Liputan6.com, Jakarta - Pemegang saham pengendali Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI) Sjamsul Nursalim ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi penerbitan surat keterangan lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) terhadap BDNI oleh KPK.
KPK menyebut, berdasarkan audit yang dilakukan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Sjamsul Nursalim telah diperkaya sebesar Rp 4,58 triliun atas penerbitan SKL BLBI oleh Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN).
Advertisement
Saat Sjamsul Nursalim menerima SKL BLBI, BPPN dipimpin oleh Syafruddin Arsyad Temenggung. Syafruddin lebih dulu dijerat oleh KPK. Namun, Syafruddin divonis lepas oleh Mahkamah Agung (MA).
Padahal, Pengadilan Tipikor memvonis Syafruddin 12 tahun penjara, yang kemudian ditambah menjadi 15 tahun oleh Pengadilan Tinggi DKI.
KPK tak mau patah arang. Lembaga yang kini dipimpin Agus Rahardjo itu terus mengusut kasus ini. KPK tengah mengupayakan diri mengajukan upaya hukum peninjauan kembali (PK).
Di tengah persiapan PK terhadap vonis Syafruddin, KPK meminta Polri untuk memasukkan nama Sjamsul Nursalim ke dalam daftar pencarian orang (DPO). Permintaan KPK lantaran Sjamsul yang tinggal di Singapura tak beritikad saat dipanggil untuk diperiksa.
Berikut 3 fakta tentang Sjamsul Nursalim, Koruptor yang diduga merugikan negara Rp 4,58 triliun yang tak kunjung tertangkap:
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
1. Buron Sejak Agustus
Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) memasukkan pemegang saham pengendali Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI) Sjamsul Nursalim ke dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) alias buronan kasus dugaan korupsi penerbitan surat keterangan lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
"Iya sudah. Iya DPO," ujar Wakil Ketua KPK Saut Situmorang di kantornya, Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (2/8/2019).
Menurut Saut, pihaknya juga telah menyiapkan kerjasama dengan interpol untuk melakukan upaya penegakan hukum di luar batas teritorial Indonesia."Saya belum tahu teknisnya seperti apa. Tapi kemaren dari Deputi sudah menyiapkan itu (surat DPO ke interpol)," jelas Saut.
Sjamsul Nursalim dan istrinya Itjih Nursalim ditetapkan sebagai buron lantaran dua kali mangkir dari pemeriksaan penyidik KPK. Keduanya telah ditetapkan sebagai tersangka dugaan korupsi penerbitan SKL BLBI terhadap BDNI.
Tim penyidik lembaga antirasuah sendiri telah melayangkan surat panggilan pemeriksaan ke lima alamat Sjamsul di Indonesia dan Singapura. Di Indonesia, KPK mengirimkan surat panggilan pemeriksaan ke rumah tersangka di Simprug, Grogol Selatan, Jakarta Selatan.
Sedangkan di Singapura, KPK mengirimkan surat panggilan melalui Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) ke empat alamat, yaitu 20 Cluny Road; Giti Tire Plt. Ltd. (Head Office) 150 Beach Road, Gateway West; 9 Oxley Rise, The Oaxley; dan 18C Chatsworth Rd.Bahkan, KPK meminta KBRI di Singapura untuk mengumumkan pemanggilan pemeriksaan Sjamsul dan Itjih di papan pengumuman Kantor KBRI Singapura. Upaya pemanggilan tersangka juga dilakukan dengan meminta bantuan Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB), Singapura.
Advertisement
2. Rugikan Negara Rp 4,58 triliun
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Sjamsul Nursalim dan Itjih Nursalim sebagai tersangka kasus korupsi penerbitan surat keterangan lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) untuk BDNI.
"Setelah melakukan proses penyelidikan dan ditemukan bukti permulaan yang cukup KPK menetapkan SJN (Sjamsul) dan ITN (Itjih) sebagai tersangka," ujar Wakil Ketua KPK Saut Situmorang dalam jumpa pers di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (10/6/2019).
Menurut Saut, Sjamsul dan Itjih diduga melakukan tindak pidana korupsi bersama-sama dengan mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Tumenggung. Perbuatan Syafruddin yang menerbitkan SKL BLBI itu disinyalir merugikan keuangan negara Rp 4,58 triliun.
"Terkait dengan pihak yang diperkaya, pada pertimbangan Putusan Pengadilan Tipikor No. 39/Pid.Sus/Tpk/2018/PN.Jkt.Pst disebutkan secara tegas bahwa tindakan terdakwa Syafruddin telah memperkaya Sjamsul Nursalim sebesar Rp 4,58 Triliun," kata Saut.
Saut memastikan, penetapan tersangka terhadap pasangan suami istri ini sudah sesuai dengan proses hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 44 UU No. 30 Tahun 2002 tentang KPK.Sjamsul dan Itjih sendiri sudah beberapa kali dipanggil oleh tim lembaga antirasuah, namun sejauh ini keduanya tidak kooperatif. Yakni pada 8 dan 9 Oktober 2018, 22 Oktober 2018, dan 28 Desember 2018.
"KPK sudah memberikan ruang terbuka yang cukup pada Sjamsul dan isterinya untuk memberikan keterangan, Informasi, bantahan atau bukti lain secara adil dan proporsional. Akan tetapi, hal tersebut tidak dimanfaatkan oleh pihak Sjamsul dan isteri," kata Saut.
3. KPK Minta Bantuan Interpol
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggandeng National Central Bureau (NCB)-Interpol Indonesia untuk turut membantu memburu pemegang saham Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI) Sjamsul Nursalim dan istrinya, Itjih Nursalim.
Sjamsul dan Itjih merupakan buronan dalam kasus korupsi penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) terhadap BDNI.
"Setelah mengirimkan surat pada Kapolri terkait DPO (daftar pencarian orang) dua orang tersangka, KPK juga telah mengirimkan surat pada SES NCB-Interpol Indonesia perihal bantuan pencarian melalui Red Notice terhadap tersangka SJN (Sjamsul) dan ITN (Itjih)," ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi, Kamis (21/11/2019).
Febri menjelaskan, dalam surat red notice tertanggal 6 September 2019 itu, KPK menjelaskan kepada Interpol mengenai perkara korupsi yang menjerat Sjamsul Nursalim dan Itjih. Selain itu, dalam surat tersebut KPK juga meminta bantuan Interpol untuk turut memburu Sjamsul dan Itjih.
"Permohonan bantuan pencarian melalui mekanisme Red Notice Interpol dengan permintaan apabila ditemukan agar dilakukan penangkapan dan menghubungi KPK," kata Febri.
Surat tersebut telah direspons oleh NCB-Interpol. Rencananya KPK dan Interpol bakal melakukan gelar perkara bersama terkait kasus Sjamsul Nursalim dan Itjih yang disinyalir merugikan keuangan negara hingga Rp 4,58 triliun.
"Sesuai dengan respons dari pihak NCB Interpol Indonesia maka akan mengagendakan pertemuan koordinasi dengan KPK sekaligus jika dibutuhkan dilakukan gelar perkara," kata Febri.
Advertisement