Masinton: Janggal Kalau Pimpinan Ikut Gugat UU KPK

Ketua KPK Agus Rahardjo bersama Wakil Ketua KPK Laode M Syarief dan Saut Situmorang turut menggugat UU KPK baru di Mahkamah Konstitusi (MK).

oleh Liputan6.com diperbarui 21 Nov 2019, 20:02 WIB
Pimpinan KPK periode 2015–2019, Agus Rahardjo (kedua kanan) dan Laode M Syarif bersama Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi usai mendaftarkan pengajuan judicial review UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Rabu (20/11/2019). (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta Ketua KPK Agus Rahardjo bersama Wakil Ketua KPK Laode M Syarief dan Saut Situmorang turut menggugat UU KPK baru di Mahkamah Konstitusi (MK). Gugatan itu dilakukan bersama Koalisi Masyarakat Sipil, Rabu 20 November 2019.

Menanggapi hal tersebut, anggota Komisi III DPR Masinton Pasaribu tak begitu mempermasalahkan sikap pimpinan KPK tersebut. Dia mengatakan, hal tersebut dilakukan pimpinan KPK karena menjelang pensiun.

"Kerjaan menjelang pensiun, lakukan itu aja," ujar Masinton di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (21/11/2019).

Politikus PDI Perjuangan itu menilai agak janggal ketika pimpinan KPK melakukan gugatan UU KPK. Dia menilai tidak bisa pimpinan lembaga menggugat UU yang mengaturnya.

"Kan gak ada dalam aturan ketatanegaraan kita, ada pimpinan lembaga negara mengajukan judicial review," kata Masinton.

Menurutnya, hal tersebut terjadi karena ketidakpahaman pimpinan KPK periode Agus cs mengelola KPK.

"Itu bentuk ya, bentuk ketidakpahaman mereka selama ini dalam mengelola lembaga negara bernama KPK tadi," kata Masinton.

Saksikan video pilihan di bawah ini:


Didukung 39 Kuasa Hukum

Sebelumnya, Tiga pimpinan KPK, Agus Rahardjo, Saut Situmorang, dan Laode Syarif melakukan uji materi UU KPK. Ketiganya tidak membawa nama institusi melainkan atas dasar pribadi.

Selain mereka, pemohon lainnya adalah eks Komisioner KPK Erry Riyana Hardjapamekas, eks Wakil Ketua KPK Moch Jasin, istri mendiang Nurcholis Madjid Omi Komaria Madjid.

Kemudian ada juga, eks Ketua Pansel KPK Betti S Alisjahbana, dosen IPB Hariadi Kartodihardjo, Dosen UI Mayling Oey, eks Ketua YLKI Suarhatini Hadad, pakar hukum Universitas Trisakti Abdul Ficar Hadjar, pendiri Partai Amanat Nasional, Abdillah Toha, dan Ketua Dewan Yayasan KEHATI Ismid Hadad.

Permohonan ini didukung 39 kuasa hukum yang datang dari koalisi masyarakat sipil, seperti Indonesia Corruption Watch (ICW), Yayasan Lembaga Bantuan Hukum (YLBHI), hingga LBH Jakarta.

Agus berharap, Presiden Joko Widodo atau Jokowi tetap mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu).

"Walaupun harapan kami juga masih pengin Presiden mengeluarkan Perppu," pungkas Agus.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya