Liputan6.com, Jakarta - Wacana baru terkait amandemen UUD 1945 kembali muncul. Kali ini tentang masa jabatan presiden dari 2 periode menjadi 3 periode ataupun dari 5 tahun menjadi 7 tahun.
Wakil Ketua MPR Syarif Hasan mengatakan wacana itu baru gagasan saja dan bukan merupakan bagian agenda amandemen oleh MPR. Sebab, amandemen yang akan dilakukan adalah amandemen terbatas.
Advertisement
"Itu mungkin selentingan saja, yang jelas itu tidak merupakan salah satu agenda amandemen (terbatas)," kata Syarif di Kompleks Parlemen Senayan, Jumat (22/11/2019).
Hingga saat ini, Syarif menegaskan belum ada usulan resmi maupun dari masyarakat ada wacana penambahan masa jabatan presiden. Ia mengingatkan bahwa sejak awal amandemen UUD 1945 itu terbatas.
"Sekali lagi ini kan penyempurnaan yang terbatas, jadi tidak sampai kepada perpanjangan masa jabatan presiden," ucapnya.
Politikus Demokrat itu menyatakan pihaknya sepakat bahwa masa jabatan presiden cukup dua kali lima tahun. "Sudah cukup 2 kali 5 tahun," katanya.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Kunjungi Para Tokoh
Sebelumnya, Pimpinan MPR RI melakukan kunjungan resmi ke para tokoh bangsa. Peratama Ketua MPR RI Bambang Soesatyo bersama pimpinan MPR RI menemui Presiden RI ke-5, Megawati Soekarnoputri, di kediamannya di Jalan Teuku Umar, Jakarta, Kamis (10/10/19).
Pada pertemuan itu, Megawati mengusulkan bahwa amandemen itu terbatas, khususnya di bidang perekonomian. Selain itu, diperlukan dibuatnya blueprint pembangunan Indonesia ke depan.
"Konsep membangun bangsa haruslah pembangunan berkelanjutan selama 50 bahkan 100 tahun ke depan, yang dilakukan oleh satu masa pemerintahan presiden ke masa pemerintahan presiden selanjutnya. Jangan sampai ganti presiden berganti pula arah pembangunan bangsa. Blueprint pembangunan ini yang akan dibahas lebih lanjut oleh Badan Pengkajian MPR RI dengan melibatkan berbagai unsur masyarakat," jelas Bamsoet.
Advertisement