Liputan6.com, Jakarta Pendidikan Moral Pancasila (PMP) merupakan salah satu mata pelajaran yang dinilai penting, untuk menghadirkan keteladanan dalam memimpin. Hal itu disampaikan oleh Wakil Ketua MPR, Hidayat Nur Wahid saat Sosialisasi Empat Pilar MPR RI, di Balaikota DKI., dihadapan ratusan lurah dan camat se-DKI.
Advertisement
Acara sosialisasi empat pilar MPR RI diselenggarakan berkat kerja sama MPR RI dengan Pemprov DKI Jakarta. Acara ini dibuka langsung oleh Gubernur Anies Baswedan. Anies menyampaikan rasa terima kasih untuk prakarsa dalam sosialisasi di Pemprov DKI.
Anies juga mengimbau kepada para lurah dan camat agar sama-sama menggarisbawahi Empat Pilar MPR RI yakni Pancasila sebagai Dasar Ideologi Negara, UUD NRI 45 sebagai Konstitusi Negara serta ketetapan MPR, NKRI sebagai bentuk Negara dan Bhinneka Tunggal Ika sebagai semboyan negara. Empat Pilar MPR ini bukan hanya untuk diketahui namun lebih dari itu harus diaplikasikan dalam menjalankan tugas sebagai pelayan masyarakat.
Ada tantangan dalam kehidupan berbangsa misal menurunnya toleransi dan munculnya potensi disintegrasi bangsa, ini perlu diantisipasi. Kita lihat struktur problemnya, dari dulu percakapan kita tidak banyak bervariasi karena telinga kita dulu hanya dua, hari ini masing-masing bisa mengungkapkan dengan handphone melalui sosial media. sesungguhnya ini bagian dari proses di dalam masyarakat.
"Kita tumbuh dengan pendidikan yang baik maka harus kembangkan kemampuan berpikir kritis, makin kemampuan berpikir kritisnya tinggi makin sulit ide tak masuk akal tumbuh dan ini harus diterapkan di semua sektor," ujar Anies.
Setelah sambutan Pak Gubernur, Hidayat Nur Wahid memberikan paparan sosialisasi empat pilar. Dalam paparannya Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid menyampaikan bahwa kegiatan ini adalah tugas negara dan hak rakyat Indonesia karena hakekatnya indonesia satu untuk semua, semua untuk satu.
Sosialisasi ini dikerjaan MPR berdasar Undang Undang yg menugaskan pada MPR untuk melakukan sosialisasi, tentu sebagai lembaga negara yg membuat Undang Undang maka dia juga yg membuat contoh UU itu dikerjakan, ini adalah pendidikan berwarga Negara.
"Kedua, kami mendapat fakta banyak pembaharuan (amandemen) dalam Undang Undang, ketika reformasi ada 6 tuntutan salah satunya amandemen UUD, terdiri dari 21 bab 73 pasal 170 ayat normanya begitu banyak yang berubah. Kami harus memahami perubahan ini. Dan dalam amandemen derajad rakyat semakin ditinggikan, contohnya pemilu langsung dan judicial review," jelas HNW.
Melalui pemilu langsung rakyat dapat memilih pemimpinnya sendiri untuk level pemimpin daerah hingga presiden. Ini adalah salah satu contoh dari amandemen yang dilakukan. Hidayat juga menambahkan bahwa Indonesia merupakan negara spesial, Indonesia telah memunculkan toleransi yang luar biasa, maka perlu segarkan terus permasalahan toleransi
Pancasila sebagai rujukan menghadirkan kekokohan bangsa, nilai unggul pancasila ini menjadi tantangan dewasa ini untuk meninggikan nilai dan norma. Hidayat juga sampaikan tentang masalah amandemen UUD.
Hidayat sampaikan bahwa memang ada rekomendasi dari MPR periode 2014&2019 untuk mengkaji kemungkinan lakukan amandemen terbatas, terkait haluan negara. Tapi soal perpanjangan periode Presiden sampai tiga kali, Hidayat sampaikan bahwa itu bukan rekomendasi pimpinan MPR 2019, juga bukan hal yang mendesak.
Bahkan secara pribadi Hidayat sampaikan pendapatnya yang tidak setuju dengan wacana tersebut. Apalagi dengan merujuk pada kenegarawanan dari pak Jusuf Kalla, yang pada tahun 2018 menolak untuk dicawapreskan krn UUD memang membatasi hanya sampai 2 kali saja.
(*)