Kementan Usul Ekspor Daging Babi Beku ke China

China kini tengah membutuhkan banyak pasokan daging babi beku.

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 21 Nov 2019, 09:00 WIB
Daging babi di Pasar Tomang Barat. Dok: Tommy Kurnia/Liputan6.com

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Pertanian (Kementan) melalui Badan Karantina Pertanian (Barantan) mengusulkan pembukaan pasar ekspor baru ke China, yakni untuk produk daging babi beku dan daging unggas beku.

Kepala Pusat Karantina Hewan dan Keamanan Hayati Hewani Barantan, Agus Sunanto, menyampaikan bahwa China kini tengah membutuhkan banyak pasokan daging babi beku.

"Ini untuk mengisi pasar Tiongkok yang terdampak wabah African Swine Fever (ASF), dimana menyebabkan kematian 50 persen populasi babi di Tiongkok," jelas Agus, Kamis (21/11/2019).

Menurut Agus, pihaknya juga menawarkan akses pasar daging unggas beku, dimana Indonesia telah menerapkan sistem kompartemen bebas flu burung (Avian Influenza/AI).

"Unggas asal Indonesia dapat dijamin kesehatan dan keamanannya karena telah diterapkan penerapan peternakan bebas AI dengan sertifikat jaminan sebagai kompartemen bebas AI," terang dia.

Selain produk hewan, Kepala Pusat Karantina Tumbuhan dan Keamanan Hayati Nabati Barantan AM Adnan mengatakan, pemerintah juga melakukan negosiasi akses pasar buah tropis Indonesia ke Negeri Tirai Bambu.

Dia menganggap, China sebagai negara dengan jumlah penduduk terbesar di dunia merupakan pasar potensial bagi buah tropis.

"Kita jajaki akses pasar untuk 5 buah prioritas, yaitu nanas, buah naga, mangga, durian, dan kelapa," terangnya.

Dari negosiasi tersebut, Adnan melanjutkan, otoritas karantina kedua negara sepakat untuk saling memperlancar dan memberikan kemudahan dalam perdagangan produk hortikultura melalui pengembangan protokol, serta review terhadap ketentuan dan peraturan ekspor atau impor.

"Kita sepakat untuk menghilangkan hambatan perdagangan atau barrier to trade. Ini intinya," tukas Adnan.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


BPS Catat Ekspor Babi Capai USD 4,8 Juta di September 2019

ilustrasi gambar daging babi (Sumber: Pixabay)

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat ekspor babi Indonesia pada September 2019 sebesar USD 4,8 juta. Ekspor tersebut turun sebesar 10,86 persen jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya sebesar USD 5,3 juta.

Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Yunita Rusanti mengatakan, secara umum BPS mencatat ekspor binatang hidup termasuk babi. Babi sendiri, sebagian besar diekspor ke Singapura.

"Kami mencatat binatang hidup. Untuk babi, ada datanya," ujarnya saat ditemui di Kantor BPS Pusat, Jakarta, Selasa (15/10/2019).

Pintu keluar ekspor babi dari Indonesia adalah melalui Batam. Batam menjadi senter ekspor karena dekat dengan Singapura yang merupakan pasar utama paling besar.

Adapun ekspor babi secara kumulatif dari Januari hingga September 2019 tercatat USD 44,79 juta. Angka tersebut tumbuh 9,22 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya USD 41,01 juta.

Reporter: Anggun P. Situmorang

Merdeka.com 


Babi Hutan Indonesia Serbu Malaysia

Pedagang babi panggang melayani pembeli di pasar di Phnom Penh, Kamboja (4/2). Menyambut Tahun Baru Imlek, warga Kamboja mempersiapkan daging babi panggang untuk sajian makan. (AFP Photo/Tang Chhin Sothy)

Masalah lintas batas kerap terjadi antara Malaysia dan Indonesia. Bukan hanya imigran ilegal, saat ini pemerintah Negeri Jiran itu juga menghadapi serbuan babi hutan dari Indonesia yang masuk ke Melaka melalui perairan.

Ketua Komite Pertanian, Pengembangan Agribisnis, dan Koperasi Melaka, Norhizam Hassan Baktee mengatakan, babi hutan adalah perenang yang hebat. Mereka menyeberangi Selat Malaka dari Sumatera untuk mencari habitat baru di Malaysia.

"Invasi babi hutan ke laut membuat kami putus asa karena populasi hewan meningkat di Melaka. Pulau Besar yang mistis di sini telah menyaksikan kerusakan luas dari 'migrasi' puluhan babi hutan, termasuk anak babi," katanya, seperti dilansir The Star, Kamis (5/9/2019).

Norhizam mengatakan, para nelayan melaporkan kerap melihat moncong babi hutan dalam gelap di sepanjang garis pantai Melaka hampir setiap malam. "Sekarang Melaka dihuni babi hutan liar dari Indonesia," ujarnya.

Banyaknya babi hutan ini, sambungnya, bisa melebihi jumlah manusia di Pulau Besar jika situasinya tidak terkendali.

"Pulau Besar tampaknya menjadi titik pendaratan bagi babi hutan sebelum mereka menyeberang ke daerah yang dekat dengan Ujong Pasir di daratan dan daerah pesisir lainnya," ungkap Norhizam. 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya