Liputan6.com, Jakarta - Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Astera Primanto Bhakti, menyatakan sebenarnya tidak mudah mendapatkan dana desa yang disalurkan pihaknya. Proses verifikasi berjenjang dan tahapan harus dilalui secara rinci.
"Diberikan tiga tahap, pertama 20 persen pada Januari, kedua 40 persen pada Maret, dan 40 persen sisanya pada Juli. Itu ada syaratnya, misal Perda APBD, masing-masing diserahkan perdanya di-list digabungkan dngan rincian desa," kata Astera saat diskusi Forum Merdeka Barat (FMB) dengan tema Polemik Dana Desa: Sudah Tepat Guna?," di Kantor Kemenkominfo, Jakarta Pusat, Selasa (19/11/2019).
Selain tahapan penyaluran dan persyaratan tersebut, dana desa juga tidak sembarang bisa diberikan bilamana dana di penyaluran sebelumnya membuahkan realisasi yang tidak maksimal. Dia mengatakan, minimum 70 persen serapannya dengan capaian output sebesar 50 persen.
Baca Juga
Advertisement
"Dalam syarat penyaluran ada tahap realisasi dan capaian serapan, dan output, kita lihat itu, kalau belum tercapai tak diberikan (disalurkan)," jelas Astera.
Dalam realisasinya, Astera melanjutkan, dari total Rp 70 triliun dana desa tahun 2019, kementeriannya sudah menyalurkan sebanyak Rp 52 triliun. Menurutnya hal tersebut masuk kategori yang cukup baik.
"Hal yang masih menjadi kelemahan (dalam penyaluran) misal keseuaian program dan sistem laporan yang mungkin rumit karena tingkat keahlian aparatur di tiap desa beragam, jadi ke depan akan kita buat sistem yang sesuai dengan tata kelola baik," tutur dia.
Terkait berapa jumlah dana desa yang disinyalir telah tersalurkan ke empat desa 'fiktif' di Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara, Astera belum menanggapi. Menurutnya hal itu harus dikordinasikan dengan Kementerian Dalam Negeri sebagai pemegang data desa terkait.
"Kita tunggu data Kemendagri, terkait masalah kerugian negara," tutup dia.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Kemendagri Akui Ada Maladministrasi 4 Desa di Konawe
Sebelumnya, Dirjen Bina Pemerintah Desa Kemendagri, Nata Irawan mengungkap fakta di balik prahara dugaan desa fiktif di Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara. Hasilnya, empat desa di kabupaten tersebut bukanlah fiktif, hanya tata kelola pemerintahannya saja yang tidak optimal karena cacat hukum.
“Hasil temuan yang kami dapat, ternyata desa tersebut ada tetapi tidak berjalan tata kelola pemerintahannya secara optimal,” kata Nata saat konferensi pers di Operation Room Gedung B Kemendagri, Jakarta Pusat, melalui siaran pers diterima, Selasa (18/11/2019).
Nata membeberkan, hasil verifikasi kondisi riil di lapangan secara historis dan sosiologis dipastikan bahwa total terdapat 56 desa. Temuan tim mendapatkan data dan informasi bahwa penetapan Perda Nomor 7 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Peraturan Daerah Kabupaten Konawe Nomor 2 Tahun 2011 tentang Pembentukan dan Pendefinitifan Desa-Desa dalam Wilayah Kabupatan Konawe tidak melalui mekanisme dan tahapan di DPRD. Sehingga Nata berkesimpulan ada cacat hukum di dalamnya.
"Perda yang dilakukan oleh Bupati Konawe cacat hukum, karena tidak melalui mekanisme dari DPRD. Oleh karenanya harus diperbaiki," tegas Nata.
Advertisement