Bali dan Pulau Komodo Masuk Daftar Destinasi Tak Layak Dikunjungi 2020 Versi Media AS

Fodors memasukkan Bali dan Pulau Komodo ke dalam No List alias daftar destinasi untuk tidak dikunjungi pada 2020 dengan beragam alasan.

oleh Dinny Mutiah diperbarui 19 Nov 2019, 15:02 WIB
Ilustrasi wisata Bali. (dok. pexels.com/Aditya Agarwal)

Liputan6.com, Jakarta - Nama Bali dan Pulau Komodo kembali disorot. Kali ini bukan karena keindahan alam atau atraksi wisata yang memesona, tetapi berkaitan kabar kurang sedap yang disampaikan sebuah media asal Amerika Serikat, Fodors.com.

Nama dua lokasi andalan sektor pariwisata Indonesia itu masuk dalam daftar No List alias destinasi yang tak disarankan dikunjungi pada 2020. Dilansir dari Fodors.com, Selasa (19/11/2019), daftar tersebut dibuat untuk mengangkat masalah-masalah etik, lingkungan, hingga politik yang harus dipikirkan sebelum, selama, dan sesudah bepergian oleh para traveler.

No List pertama kali dikeluarkan pada 2010. Pada tahun ini, terdapat 13 destinasi wisata yang masuk No List. Pihak redaksi mengklaim bahwa pencantuman semua lokasi ini dalam daftar dilakukan secara bertanggung jawab dan bertujuan untuk memperbaiki kondisi tempat-tempat tersebut di masa depan.

Fodors memasukkan Bali dalam kategori Tempat yang Tidak Menginginkan Anda (atau Menginginkan Anda dalam Takaran yang Lebih Kecil dan Lebih Baik). Masuknya Bali ke dalam No List lantaran Pulau Dewata itu menderita efek overtourism dalam beberapa tahun terakhir. Indikasinya terlihat pada kondisi darurat sampah yang dideklarasikan pada 2017 lalu.

Saat itu, sampah plastik dalam volume besar mengotori perairan dan pantai di Bali. Badan Lingkungan Hidup Bali mencatat pulau tersebut memproduksi 3.800 ton sampai setiap hari, hanya 60 persennya yang sampai di Tempat Pembuangan Akhir.

Akibatnya, pemerintah resmi melarang penggunaan plastik sekali pakai yang meliputi kantong kresek, styrofoam, dan sedotan plastik, di seluruh wilayah Bali, pada Desember 2018. Pada tahun ini, DPRD setempat sedang mengusulkan aturan pajak turis sebesar 10 dolar AS per orang untuk mengerem masalah kebanyakan wisatawan tersebut.

Di sisi lain, pariwisata di Bali berdampak pada kelangkaan air sebagai akibat berdirinya vila-vila mewah dan lapangan golf. Hal itu langsung berimbas pada keuntungan yang diperoleh petani lokal.

Selain menyinggung masalah lingkungan tersebut, Fodor juga menyebut otoritas setempat kini sedang berusaha mengaktifkan panduan wajib bertingkah laku bagi para wisatawan yang mengunjungi tempat-tempat suci.

Aturan ini diberlakukan lantaran banyak tingkah turis asing yang tak menghormati tempat suci, di antaranya mengunjungi pura dengan berbikini, memanjat situs terlarang, dan berlaku tak pantas dan melanggar normal lainnya.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Bagaimana dengan Komodo?

Guide taman nasional berinteraksi dengan seekor komodo di Pulau Rinca, Taman Nasional Komodo, NTT, Minggu (14/10). Pulau Rinca dihuni lebih dari 1.500 ekor komodo. (Merdeka.com/Arie Basuki)

Sementara itu, Komodo juga dimasukkan dalam daftar tersebut tetapi dalam kategori berbeda, yakni Lokasi yang Berhak Menerapkan Pajak Turis Lebih Besar. Dalam kategori ini juga terdapat Kepulauan Galapagos, Ekuador, di dalamnya.

Pembatalan rencana pemerintah Indonesia untuk menutup sementara Pulau Komodo mulai Januari 2020 mendatang dipandang negatif oleh Fodors. Menurut media tersebut, kapitalisasi keunikan alam tersebut meski dianggap wajar, tetap harus diperhatikan matang-matang untuk kelangsungan masa depan hewan langka tersebut.

Pemerintah Indonesia membatalkan rencana tersebut setelah pariwisata dianggap tak mengancam keberlangsungan hidup hewan purba di habitatnya. Studi terhadap Situs Warisan Dunia UNESCO itu dilakukan oleh lintas kementerian, tetapi terutama oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Meski tak jadi melarang, pemerintah akan menerapkan aturan lain untuk memperbaiki kondisi di area destinasi wisata tersebut, termasuk pusat penelitian komodo. Usulannya masih didiskusikan, termasuk membatasi jumlah pendatang dan meningkatkan pajak turis yang nilainya mencapai 1.000 dolar AS.

Gubernur NTT Viktor Laiskodat bahkan sampai mengeluarkan pernyataan kontroversial beberapa waktu lalu. Ia melarang wisatawan tak berduit untuk berwisata di NTT, sebab wilayahnya dirancang untuk menjadi destinasi wisata kelas premium.

"Oleh karena itu wisatawan yang miskin jangan datang berwisata ke NTT. Karena memang sudah dirancang untuk wisatawan yang berduit," kata Viktor Laiskodat.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya