Liputan6.com, New Delhi - Mahkamah Agung India mengatakan bahwa dunia sedang 'menertawakan India' terkait masalah polusi udara yang terjadi di negara tersebut.
Dilansir dari BBC, Selasa (26/11/2019), pengadilan menjatuhkan kesalahan pada pemerintah federal dan negara bagian atas apa yang dilihat sebagai kegagalan untuk mengekang tingkat polusi.
Baca Juga
Advertisement
Pada hari Senin, seorang hakim mengatakan: "Dapatkan bahan peledak dalam 15 tas dan bunuh mereka dalam sekali jalan. Mengapa orang harus menderita seperti ini?"
Polusi yang tebal telah menyelimuti bagian utara India selama berminggu-minggu, dan Delhi tercatat miliki tingkat kualitas udara "berbahaya".
Pada hari Senin (25/11), angka indeks kualitas udara di Delhi mencapai 339. Sedangkan, tingkat yang baik berada di antara nol dan 50.
Angka tersebut diperkirakan akan turun dengan curah hujan yang diprediksi melanda ibukota dalam beberapa hari mendatang.
Para hakim mengatakan bahwa pemerintah federal dan pemerintah daerah bertanggung jawab atas kegagalan mengendalikan pembakaran tanaman oleh para petani di Delhi dan negara-negara tetangga.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Petani Sebabkan Polusi yang Terjadi
Pada tahun ini, petani cenderung membakar tunggul tanaman untuk membersihkan ladang mereka. Hal tersebut menjadi penyebab utama timbulnya tingkat polusi yang tinggi.
Asap kendaraan, serta emisi konstruksi dan industri, juga berkontribusi terhadap kabut asap selama sebulan terakhir.
Pengadilan mengatakan hidup jutaan orang telah dipersingkat dan bahwa orang-orang di Delhi dan wilayah sekitarnya "mati lemas" karena polusi.
Disebutkan pada pemerintah Delhi untuk membuat rencana untuk memasang menara pemurni udara di seluruh kota dalam waktu 10 hari.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan sepertiga dari kematian akibat kanker paru-paru dan penyakit jantung disebabkan oleh polusi udara.
Selain India, Pakistan juga kini menderita polusi tingkat tinggi.
Amnesti International telah menyerukan para pendukungnya di seluruh dunia untuk berkampanye atas nama orang-orang kota Lahore, Pakistan.
"Respons pemerintah yang tidak memadai terhadap kabut asap di Lahore menimbulkan keprihatinan hak asasi manusia yang signifikan. Udara berbahaya membahayakan hak setiap orang atas kesehatan," kata Rimmel Mohydin, juru kampanye Asia Selatan di Amnesti International.
Pemerintah di sana telah menutup sekolah setidaknya tiga hari pada bulan ini.
Advertisement