Beda Pandangan Muhammadiyah dan NU Rembang soal Sertifikasi Nikah

Sertifikasi nikah ini tidak termasuk syarat sah nikah dalam Islam.

oleh Ahmad Adirin diperbarui 20 Nov 2019, 09:00 WIB
ilustrasi menikah/Photo by wendel moretti from Pexels

Liputan6.com, Rembang - Wacana soal kewajiban mendapatkan sertifikasi nikah bagi calon pengantin yang disampaikan Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Kemanusiaan dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy baru-baru ini mendapatkan tanggapan pro dan kontra dari Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU) Kabupaten Rembang, Jawa Tengah.

Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Rembang, Anshori Sholih, menyatakan secara kelembagaan pihaknya masih menunggu keberlanjutan informasi tersebut karena wacana dan petunjuk teknis mengenai sertifikasi nikah ini juga belum dirilis. Namun secara ide, dirinya setuju dengan adanya pelatihan pra-nikah seperti yang disampaikan oleh Muhadjir Effendy.

Anshori memberikan gambaran, pasangan yang berencana nikah akan mendapatkan informasi terkait hal-hal seputar pernikahan, tentang bagaimana saat mempunyai anak sehingga secara mental pasangan akan lebih siap untuk menikah.

Menurutnya, pelatihan pra-nikah tersebut juga bisa mencegah terjadinya stunting atau kelahiran bayi cebol (kerdil), sebab pencegahan harus dimulai dari sejak hamil. Pasalnya, kata dia, kasus stunting di Indonesia tahun 2018 mencapai 33 persen.

"Secara ide kami sangat mendukung, namun masih kita tunggu teknisnya. Hal yang keliru jika sertifikasi nikah dianggap membuat ribet masyarakat yang berencana menikah," ujar Anshori kepada Liputan6.com, Selasa (19/11/2019).

"Arahnya adalah agar calon pengantin lebih siap mental, itu yang disampaikan Bupati saat pidato ulang tahun Muhammadiyah kemarin," imbuhnya.

 


Bukan Syarat Sah Nikah dalam Islam

Ilustraasi foto Liputan6

Hal berbeda diungkapkan oleh Sekretaris PCNU Rembang, Muhtar Nur Halim yang berpendapat, apabila nantinya sertifikasi nikah digunakan sebagai syarat sah administrasi pernikahan, dirinya tidak setuju dan itu berbahaya. Sertifikasi nikah, kata dia, tidak termasuk syarat sah nikah dalam Islam.

Jika tujuan pelatihan pra-nikah yang rencananya selama tiga bulan bertujuan untuk memberi pemahaman tentang pernikahan terhadap calon pengantin, menurutnya itu sudah ada dan dilakukan oleh lembaga pendidikan.

Muhtar menyebutkan, di madrasah atau sekolah sudah ada pelajaran tentang bab nikah. Upaya tersebut, kata dia, bisa lebih efektif dengan menambah materi dalam kurikulum pendidikan tentang nikah.

"Ya untuk menyelesaikan salah satu keanehan pemerintah tentang hal ini, tambah saja kurikulum tentang bab nikah di lembaga-lembaga pendidikan," ungkap Muhtar.

Muhtar menyampaikan, adanya sertifikasi nikah nantinya malah membuat ribet calon pengantin yang akan menikah. Selain itu, kata dia, wacana ini mengingatkan adanya sertifikasi dalam banyak hal di Indonesia seperti sertifikat halal yang diperebutkan antara MUI dengan Kementerian Agama yang ujung-ujungnya adalah proyek dan hal tersebut yang tak diharapkan.

 

Simak video pilihan berikut ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya