Jakarta - Welcome back Persik Kediri dan Persita Tangerang! Setelah bertahun-tahun lamanya mendekam di kasta bawah, dua klub yang pernah berjaya pada era 2000-an ini kembali ke habitat aslinya, kompetisi kasta teratas Liga Indonesia alias Liga 1 pada musim 2020.
Persik Kediri dan Persita telah terbangun dari tidur panjangnya. Kedua klub berhasil promosi ke Liga 1 setelah menjadi finalis Liga 2 2019.
Advertisement
Pada babak semifinal, Persik sukses menghempaskan Persiraja Banda Aceh 5-4 melalui babak adu penalti. Via jalur yang sama, Persita mengalahkan Sriwijaya FC 3-2. Dua pertandingan babak semifinal itu dilaksanakan di Stadion Kapten I Wayan Dipta, Gianyar, Jumat (22/11/2019).
Kedua klub akan bertemu di babak final yang rencananya dihelat di stadion yang sama pada Senin (25/11/2019).
Persik dan Persita bukan anak bawang di kancah sepak bola Indonesia. Nama pertama bahkan pernah dua kali merebut trofi Liga Indonesia era 2000-an. Gelar pertama diraih pada 2003 sebelum kembali menorehkan tinta emas tiga musim berselang.
Bukan Persik Kediri namanya jika tak mengalami pasang surut prestasi. Pada 2003, tim berjulukan Macan Putih ini berhasil promosi ke Divisi Utama yang kala itu masih menjadi kompetisi kasta teratas Liga Indonesia setelah menduduki podium juara Divisi Satu setahun sebelumnya.
Bermodalkan para pemain lokal kurang tenar, trofi Liga Indonesia 2003 malah melipir ke Kediri. Pelatih Jaya Hartono berhasil mengombinasikan sejumlah talenta pribumi dengan legiun impor berkualitas.
Aris Budi Sulistyo, Wawan Widiantoro, Harianto, dan Musikan bahu-membahu bersama Ebi Sukore serta Frank Bob Manuel untuk mengungguli PSM Makassar di tabel klasemen akhir yang saat itu diperkuat oleh dua bomber ganas, Oscar Aravena dan Cristian Gonzales.
Gelar 2006 Lebih Wah dengan Skuat yang Mewah
Setelah sempat terseok-seok pada dua musim kemudian, gelar Liga Indonesia kembali mampir ke Kota Tahu pada 2006. Trofi tersebut dirasa lebih wah lantaran Macan Putih berkekuatan skuat yang mewah.
Kala itu, Persik Kediri dinakhodai oleh pelatih flamboyan, Daniel Roekito. Mirip dengan era Jaya Hartono, Persik masih memadukan wajah lokal yang kini lebih gres plus pemain asing kelas wahid.
Kehadiran Cristian Gonzales dan Danilo Fernando makin melengkapi barisan pemain lokal yang diisi oleh Aris Indarto, Hariono, dan Budi Sudarsono.
Di babak final, yang ketika itu Liga Indonesia mengadopsi dua wilayah, Persik mengalahkan PSIS Semarang lewat gol semata wayang Cristian Gonzales pada menit ke-110 babak perpanjangan waktu.
Lambat laun, prestasi Persik menurun. Padahal, Macan Putih sempat bermanuver dengan menjadi Los Galacticos-nya Indonesia. Pada 2008, tim kebanggaan Persikmania ini membajak Markus Horison, Mahyadi Panggabean, Legimin Raharjo, dan Saktiawan Sinaga dari PSMS Medan. Keempatnya melengkapi sejumlah wajah lama yang masih dipertahankan seperti Danilo Fernando, Ronald Fagundez, dan Cristian Gonzales.
Gagal menjadi juara Liga Indonesia pada 2008-09 lantaran hanya finis di posisi keempat, Persik perlahan ditinggalkan pemain bintangnya. Faktor larangan klub profesional menyusu ke Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) memicu Macan Putih kering sokongan dana. Alhasil, Persik turun kasta ke Divisi Utama ketika sistem Liga Super Indonesia memasuki tahun kedua pada 2009-10.
Advertisement
Kemesraan Benny Dollo dan Persita Melahirkan Ilham Jaya Kesuma
Era 2000-an adalah masa keemasan Persita di Liga Indonesia. Ditangani Benny Dollo, Pendekar Cisadane ini konsisten berada di papan atas, minimal dapat menjadi sandungan klub favorit juara.
Berlabel kuda hitam pada Liga Indonesia 2002, Persita malah berhasil melaju jauh hingga babak final. Ketika itu, Pendekar Cisadane terkenal dengan talenta para pemain lokalnya. Di pos kiper, berdiri Achmad Kurniawan.
Uci Sanusi, Giman Nurjaman, dan Firman Utina mengawal lini tengah. Di barisan depan, Bendol, panggilan Benny, mengandalkan dua penyerang lokal, Ilham Jaya Kesuma dan Zaenal Arief.
Sayang, kejutan Persita terhenti di partai puncak. Pendekar Cisadane takluk 1-2 di tangan Petrokimia Putra pada babak perpanjangan waktu.
Namun, Persita patut berbangga diri. Pendekar Cisadane melahirkan sejumlah pemain yang kelak menjadi legenda sepak bola nasional. Ilham Jaya Kesuma, berhasil merebut predikat top scorer Liga Indonesia 2002 dengan torehan 26 gol.
Lalu, masih ada Zaenal Arief yang menjadi simbol Persib Bandung selama beberapa musim dan tentu saja, Firman Utina, gelandang serang yang posisinya abadi di Timnas Indonesia.
Empat musim setelah kekalahan pada partai final itu, Persita berubah label menjadi tim papan tengah. Persaingan keras di kasta teratas membuat mereka menyerah. Saat era Liga Super Indonesia dimulai pada 2008-09, Persita terdegradasi ke Divisi Utama yang menjadi kasta kedua kompetisi sepak bola nasional.
Disadur dari Bola.com (Muhammad Adiyaksa/Wiwig Prayugi, published 23/11/2019)
Baca Juga