Demo Irak Kembali Telan Korban, 2 Orang Tewas dalam Unjuk Rasa Terbaru

Dua orang tewas dan 38 lainnya dilaporkan terluka di Baghdad, Irak pada Kamis pagi (21/11/2019) dalam sebuah unjuk rasa terbaru di negara yang tengah diguncang unjuk rasa nasional.

oleh Liputan6.com diperbarui 21 Nov 2019, 18:08 WIB
Pengunjuk rasa antipemerintah membakar sejumlah benda dan memblokir jalan saat menggelar protes di Baghdad, Irak, Rabu (2/10/2019). Pengunjuk rasa memprotes korupsi, kegagalan memenuhi layanan publik serta pengangguran. (AP Photo/Hadi Mizban)

Liputan6.com, Irak - Dua orang dilaporkan tewas di Baghdad, Irak pada Kamis pagi 21 November 2019 waktu setempat. Peristiwa itu terjadi dalam sebuah gelombang unjuk rasa sarat kekerasan terbaru, di negara yang tengah diguncang demonstrasi nasional sejak bulan lalu.

Unjuk rasa pada Kamis juga melukai 38 orang lainnya, termasuk beberapa yang terluka akibat peluru tajam aparat.

Sumber keamanan dan medis mengatakan, pasukan keamanan Irak menembakkan tabung gas air mata ke arah pengunjuk rasa di dekat dua jembatan utama di Baghdad.

Dua pengunjuk rasa yang meninggal tewas akibat tabung gas air mata yang ditembakkan langsung ke arah kepala korban, lanjut narasumber itu, seperti dilansir euronews.com, Kamis (21/11/2019).

Seorang yang tewas dilaporkan meninggal di dekat Jembatan Sinak. Satu orang lainnya meninggal di dekat Jembatan Ahrar. Kedua lokasi berdekatan satu dengan yang lain.

Sumber rumah sakit lokal juga mengatakan, 38 pengunjuk rasa terluka, termasuk beberapa yang terkena peluru tajam. Sementara, sejumlah lainnya terluka akibat peluru karet dan tabung gas air mata yang ditembakkan ke arah mereka.

Seperti dilansir New Strait Times, kematian pada hari Kamis menandai kebangkitan pertumpahan darah setelah beberapa hari protes yang relatif damai di ibu kota Irak tersebut.

Simak video pilihan berikut:


Serangan Berlebihan Keamanan Irak

Pengunjuk rasa antipemerintah meneriakkan slogan-slogan selama protes di Baghdad, Irak, Rabu (2/10/2019). Para pejabat Irak mengatakan beberapa pengunjuk rasa tewas dan sejumlah lainnya terluka di tengah baku tembak dan bentrokan di Baghdad. (AP Photo/Hadi Mizban)

Unjuk rasa sarat kekerasan di Irak bukan yang pertama terjadi dalam rangkaian demo yang melanda negara itu sejak beberapa pekan lalu.

Para pengunjuk rasa telah menduduki alun-alun selama tiga minggu. Mereka menantang peluru tajam dan granat, bahkan tembakan senapan mesin, seperti dilansir New Strait Times.

Pasukan keamanan sangat bergantung pada gas air mata untuk mengendalikan massa di lokasi demo, salah satunya di Tahrir. 

Kelompok-kelompok hak asasi manusia menuduh aparat menembakkan kaleng-kaleng itu secara tidak langsung ke kerumunan dalam jarak dekat. Hal tersebut meremukkan tengkorak dan dada pengunjuk rasa.

Tak hanya itu, seorang aktivis yang marah mengingatkan pasukan keamanan bahwa pemimpin agama Syiah, sudah mengutuk kekerasan yang berlebihan tersebut.

Kerumunan di Tahrir telah membengkak lagi dengan para siswa dan guru yang menyerang dalam beberapa hari terakhir.

Di bagian selatan Diwaniyah, Nasiriyah, Hilla dan Kut, sekolah dan sebagian besar kantor pemerintah tutup pada Kamis. 

Sementara itu, di sebuah kota di utara Nasiriyah, pasukan keamanan memberlakukan jam malam baru mulai dari pukul 16:00 waktu setempat hingga pagi berikutnya. 

Bala bantuan juga tiba di daerah itu untuk membantu menahan unjuk rasa di sana, kata sumber keamanan. Hal itu dilakukan usai pengunjuk rasa membakar rumah pejabat setempat dalam beberapa hari terakhir.

Bahkan, Kota Tua Najaf yang merupakan salah satu situs paling suci Syiah Islam, turut bergabung dengan unjuk rasa umum pada Kamis.


Kemarahan Masyarakat Irak

Pengunjuk rasa antipemerintah membakar sejumlah benda dan memblokir jalan saat menggelar protes di Baghdad, Irak, Rabu (2/10/2019). Aksi protes di seluruh Irak telah menewaskan sembilan orang dalam 24 jam. (AP Photo/Hadi Mizban)

Para pengunjuk rasa marah dengan apa yang mereka katakan adalah korupsi yang meluas, kurangnya kesempatan kerja dan layanan dasar yang buruk. Termasuk pemadaman listrik, meskipun kekayaan minyak negara itu sangat besar, seperti dilansir abcnews.go.com.   

Mereka sejauh ini menolak proposal pemerintah untuk reformasi ekonomi dan konstitusi. Serta, menyerukan seluruh kepemimpinan politik untuk mengundurkan diri, termasuk Perdana Menteri Irak, Adel Abdul-Mahdi.

Pihak berwenang Irak mulai menekan demonstrasi publik pekan lalu. 

Mereka melakukan itu dengan mendorong pengunjuk rasa kembali dari tiga jembatan yang membentang di Sungai Tigris menuju Zona Hijau yang dibentengi. Zona Hijau sendiri merupakan tempat kedudukan pemerintah dan sejumlah kedutaan besar asing berada.

Para pengunjuk rasa Irak mengatakan tindakan keras yang meningkat sudah menanamkan rasa takut dan mengurangi jumlah pemilih. Namun, hal itu memperbaharui seruan bagi orang-orang untuk kembali ke jalan-jalan Baghdad dalam jumlah besar akhir pekan ini. Yaitu protes dengan satu juta orang turun ke jalan pada Jumat.

Sementara itu, Human Rights Watch mengatakan pasukan keamanan Irak sudah menyerang pekerja medis karena merawat demonstran. Lembaga tersebut juga menuduh mereka menembaki pekerja medis, tenda dan ambulans dengan gas air mata, serta peluru tajam. 

Akibat serangan itu, sedikitnya satu petugas medis tewas, kata lembaga tersebut. direktur Timur Tengah di Human Rights Watch, Sarah Leah Whitson turut berkomentar perihal peningkatan kekerasan yang terjadi.

"Para petugas medis telah menjadi korban lain dari kekuatan berlebihan negara," kata Sarah Leah Whitson, direktur Timur Tengah di Human Rights Watch.

"Serangan-serangan ini menunjukkan ketidakpedulian yang besar terhadap kebutuhan utama untuk memastikan pekerja medis dapat melakukan pekerjaan penting mereka,” tutup Sarah Leah. 

 

Reporter: Hugo Dimas

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya