengosumsi tahu berlebih, mengutip medicalnewstoday.com, Senin (18/11/2019).


1. Kanker Payudara?

Ilustrasi Kanker Payudara (iStock)

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa asupan kedelai yang tinggi dapat mengantarkan kita, terutama perempuan, pada kanker payudara.

Namun, studi geografis melaporkan, di daerah-daerah di mana wanita mengkonsumsi lebih banyak kedelai, tingkat kanker payudaranya lebih rendah.

Masalah ini masih menjadi kontroversi sampai sekarang, sebab tidak ada cukup bukti dari uji klinis manusia untuk mengkonfirmasi risiko tersebut.

Selain itu, dampak kosumsi tahu berlebih tampaknya hanya berhubungan dengan jenis kanker payudara tertentu, yang merupakan reseptor estrogen positif.

Beberapa studi yang diterapkan pada tikus memperlihatkan asupan kedelai tinggi dapat meningkatkan pertumbuhan tumor, tetapi penelitian ini kemudian menemukan bahwa tikus dan manusia tidak sama dalam memetabolisme kedelai, sehingga hasil riset tidak valid.

Makanan kedelai utuh dalam jumlah sedang, untuk saat ini, dianggap tidak mempengaruhi pertumbuhan tumor atau risiko kanker payudara.

Para peneliti lain menyimpulkan, mengonsumsi sedikitnya 10 miligram (mg) kedelai setiap hari dapat mengurangi pertumbuhan sel-sel kanker payudara hingga 25 persen.

Ilmuwan lainnya menyebut, isoflavon dalam kedelai dapat membantu melindungi tubuh dari penyakit.


2. Efek Pemrosesan

ilustrasi: Tahu dan Tofu (sumber: iStockphoto)

Temuan dari studi yang diterapkan pada hewan juga menunjukkan bahwa tingkat risiko pertumbuhan tumor tergantung pada sejauh mana produk yang mengandung isoflavon diproses.

Lebih baik mengonsumsi tahu dan makanan kedelai lainnya yang mengalami proses pengolahan dalam jumlah minimal, seperti kedelai atau edamame, tahu, tempe, dan susu kedelai.

Produk yang terbuat dari tahu, seperti sosis tahu, mungkin mengandung zat tambahan seperti natrium dan perasa, yang membuatnya kurang sehat untuk tubuh. Penting untuk memeriksa label nutrisi ketika membeli makanan olahan.


3. Feminisasi dan Kesuburan

ilustrasi bola-bola tahu goreng/Photo by Léo Roza on Unsplash

Kekhawatiran lebih lanjut dengan asupan kedelai yang tinggi adalah bahwa fitoestrogen dalam produk kedelai mungkin memberikan efek feminisasi ringan.

Selain itu, ini dapat menyebabkan komplikasi seperti ginekomastia (perkembangan payudara pada pria), atau memengaruhi kesuburan, meski dampaknya bisa jadi tidak cukup parah.


4. Kedelai yang Dimodifikasi Secara Genetik

Ilustrasi kedelai hitam (Wikipedia/Creative Commons)

Produk kedelai yang berasal dari Amerika Serikat sering dimodifikasi secara genetik (GMO). Produk kedelai juga dapat diproses dengan heksana, yaitu pelarut yang digunakan untuk mengekstraksi minyak dari kacang kedelai.

Bagi siapa pun yang ingin terhindar dari GMO atau pemrosesan heksana, cukup konsumsi makanan organik setiap hari.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya