Liputan6.com, Jakarta - RUU PDP sampai saat ini belum juga sampai ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), sehingga belum bisa dibahas dan disahkan. Sebelumnya, Sekretariat Negara (Setneg) mengembalikan RUU PDP kepada Kemkominfo pada 14 Oktober 2019.
Surat pengembalian tersebut membahas penerusan masukan atau catatan Kemendagri dan Kejaksaaan Agung (Kejagung) atas RUU PDP. Di dalam surat itu ada sejumlah poin yang dibahas atau perlu diperbaiki.
Terkait poin keberatan tersebut, kata Plt Kepala Biro Humas Kemkominfo, Ferdinandus Setu, hal-hal yang diminta oleh Kemendagri dan Kejagung tersebut sudah diputuskan dalam rapat pada 21 November lalu. Rapat pembahasan RUU PDP itu melibatkan seluruh kementerian/lembaga negara.
Baca Juga
Advertisement
"Hal-Hal yang sudah dimintakan oleh Kemendagri dan Kejagung itu sudah langsung diputuskan pada rapat kemarin itu. Itu soal redaksional, jadi sudah oke. Kemendagri dan Kejagung sudah fix, sudah deal," jelasnya.
Poin Keberatan
RUU PDP disiapkan oleh pemerintah dengan harmonisasi melibatkan beberapa kementerian termasuk Kemenkominfo, Kementerian Hukum dan HAM, serta Kemendagri.
Adapun 7 poin yang sebelumnya dinilai Kemendagri dan Kejagung harus diperbaiki adalah:
1. Pasal 7, mengenai hak untuk memperbarui atau memperbaiki data pribadi
2. Pasal 20, mengenai perjanjian di dalamnya terdapat permintaan data pribadi
3. Pasal 1 angka 7, mengenai definisi korporasi
4. Pasal 10, mengenai hak untuk mengajukan keberatan
5. Pasal 17 Ayat 2 huruf a, mengenai prinsip perlindungan data pribadi.
6. Pasal 22 ayat 2, mengenai pengecualian pemasangan alat pengolah data visual
7. Pasal 44, mengenai pengecualian kewajiban pengendalian data pribadi
Di dalam surat tersebut, juga terdapat catatan perlunya pertimbangan agar RUU PDP mengatur alat bukti yang sah, termasuk alat bukti elektronik.
Advertisement
Dikirim ke DPR pada Desember 2019
Lebih lanjut, Nando menambahkan, RUU PDP akan dikirim ke DPR pada bulan depan. Ini sesuai dengan target sebelumnya.
"Ya, kami targetkan, karena pak Johnny bilang harus dikirim ke DPR setidaknya minggu ketiga Desember paling lambat," katanya.
Kendati demikian, ia mengatakan pemerintah tak bisa menjamin pembahasan RUU PDP, serta Keamanan dan Ketahanan Siber (KKS) bisa dilakukan beriringan. Ia hanya berharap pembahasan RUU bisa secepatnya dilalukan.
Sebelumnya, Ketua Komisi I DPR RI Meutya Hafid berharap pembahasan kedua RUU akan berjalan beriringan. Pasalnya, kedua aturan tersebut dinilai penting dan harus dimiliki Indonesia.
"Keduanya RUU PDP dan RUU KKS akan jalan bersamaan. Kalau KKS kan inisiatifnya dari DPR, mungkin sekarang sedang penunjukan tim badan pengkajian dan lain-lain. Mungkin di Februari sudah bisa dibahas," kata Meutya pada Kamis lalu.
(Din/Ysl)