DPR Cecar Mendes soal Isu Desa Fiktif

Perlu evaluasi menyeluruh terhadap pendataan desa-desa yang ada di seluruh Indonesia.

oleh Delvira Hutabarat diperbarui 19 Nov 2019, 16:43 WIB
Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Indonesia (PDTT), Abdul Halim Iskandar (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Komisi V DPR RI tidak sepakat dengan pernyataan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati yang menyebut ada desa fiktif. Dalam rapat kerja dengan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, Komisi V DPR RI mendesak Menteri Abdul Halim Iskandar meluruskan istilah tersebut.

"Pak Menteri harus ngomong, dong. Apa yang disampaikan Menkeu itu kan bikin baper. Mana ada desa fiktif, apalagi desa siluman," ujar anggota Komisi V dari Fraksi PDI Perjuangan, Herson Mayulu di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (19/11/2019).

Anggota Komisi V DPR RI yang lain, Tamanuri, menyebut perlu ada evaluasi menyeluruh terhadap pendataan desa-desa yang ada di seluruh Indonesia.

Menurut dia, desa-desa yang disebut fiktif hanyalah desa yang belum memenuhi syarat administrasi, seperti kurangnya jumlah warga.

"Kita perlu evaluasi bagi desa-desa namanya itu, bukan hantu, bukan. Desa hantu-hantuan mungkin ada karena dia hanya ada 50-100 kepala keluarga (KK)," ucap Tamanuri.

Menanggapi hal tersebut, Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Abdul Halim Iskandar menegaskan, tidak ada desa siluman atau desa fiktif.

"Saya tidak pernah mengiyakan adanya desa siluman," katanya.

Saksikan video pilihan berikut ini:


Ciri-Ciri Desa Fiktif

Menteri Keuangan Sri Mulyani saat konferensi pers APBN KiTa Edisi Feb 2019 di Jakarta, Rabu (20/2). APBN 2019, penerimaan negara tumbuh 6,2 persen dan belanja negara tumbuh 10,3 persen. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, mengaku belum mengetahui dan menghitung total kerugian negara akibat adanya desa fiktif yang menerima dana desa. Sejauh ini pihaknya juga masih melakukan proses verifikasi untuk desa-desa mana saja yang dianggap memanfaatkan bantuan dari pemerintah tersebut.

"Ini, kan, audit aja kita lihat. Kita lihat berdasarkan report, kemudian verifikasi berapa jumlahnya. Mekanismenya sendiri kalau dari sisi transfer, kalau kita tahu desanya tida ada kan, bisa kita setop," kata dia saat ditemui di Kantor Pusat DJP, Jakarta, Kamis, 14 November 2019.

Bersama dengan Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Desa dan Daerah Tertinggal, pihaknya juga akan memantau perkembangan dari temuan-temuan di lapangan. Sementara pemerintah daerah akan terlibat aktif untuk proses verifikasi kembali.

"Kita nanti akan lihat terus bersama Kemendagri dan Kemendes. Sedangkan tentu dari pemda akan terus melakukan juga verifikasi, sehingga kita juga bisa melihat apakah memang legitimated yang kita transfer itu," jelasnya.

Di samping itu, Bendahara Negara ini juga menyebutkan beberapa indikator daripada desa fiktif. Di mana desa-desa itu sebetulnya memiliki nama, tapi tidak ada penduduknya.

"Desa kan ada kriterianya. Kalau desa di Jawa harus minimal 5.000 penduduknya, kalau di luar Jawa ada yang 2.000 ada yang 3.000, yang di timur lebih sedikit lagi. Tapi enggak ada yang lebih kecil di bawah seribu," katanya.

"Jadi kalau ada desa yang jumlah penduduknya di bawah 100 itu kan berarti kan bukan desa, kecuali desa legacy dalam hal ini," kata dia.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya