Liputan6.com, Jakarta Kebiasaan cuci tangan menggunakan sabun menjadi salah satu upaya mencegah anak stunting. Hal itu disampaikan dokter Reisa Broto Asmoro pada acara IDINESIA (Ikatan Dokter Indonesia/IDI untuk Indonesia) Fest di Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta, kemarin (24/11/2019).
"Cuci tangan termasuk salah satu cara mencegah stunting. Ketika kita cuci tangan, hal itu menghindari terjadinya infeksi yang dapat mengganggu pertumbuhan anak,” ujar Reisa dalam keterangan tertulis sebagaimana diterima Health Liputan6.com, ditulis Senin (25/11/2019).
Advertisement
Menurut Reisa, upaya mengatasi masalah kesehatan di Indonesia, khususnya stunting, bukan hanya tugas Kementerian Kesehatan. Seluruh elemen masyarakat, kementerian/lembaga, dan organisasi profesi juga ikut berpartisipasi.
Pencegahan stunting dimulai dengan pola hidup sehat.
"Kita bisa mulai dengan hal sederhana, tapi berdampak besar, yakni konsisten meningkatkan kesadaran dan kemauan masyarakat mengenai pola hidup bersih dan sehat. Contohnya, mulailah tanamkan kebiasaan cuci tangan yang baik dan benar. Dengan cuci tangan saja, hampir menyumbang perbaikan kesehatan 90 persen karena mencegah penyebaran penyakit," lanjut Reisa.
Simak Video Menarik Berikut Ini:
Anak Rentan Kena Penyakit
Reisa menjelaskan, stunting merupakan kondisi gagal tumbuh pada anak balita akibat kekurangan gizi kronis terutama pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK). Kondisi ini memengaruhi pertumbuhan dan perkembangan otak.
"Dalam jangka panjang, stunting berdampak negatif pada kecerdasan anak. Yang lebih diperhatikan lagi, stunting meningkatkan risiko anak rentan terkena penyakit tidak menular," jelasnya.
Prevalensi stunting selama 10 tahun terakhir masih tinggi dan belum menunjukkan perbaikan yang signifikan. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menempatkan, Indonesia sebagai negara ketiga dengan angka prevalensi stunting tertinggi di Asia pada tahun 2017, yang mencapai 36,4 persen.
Meskipun begitu, data stunting tahun 2019 dari Kementerian Kesehatan, ada penurunan yang signifikan sebesar 27,67 persen. Angka ini turun dibanding Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018.
Advertisement