Pengamat: Pemilihan Kepala Daerah Lewat DPRD Juga Berbiaya Tinggi

Hadar mengatakan, masyarakat berpotensi protes tanpa henti jika kepala daerah yang dipilih DPRD tidak dikehendaki.

oleh Liputan6.com diperbarui 24 Nov 2019, 16:47 WIB
Eks Komisioner KPU Hadar Nafiz Gumay. (Liputan6.com/Muhammad Radityo Priyasmoro)

Liputan6.com, Jakarta - Mantan anggota KPU Hadar Nafis Gumay menilai, masalah biaya politik pemilihan kepala daerah juga akan terjadi saat sistem pemilihan langsung melalui DPRD. Itu sebabnya dia tidak setuju dengan wacana kepala daerah kembali dipilih DPRD.

"Pemilihan DPRD juga banyak masalah, salah satu aspek diangkat menteri yaitu biaya politik tinggi. Dari DPRD bukan tidak ada biaya politik. Persoalan uang juga besar," ujar Hadar di kawasan Matraman, Jakarta, Minggu (24/11/2019).

Hadar Nafis mengatakan, masyarakat berpotensi protes tanpa henti jika kepala daerah yang dipilih DPRD tidak dikehendaki.

Lebih parah lagi, dengan sistem pemilihan kepala daerah melalui DPRD maka pertanggungjawaban kepala daerah kepada DPRD. Sehingga, ada potensi permainan uang agar kepala daerah tersebut tidak dimakzulkan.

"Itu terjadi setiap tahun di mana kepala daerah harus lapor hasil kerja jadi karena permainan politik permainan uang kalau tidak mereka bisa dijatuhkan," ujar pendiri Netgrit ini.

Hadar menilai perdebatan terkait sistem pemilihan kepala daerah sudah selesai saat pada 2004 disahkan dalam UU Pilkada di mana kepala daerah dipilih langsung.

Persoalan sistem pemilihan langsung berada dalam politik uang yang marak. Hal tersebut yang menurutnya perlu dibenahi.

Hadar menyarankan perlu ada undang-undang yang mengatur penggunaan uang dalam Pilkada. Dia mengatakan, saat ini belum ada aturan ketat yang mengatur penggunaan uang dan sumbernya dalam pemilihan kepala daerah.

"Kami setuju evaluasi mendalam berdasar kajian dan data tapi jangan lompat karena ini sistem pemilihan," kata Hadar Nafis Gumay.

 

Reporter: Ahda Bayhaqi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya